120 likes | 334 Views
KEBIJAKAN DAERAH DAN PERTANGGUNGJAWABANNYA DALAM HUKUM PIDANA. Oleh: DR. CHAIRUL HUDA, SH., MH. KRIMINALISASI KEBIJAKAN.
E N D
KEBIJAKAN DAERAH DAN PERTANGGUNGJAWABANNYA DALAM HUKUM PIDANA Oleh: DR. CHAIRUL HUDA, SH., MH.
KRIMINALISASI KEBIJAKAN Dalam berbagai kesempatan seringkali digunakan istilah “KRIMINALISASI KEBIJAKAN”, untuk menggambarkan kenyataan dalam praktek hukum yang mengkualifikasi tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pejabat negara/daerah tertentu, yang sebenarnya masih bersumber kepada “DISCRETIONARY POWER” sebagai “TINDAK PIDANA”; Istilah tersebut secara akademis bukan merupakan istilah yang tepat, sekalipun cukup populer. Dalam ilmu hukum, istilah “KRIMINALISASI” tertutama tertuju pada proses penetapan dalam undang-undang suatu perbuatan sebagai tindak pidana. “KRIMINALISASI” tertuju pada pelaksanaan “LEGISLATIVE POLICY”, jadi bukan “JUDICATIVE POLICY”; Dalam konteks pelaksanaan “OTONOMI DAERAH”, disinyalir berbagai “KEBIJAKAN DAERAH” juga dikualifikasi sebagai tindak pidana, seperti banyaknya Kepala Daerah dan/atau Pimpinan/Anggota DPRD yang diadili karena APBD yang ditetapkannya;
KEBIJAKAN DAERAH UU 32/2004 menggunakan terminologi “KEBIJAKAN DAERAH”, dimana dalam Penjelasan Umum butir 7 ditentukan: “Penyelenggara pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban dan tanggungjawabnya serta atas kuasa peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan KEBIJAKAN DAERAH yang dirumuskan antara lain dalam Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan ketentuan daerah lainnya. KEBIJAKAN DAERAH tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum serta Peraturan Daerah lainnya.” Setiap tindakan aparatur daerah yang masuk kualifikasi KEBIJAKAN DAERAH tidak dapat dinilai berdasarkan HUKUM PIDANA (dan Hukum Perdata), sesuai hasil Rapat Kerja/Lokakarya Hakim-Hakim Agung di Makassar tahun 2003;
BENTUK KEBIJAKAN DAERAH “KEBIJAKAN DAERAH” diantaranya dapat berwujud dua bentuk tindakan: Kebijakan Daerah dalam bentuk Pembuatan Peraturan Daerah; Kebijakan Daerah dalam bentuk Pembuatan Keputusan Daerah; Aparatur Daerah yang merumuskan, mengusulkan, membahas, dan karenanya menetapkan Peraturan Daerah (PERDA) dan keputusan kepala daerah pada dasarnya tidak dapat dimintai pertanggungjawaban dari segi HUKUM PIDANA;
Membuat Kebijakan Daerah tidak dapat dipidana PERDA misalnya sebagai Kebijakan Daerah adalah peraturan perundang-undangan, yang berada dalam tata urutan peraturan (algemene verbindende voorschriften). Mebuat PERDA (wetgeving) bukan perbuatan “ORANG” tetapi perbuatan “PEJABAT” yang melakukan “BESTUUR”. Sedangkan subyek hukum pidana (termasuk dalam TINDAK PIDANA KORUPSI) adalah “ORANG” atau “KORPORASI” dan bukan “PEJABAT”; Pejabat yang “KELIRU” atau “SALAH” membuat peraturan, termasuk dalam membuat PERDA, misalnya karena bertentangan dengan “KEPENTINGAN UMUM” atau bertentangan dengan “PERATURAN YANG LEBIH TINGGI” atau bertentangan dengan “PERDA LAINNYA”, hanya dapat dikoreksi/dipertanggungjawabkan dalam “LEGAL NORM CONTROL MECHANISM”, yaitu melalui: POLITICAL CONTROL; ADMINISTRATIVE CONTROL; JUDICIAL CONTROL;
LEGAL NORM CONTROL MECHANISM TERHADAP PERDA POLITICAL CONTROL terