250 likes | 518 Views
AQIDAH SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) WAY JEPARA - LAMPUNG TIMUR TAHUN 2011. BAB 1 PENGERTIAN AQIDAH
E N D
AQIDAH SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) WAY JEPARA - LAMPUNG TIMUR TAHUN 2011
BAB 1 PENGERTIAN AQIDAH Aqidah adalah ikatan dan perjanjian yang kokoh. Manusia dalam hidup ini terpola dalam ikatan dan perjajian baik dengan Allah, dengan sesama manusia maupun dengan alam lainnya. jika seseorang terikat dengan kekafiran disebut aqidah kafir, jika terikat dengan kemusyrikan disebut aqidah musyrik, jika terikat keislaman disebut aqidah Islam, dan seterusnya. Adapun rukun Iman yang populer ada enam, yaitu : 1. Iman kepada Allah 2. Iman kepada Malaikat 3. Iman kepada Kitab Allah 4. Iman kepada Rasul Allah 5. Iman kepada Hari Akhir 6. Iman kepada Qadha dan Qadar. Rukun Iman ini tersimpul kokoh dalam hati bersifat mengikat dan mengandung perjanjian dengan Allah sebagai rukun pertama. Pengertian Aqidah secara istilah, dapat dilihat dari beberapa pandangan tokoh berikut ini. Menurut Hasan Al-Banna,Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenaran-Nya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak tercampur sedikitpun dengan keragu-raguan. Menurut Abu Bakar Al-Jazair, Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fithrah.
BAB 1 PENGERTIAN AQIDAH Aqidah adalah ikatan dan perjanjian yang kokoh. Manusia dalam hidup ini terpola dalam ikatan dan perjajian baik dengan Allah, dengan sesama manusia maupun dengan alam lainnya. jika seseorang terikat dengan kekafiran disebut aqidah kafir, jika terikat dengan kemusyrikan disebut aqidah musyrik, jika terikat keislaman disebut aqidah Islam, dan seterusnya. Adapun rukun Iman yang populer ada enam, yaitu : 1. Iman kepada Allah 2. Iman kepada Malaikat 3. Iman kepada Kitab Allah 4. Iman kepada Rasul Allah 5. Iman kepada Hari Akhir 6. Iman kepada Qadha dan Qadar. Rukun Iman ini tersimpul kokoh dalam hati bersifat mengikat dan mengandung perjanjian dengan Allah sebagai rukun pertama. Pengertian Aqidah secara istilah, dapat dilihat dari beberapa pandangan tokoh berikut ini. Menurut Hasan Al-Banna,Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenaran-Nya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak tercampur sedikitpun dengan keragu-raguan. Menurut Abu Bakar Al-Jazair, Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fithrah.
BAB 1 PENGERTIAN AQIDAH Aqidah adalah ikatan dan perjanjian yang kokoh. Manusia dalam hidup ini terpola dalam ikatan dan perjajian baik dengan Allah, dengan sesama manusia maupun dengan alam lainnya. jika seseorang terikat dengan kekafiran disebut aqidah kafir, jika terikat dengan kemusyrikan disebut aqidah musyrik, jika terikat keislaman disebut aqidah Islam, dan seterusnya. Adapun rukun Iman yang populer ada enam, yaitu : 1. Iman kepada Allah 2. Iman kepada Malaikat 3. Iman kepada Kitab Allah 4. Iman kepada Rasul Allah 5. Iman kepada Hari Akhir 6. Iman kepada Qadha dan Qadar. Rukun Iman ini tersimpul kokoh dalam hati bersifat mengikat dan mengandung perjanjian dengan Allah sebagai rukun pertama. Pengertian Aqidah secara istilah, dapat dilihat dari beberapa pandangan tokoh berikut ini. Menurut Hasan Al-Banna,Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenaran-Nya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak tercampur sedikitpun dengan keragu-raguan. Menurut Abu Bakar Al-Jazair, Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fithrah.
Sedangkan pendapat para tokoh diatas, dapat disimpulkan bahwa aqidah yang benar yaitu aqidah yang dapat dipahami oleh akal sehat dan diterima oleh hati karena sesuai dengan fitrah manusia. Alat ukur aqidah seseorang adalah hati. Tentu yang paling tepat mengukur hati adalah dirinya sendiri. Oleh karna itu, mengukur aqidah seseorang hanya akan akurat manakala dievaluasi oleh pemilik hati itu sendiri. Orang lain tidak bisa menilai aqidah seseorang. Contohnya, orang yang berbeda Agama dapat saling menilai aqidah orang lain, karena dirinya sendiri sudah mengklaim beda aqidah. Jadi, yang pertama kali menilai beda aqidah adalah dirinya sendiri. Baru kemudian direfleksikan dalam mengukur aqidah orang lain. Agar tidak salah dalam menilai aqidah sendiri, perlu melihat pada petujuk - petunjuk yang diberikan oleh Allah dalam Al-Quran ditambah dangan petunjuk – petunjuk Rasul Allah dalam Hadits. Setelah itu, perlu melihat penjelasan ulama yang otoritatif. Dalam hal ini potensi akal sehat sangat diperlukan. Allah mendorong manusia untuk berfikir mengoptimalkan akalnya, Jika terjadi pertentangan antara akal dan hati tentang akidah, maka akan timbul keragu-raguan. Keragu-raguan akan menimbulkan kemunafikan. Kemunafikan adalah tipuan yang paling berbahaya. Sesungguhnya orang menafik telah menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan tersebut. Allah berfirman dalam QS. An-Nisa / 4 ayat 142 : Yang artinya : Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan Shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.
Orang yang mengikuti petunjuk Al-Qur’an akan mampu meningkatkan ilmu. Dengan meningkatnya ilmu, akan meningkat kekokohan akidahnya. Allah berfirman dalam QS. Al-Hajj / 22 ayat 54 : Yang artinya : “Dan agar orang-orang yang diberi ilmu meyakini bahwasannya Al-Qur’an itulah yang hak dari Tuhan Mu lalu mereka beriman dan untuk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus”.
BAB 2 IMAN KAMIL SEBAGAI CIRI MUKMIN SEJATI Al-Qur’an mengemukakan iman dengan menggunakan bentuk kata yang bervariasi, diantaranya bentuk indifiniti imanana disebutkan dengan 7 kali. Bentuk kata imanana ini jumlahnya sebanding dengan kata kufr dalam Al-Qur’an. Keseimbangan jumlah kata iman dengan antonimnya kufr ini merupakan salah satu bukti kebenaran Al-Qur’an. Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menunjukan perbedaan antara iman kamil (semourna) dengan iman naqis ( tidak sempurna). Perhatikan Al-Qur’an suraat Al-Hujurat / 49 ayat 14 : Yang artinya : Orang-orang arab badui itu berkata : “Kamu telah beriman”. Katakanlah (kepada mereka)”. Kamu belum beriman, tetapi katakanlah : “Kami telah Islam”, karna iman itu belum masuk kedalam hatimu dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu, sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang”. Bukti kebenaran Al-Qur’an salah satunya tampak jelas pada keseimbangan jumlah bilangan kata dengan antonimnya, seperti ; Al-Bayab (hidup) dengan Al-Mawt (mati), Al-Naf (manfaat) dengan Al-Madbarrab (mudarat), Al-Iman dengan Al-Kufr, dan seterusnya.
Ayat di atas menjelaskan hakikat iman dan siapa sebenarnya yang dinilai oleh Allah sebagai orang mukmin. Ayat ini menurut Sayyid Quthb, merupakan hakikat Aqidah dan syari`ah, serta hakikat eksistensi kemanusiaan. Ayat ini turun berkaitan dengan serombongan orang Badui dan Bani Asad ibn Khuzamah tahun IX Hijriah ketika terjadi paceklik di daerah mereka.* Orang-orang arab Badui menduga mereka telah beriman dengan benar. Mereka berjata dengan lisan “….” (kami telah beriman), tetapi Allah memerintahkan Nabi Muhammad Saw, katakan kepada mereka: “kamu belum beriman secara mantap, sebab hati kamu belum sepenuhnya percaya, perbuatan kamupun belum mencerminkan iman seseuai dengan apa yang kamu katakan”. Tetapi, hai orang Badui! Katakanlah: “Kami telah tunduk kepadamu, yakni menampakan ketundukan kami kepadamu”. Ucapan itu yang seharusnya dikatakan oleh orang badui, karena iman belum masuk tertancap didalam hati kamu sampai sekarang?
Orang Arab Badui datang kepada Nabi Muhammad Saw, dengan harapan mendapat bantuan Nabi Muhammad Saw. Mereka berkata: “kami datang kepadamu bersama sanak keluarga kami tanpa mengangkat senjata melawanmu sebagaimana yang dilakukan beberapa kelompok lain”. Ucapan ini dengan maksud agar Nabi Saw menilai kehadiran mereka sebagai jasa yang wajar mendapat imbalan meteri. Orang Arab Badui boleh jadi dalam benaknya merasa telah mencapai peringkat mukmin sempurna. Sebab, dalam suatu riwayat dinyatakan bahwa beberapa orang diantara mereka bersumpah bahwa mereka benar-benar telah beriman. Padahal mereka bertujuan menyebut-nyebut jasa dengan dalih bahwa mereka telah beriman dan mengikuti nabi SAW. Dengan cara itu, orang Badui marasa telah memberi nikmat kepada Nabi Saw dengan masuknya mereka sebagai orang beriman. Allah Ta`ala dengan tegas menolak ucapan mereka, karena mereka mengucap kaa-kata yang belum masuk dalam hati, sehingga belum disebut manusia beriman secara sempurna. dengan demikian, belum termasuk iman kamil (sempurna) walaupun keimanan itu di ucapkan berkali-kali dalam mulud. Bahkan ucapan demikian cenderung menjadi ciri kemunafikan. Mengaku beriman padahal sesungguhnya tidak beriman. Orang yang mengatakan dengan mulud, apa yang tidak terkandung dalam hati disebut “lebih dekat dekat pada kekafiran daripada keimanan”. Firman Allah Ta’ala dalam QS. Ali-Imran / 3 ayat 167 : Yang artinya : Mereka berkata : “ Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu”. Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahuinya apa yang mereka sembunyikan”.
Pengguna “….” yakni mulud-mulud mereka, bukan “….”(tidak mereka) untuk mengsyaratkan apa yang mereka suarakan kosong dari makna. Itu sbabnya tidak ada dalam hati. Al-Thabarsy memaknai “lebih dekat pada kekafiran daripada keimanan” dengan munafik Sesungguhnya mereka terpisah antara ucapan lisn dan hati, dengan berkata: “Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu (Muhammad Saw), tetapi menurud kami perang tidak akan terjadi, karena itu kami tidak ikut. Hal ini diungkapkan dengan kasus gagalnya perang Uhud yang menunjukan siapa yang nyata beriman, dan siapa yang munafik. Perkataan mereka itu hanya di mulud, tidak ada dalam hati, karena didalam hati mereka sebenarnya yakni akan ada perang.
BAB 3 PROSES KEIMANAN SESEORANG Orang-orang mukmin yang mantap imannya hanyalah mereka yang membuktikan pengakuan iman mereka dengan perkataan dan perbuatan. Oleh karena itu, tasbdiq dalam hati agar sempurna perlu didukung oleh Ma’rifat (ilmu) yang benar agar perbuatan tidak menyimpang dari sitem aturan Allah. Sekarang bagaimana proses iman itu sendiri dalam hati tersebut. Firman Allah dalam QS. Al-Anfal / 8 ayat 2 ; Yang artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apa bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayay-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal”. Sesungguhnya orna mukmin sejati jika disebut nama Allah, gemetar hati mereka karena sadar akan kekuasaan. Hal ini sejalan dengan ayat : “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram (QS. Al-Ra’du / 13 ayat 28). Orang beriman menjawab: “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung” (QS .Ali-Imran / 3 ayat 173). Melalui iman tersebut, bertambahlah keimanan mereka, bukan semakin takut kepada musuh. Hal ini dapat dipahami dari pernyataan Nabi Ibrahim A.S. dalam QS. Al-Baqarah / 2 ayat 260 : Yang artinya : Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati”. Allah berfirman “Belum yakinkah kamu?”. Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)”.
Dalam banyak hal, seseorang telah percaya tetapin merasa kurang mantap karena belum mengetahuinya. Oleh karena itu, orang mukmin yang gemetar hatinya lalu bertambah imannya ketika mendengar atau membaca ayat-ayat Al-Qur’an, jika mereka memahami tentang isi yang dibacanya. Firman Allah Ta’ala dalam QS. Al-Fath / 48 ayat 4 : Yang artinya “Dia-lah yang menurunkan ketenangan kedalam hati orang-orang mu’min supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. bertambahnya iman, menunjuknan bahwa iman itu bertambah atau berkurang. Keimanan yang bertambah atau berkurang itu dapat dibuktikan dari amal perbuatan seseorang, (QS. Ali-Imran /3 ayat 173).
BAB 4 BERIMAN KEPADA ALLAH DAN RASUL-NYA Islam menempatkan syahadatain sebagai pintu gerbang bawah seseorang telah memiliki akidah Islam. Syabhadatain merupakan kunci pembuka pintu masuk ke dalam wilayah islam. Konsekwesi dari dua kalimat syahadat adalah menerima hukum-hukum allah dan Rasul-Nya. Kita sudah hapal dua kalimat syahadat,akan tetapi banyak yang blum tahu konsekkuesinya. Ketika seseorang akan masuk islam, maka ia harus mengucapkan dua kalimat syahadat.”aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain allah,dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu utusan allah “. Akan tetapi ,pemahaman kita yang terbatas pada pengakuan adanya Allah tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap perilaku kita .kita masih banyak yang takut kepada selain Allah .kita masih banyak yang percaya kepada Allah juga dapat menentukan nasip hidup kita. Kita tidak merasa bahwa segala kejadian yang muncul di muka bumi ini adalah ats dasar kehendak dan hukum ketepatan dari Allah. Apabila ada orang sakit,kemudian ia hanya mengucapkan berkali-kali “kina… kina… kina” walaupun sampai beribu-ribu tetapi tidak memakan nya maka tidak akan berfaedah ucapan tersebut. Demikian pula dua kalimat syahadat, tidak akan bermanfaat jika hanya diucapkan tetapi tidak merasakan maknanya atau memahami tanggung jawab ikrar tersebut. Jadi, ucapan itu harus meresap kedalam hati nurani dan yakin benar bersaksian diri sendiri itu berkaitan dengan tanggung jawab sendiri atas apa yang diperbuat, sehingga kalimat syahadat mencegah kita melakukan suatu perbuatan syirik, kecil maupun besar. Meskipun orang percaya pada keesaan Allah, tetapi banyak terbenam dalam lumpur syirik dan kekufuran akibat dari kebodohan memahami ucapan kalimat syahadat.
Dalam kalimt “Laa ilaaha illa Allah” mengandung arti bahwa Allah tidak berhajat kepada seseorang, sedangkan yang lain behajat kepada Allah, terpaksa meminta-minta pertolongan Allah dalam segala urusan kehidupan mereka. Semua keadaan manusia yang sampai kepada kita semenjak masa yang paling lama dari sejarahnya, dan apa yang kita saksikan dari jejak-jejak umat sepanjang masa senatiasa menjadikan sesuatu sebagai Tuhannya dan disembahnya. Tetapi, manakala kejabilan (kebodohan) telah tersingkap dan cahaya ilmu dapat menembus kedalam hatinya, ia tahu bahwa semua benda yang disembah sebagai Tuhan yang keliru adalah nyata kelemahan dan tidak berdaya menolongnya. Jadi dalam kalimat syahadat, terdapat makna agung, diantaranya : 1. Konsepsi ketuhanan yang benar. Akal manusia tidak sanggup mengetahui alam yang luas ini awal dan kesudahannya, yang telah tercipta maupun yang belum, yang terjadi berulan-ulang, atau sekali saja, hal-hal baru mempesonakan akal manusia, kecuali Allah Ta’ala telah mengajarkannya; 2. Sifat-sifat ketuhanan semuannya tidak munkin terhimpun dalam dua atau lebih Dzat yang sama banyaknya, karna satu yang lainnya akan saling menguasainya
Jika anda melihat kosepsi ketuhanan kemudian melihat diri anda dan alam semesta, niscaya anda akan mengatakan tidak lah memiliki sifat-sifat tersebut, karena semuanya berhajat pada Allah Ta’ala. • Jika anda mendalami salah satu ilmu seperti ilmu fisika, ilmu kimia,ilmu falak,ilmau bumi, ilmu biologi, kedoktetran, maka iman dan keyakinan anda akan bertambah kuat dan terbuka bahwa tiap-tiap medan penyelidikan selalu ditemukan keagungan Allah pencipta segalanya. Kemudian,dampak dari pemahaman,kalimat syahadat yang benar dalam kehidupan manusia, yaitu : 1. Tidak munkin orang yang imannya benar akan menjadi seorang yang berpandangan sempit, karna Allah yang diimani itu adalah pencipta semua mahluk dan kehidupan yang luas; 2. Dapat melahirkan harga diri yang terhormat, karena ia tahu bahwa pemilik semua adalah Allah, sehingga apa yang diinginkan tinggal mengikuti hukum ketetapan yang ajarkan Allah; 3. Tidak ada jalan untuk mencapai keselamatan dan keberuntungan kecuali iman kepada Yang Maha Kuasa dan Maha Adil; 4. Tidak akan mudah dihinggapi rasa takut dan putus asa, merasa hilang harapan, karena Allah tiada terhingga pemberian-Nya; • Yang terpenting adalah menjadikan kita terikat dengan hukum-hukum Allah dan patuh kepada_Nya.
Sesungguhnya tidak ada penghalang antara Allah dan hamba-Nya kecuali dosa dan kebodohan hamba itu sendiri. Allah Maha Suci dan hanya dapat didekati dengan kesucian pula. Jika manusia ingin berkomunikasi dengan Allah, maka dia harus bersuci dari hadast. ketika ia akan shalat yang didalamnya terjalin komunikasi dengan Allah, ia harus berwudhu dahulu atau bertayamum agar bersuci diri. Jika memiliki hadast besar, maka sebelum ia berkomunikasi dengan Allah harus mandi terlebih dahulu. Ini menunjukan bahwa hanya manusia yang selalu menjaga kesucian yang dapat menembus hijab dengan Allah. Jadi yang membuka hijab itu bukan orang lain, bukan mahluk lain,tetapi diri kita sendiri. Akidah islam adalah akidah Rubbubiyah dan Uluhiyah yang tidak ada kebatilan baik datang dari depan maupun dari belakang. Akidah Rubbubiyah berkaitan dengan penciptan, yaitu kebaikan-kebaikan yang diberikan Allah. Konseb rabb adalah konsep pertama kali Tuhan memperkenalkan kepada Nabi Muhamad SAW. Misalny, dalam surat pertama kali turun al-Alaq ayat 1-5, menggunakan istilan dengan nama rabb,bukan dengan nama Allah. Artinya, yang pertama kali dikenalkan kebaikan Allah melaluai ciptaan-ciptaan-Nya. Sedangkan aqidah ulubiyah berkaitan dengan ibadah dan mohon pertolongan hanya kepada Allah. Setelah manusia paham akan kebaikan yang telah diberikan Allah, maka sudah sepantasnya manusia beribadah kepada Allah.
Tidak ada diri seorang sahabat Nabi, atau para imam maupun fuqabah berani menggeser dan mengubah aqidah Islam. Berbeda halnya dengan Agama Kristen, telah diubah oleh Santo Paulus, hingga sebutannya pun menjadi Kristen Paulus, bukan Kristen Isa Putra Maryam lagi. Padahal, dalam Al-Qur’an ditegaskan : “ Penciptaan Nabi Isa sama dengan penciptaan Nabi Adam” (QS.AL-Imran / 3 ayat 59). Sebenarnya, Isa Putra Maryam adalah tetap seperti nabi-nabi dan Rasul lainnya, bukan sebagai Tuhan sebagaimana yang menjadi akidah umat Kristen sekarang ini. Rasul itu mmpercayai apa yang diturunkan kepadanya dari Allah, begitu pula orang beriman, semuanya percaya pada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan utusan-Nya (mereka mengatakan) : “ Kami tidakmembeda-bedakan seorang pun di antara utusan-utusan Allah itu” (QS.Al-Baqarah / 2 ayat 285). Manusia tidak munkin mengetahui informasi tentang Allah,kecuali Allah sendiri mengemukakan sifst-sifst-Nya melalui wahyu-Nya. Percaya kepada Rasul merupakan awal pengenalan kepada Allah. Segala informasi berkenaan dengan Allah terkandung dalam kumpulan wahyu yang dibawakan melalui seorang Rasul Allah. Beriman kepada Allah merupakan hal yang pokok dan mendasar,merupakan dasar bagi keimanan selanjutnya. Jika seorang telah beriman kepada Allah, maka apa saja yang datang dari Allah akan diterimanya tanpa ragu. Tetapi hal itu tidak akan terjadi, kalau tidak menerima kehadiran Rasul Allah itu sendiri sebagai penyampai kebenaran dari Allah. Rasul adalah manusia pilihan yang menerima wahyu dari Allah untuk disampaikan kepada umatnya dan sekaligus sebagai contoh konkrit pribadi manusia yang baik. Rasul Allah ada yang dikisahkan dalam Al-Qur’an sehingga kita tahu nama-nama nya dan ada pula yang tidah di kisahan sehingga kemungkinan kita tidak tahu lama sekali (QS. Al-Mu’min / 40 ayat 78 dan QS. An- Nisa / 4 ayat 164). Sebab, tidak ada satu umat pun melainkan telah datang padanya suetu perinagtan yaitu seorang Rasul Allah (QS. Yunus /10 ayat 47 dan QS. Faatir / 35 ayat 24). Rasul untuk manusia diangkat dari kalangan manusia sendiri. Dasarnya bukan hanya untuk menyampaikan wahyu Allah melainkan mempraktekkan wahyu dalam kehidupan sehari-hari (QS. Al-Kahfi / 18 ayat 110 dan QS.Al-Furqan / 25 ayat 20). Perubahan manusia hanya munkin dilakukan dan diberi contoh oleh manusia sendiri. Sebab, jika tika begitu maka akan jauh dari realitas kemanusiaan. Akan tetapi, Rasul itu tentu bukan lagi seorang laki-laki biayasa, melainkan sudah pilihan Allah yang disuxikan (QS. Al- Ahzab / 33 ayat 40). Nabi Muhamad adalah Rasul terahir untuk seluruh umat manusia, menjadi rahmat bagi seluruh alam. Semua Rasul menyampaikan aqidah yang sama yaitu ketahuidan.
Aqidah Islam adalah ilmu tentang ke-Esa-an Allah. dalam bahasa Al-Qur’an dikenal dengan istilah abad. Abad diabil dari bahasa arab yang artinya tunggal. Dalam surat Al-Ikhlas / 112 ayat 1-4, disebutkan : Yang artinya: “Katakanlah bahwa dia (Allah) itu Ahad Allah tempat bergantungb Dia tidak beranak dan tidak diperanak. Dan tidak ada yang menyamai Dia” Allah itu Esa, Dialah Allah, tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan dia. Bagi Allah segala puji didunia dan di akhirat, bagi Allah segala penentuan, hanya kepada Allah kita semua akan dikembalikan (QS. Al-Qashshas / 28 ayat 62-63). Menurut Al-Qur’an, orang yang tidak meng-Esa-An Allah akan meyesal diakhirat, mereka ketika diadzhab kiranya ingin dahulu didunia menerima petunjuk. Petunjuk Allah hanya akan diberikan kepada mereka yang ingin petunjuk Allah. Allah maha tau siapa yang menutup diri dari hidayah atau siapa yang benar-benar ingin hidayah. Dalam hal ini sebenarnya tergantung pada manusianya. Orang yang tidak mempersekutukan Allah, hanya takut kepada Allah Yang Esa beriman pada ayat-ayat Allah, mereka adalah seorang muslim yang mukhlis (QS. Al-Mu’minun / 23 ayat 57-59). Allah itu maha melindungi, akan tetapi tidak ada yang dilindungi dari azab-Nya (QS. Al-Mu’minun / 23 ayat 88).
Allah itu Esa, Dia sekali-kali tidak mempunyai anak, jika ada lagi Tuhan selain Dia, maka masing-masing Tuhan akan membawa mahluk yang dicipta-Nya masing-masing seperti prasangka orang yang mengatakan Tuhan itu tiga atau lebih dari satu (QS. An-Mu’minun / 23 ayat 91). Allah pemberi cahaya kepada langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tidak tembus yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu didalam kaca itu seakan-akan bintang yang bercahaya seperti mutiara yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya yaitun poho zaitun yang tumbuh tidak sebelah timur dan tidak pula sebelah barat ( tumbuh dipuncak bukit sehingga dapat sinar matahari baik diwaktu terbit maupun diwaktu terbenam ), minyaknya saja hampir-hampir menerangi walaupun tidak disentuh api. Cahaya diatas cahaya berlapis-lapis. Allah membimbing kepada cahaya siapa yang dikehendaki-Nya ( QS. An-Nur / 24 ayat 35 ). Kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi, dan dia tidak mempunyai anak dan tidak ada sekutu bagi Allah dan kekuasaan-Nya itu. Dia telah menciptakan segala sesuatu dan menetapkan ukuran-ukuran dengan serapih-rapihnya. Akan tetapi masih banyak orang yang mengabil Tuhan-Tuhan selain Allah, yang Tuhan-Tuhan itu tidak menciptakan apapun, bahkan Tuhan-Tuhan itu sendiri diciptakan,tidak kuasa menolak kemudharatan, tidak kuasa mengabil kemanfaatan, tidak kuasa mematikan, tidak menghidupkan tidak pula membangkitkan (QS. Al-Furqan / 25 ayat 2-3).
BAB 5 BERIMAN KEPADA QADHA DAN QADAR Qadha dan qadar dibahas disini mengingat masih rentan orang memahami istilah tersebut. Pemahaman tentang qadho dan qadar itu akan berpengaruh terhadap sikap hidup manusia itu sendiri. Rukun iman yang lainnya, seperti iman kepada malaykat, kitab, dan hari akhir sudah bisa dimaklumi relatif tidak menimbulkan beragam penafsiran. Masalah qadho dan qadar dapat disatukan menjadi masalah taqdir. Masalah takdir termasuk diantara masalah-masalah filosofis yang amat pelik dan rumit yang semenjak abad pertama hijriyah telah menjadi bahan pembicaraan dikalangan pakar Muslim. Allah menciptakan manusia beserta akal, kemauan dan kemampuan. Karena dengan akal itu manusai dapat berfikir dan memilih, dengan kemauan dapat menentukan, dan dengan kemauan dapat melaksanakan. Semua itu karunia Allah, takdir Allah, kehendak Allah. Perhatikan surat al-Insan / 76 ayat 30 : Yang artinya : Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Manusia memiliki daya dan kekuatan bukan terpisah hanya karena dirinya sendiri melainkan karena ada ketetapannya dari Allah Ta’ala. Atas dasar itu pula bisa dipahami, agar manusia memahami ketetapan Allah. Oleh karena itu, manusia mempunyai tanggung jawab. Qadha artinya ketetapan, sedangkan qadar artinya batasan, ukuran. Kata “ukuran” seringkali menjadi makna yang hias (menyimpang) dalam pemahaman orang Islam. Akhirnya, orang Islam pasrah begitu saja. Sebenarnya, kata “ukuran” tidak menujukan pada pengertian detirministik (ukuran mati yang sudah dipatok dari sananya), tetapi yang dimaksud adalah terbatas. Semua ciptaan Allah memiliki ukuran berati memiliki batas.sedangkan Allah sendiri tidak terbatas. Perbedaan terpenting antara Allah dengan ciptaan-Nya adalah jika Allah mutlak tak terbatas, sedangkan ciptan-Nya relatif terbatas. Dalam Al-Qur’an, setiap yang diciptakan ada ukurannya masing-masing. Justru karena ukuran inilah, semua ciptaan Allah menjadi selaras dan seimbang. Firman-Nya dalam QS. Al-A’la / 87 ayat 1-3 :
Sucikanlah nama Tuhanmu Ynag Maha Tinggi, yang menciptakan dan menyempurnakan (pencipta-Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk. Firman-Nya dalam QS. Al-Qamar / 54 ayat 49 : Yang artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan setiap sesuatu menurut ukurannya. Jika sesuatu yang diciptakan tidak mengiringi ukuran, maka akan rusak dan menjadi kacau balau. Justru karena setiap mahluk termasuk manusia memiliki qadar (ukuran) masing-masing, maka semua berjalan dengan sempurna. Takdir adalah hukum ketetapan. Perpaduan antara qadha dan qadar melahirkan takdir. Kita harus memahami hukum ketetapan tersebut. Dalam setiap kejadian, ada hukum ketetapannya; ada takdirnya. Jadi takdir itu bukan rahasiaa Allah. Dan keliru kalau ada orang mengatakan bahwa takdir itu baru diketahui setelah terjadi. Sebab takdir itu sendiri sudah dijelaskan yang berarti sudah diketahui oleh manusia hukum ketetapannya, seperti kebaikan sekecil apapun akan dibalas pahala dan kejahatan sekecil apapun akan dibalas dosa. Yang dapat dirubah adalah posisi manusia, yang tadinya kafir dapat dipinda menjadi muslim; yang tadinya miskin dapat pindah menjadi kaya; tadinya bodoh dapat dipindah menjadi pinta. Perubahan tersebut, bukan merubah takdir,tapi merubah posisi manusianya. Pperubahan posisi manusia dapat dilakukan dengan cara ikhtiar manusia. Inilah yang dimaksud perubahan nasib. Jadi yang bisa diubah adalah nasib, bukan takdir. Sebab takdir itu, adalah hukum ketetapan dari segala yang diciptakan. Semua yang diciptakan , baik manusia, hewan, maupun alam semesta berjalan di atas takdir Allah. Kita ikhtiar dan berbuat sesuatu, supaya Allah memberi balasan yang lebih baik dari apa yang telah kita kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada kita. Perhatikan QS. An-Nur / 24 ayat 38 : • Yang artinya : (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka ( dengan balasan ) yang lebih baik dari pada yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rizki kepada siapa yang dikehendaki-Nya yanpa batas.
Yang artinya : (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka ( dengan balasan ) yang lebih baik dari pada yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rizki kepada siapa yang dikehendaki-Nya yanpa batas. Ketika kita berdo’a dan ikhtiar, kemudian berhasil, karena hukum ketetapan Allah telah membalasnya dengan keberhasilan. Demikian itu, takdirnya ikhtiar kita. Dalam ikhtir itu sendiri ada takdir-takdirnya. Jadi, takdir tidah dipertentangkan dengan ikhtiar. Ikhtiar bukan pula untuk merubah takdir, sebab takdir tidak dapat dirubah. Takdir itu berbeda dengan nasib, maka Allah akan mengubahnya. Jadi ikhtiar itu adalah upaya untuk mengubah nasib agar mendapatkan jalan takdir yang lebih baik. beriman kepada takdir melahirkan sikap positif, ulet bekerja dan terus ikhtiar. Manusia diberi kemampuan untuk memilih taqdir. Kemampuan memilih itu sendiri sudah taqdir Allah. Takdir berjalan atas penguasaan Allah. Takdir itu jalan yang pasti. Misal, takdir “A” dapat diperoleh dengan jalan “A” sedangkan takdir “Z” hanya dapat diperoleh dengan jalan “Z” pula. Jika kita ingin takdir “A” jangan berada pada jalan “Z”.
BAB 6 IMPLIKASI IMAN DALAM KEHIDUPAN Iman kamil yang sudah masuk kedalam hati, kemudian hati menjadi mantap berimplikasi terhadap kesucian itu sendiri diwujudkan dengan amal-amal Shaleh. Al-Qur’an mengingatkan dalam QS. Al-An’an / 6 ayat 82 : Yang artinya : Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukan iman mereka denga kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanna dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Ayat diatas sejalan dengan firman-Nya; “Jangan engkau campurkan antara yang baq danyang batbila’ (QS. Al-Baqarah / 2 ayat 42). Jadi mencampurkan iman dengan kedzaliman dapat bermakna “menukarkan”, sebagaimana menukarkan iman dengan kekafiran (QS. Ali-Imran / 3 ayat 177).hal itu pula dapat dilihat pada ayat (QS. Al-Baqarah / 2 ayat 108) : Yang artinya : “Apakah menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada zaman dahuli? Dan barangsiapa menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus”.
Dengan demikian, berarti janganlah menukarkan iman dengan kezdaliman. Oleh karena itu iman yang masuk perlu dijaga. (QS. Al-Hijurat / 49 ayat 7) : Perhatikan ayat-ayat berikut : Yang artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang menukar iman dengan kekafiran, sekali-kali mereka tidak akan dapat mendapat mudharat kepada Allah sedikitpun; dan bagin mereka azab yang pedih” (QS. Al-Maidah/3 ayat 177). Yang artinya: “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemunkaran Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar” (QS.An-Nahal / 16 ayat 106). Dari sini akan muncul dua kemunkinan; pertama iman yang naqis (sebagian) dan kedua iman yang kamil (sempurna).Al-Qur’an menyebutnya dengan iman yang tipis (QS. Al-Nisa / 4 ayat 46). Iman kamil yaitu iman yang bersih dari kezdaliman. Iman kamil dengan demikian, berimpilikasi pada perbuatan yang mengikuti sistem aturan Allah. Syyaid Quthub menggarisbawahib anugrah iman yang dinyatakan Allah pada surat Al-Hujurat ayat 17, “Sebenarnya Allah yang melimpahkan nikmat kepada kamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan”, adalah nikmat yang terbesar dianugrahi Allah kepada hamba-hambanya.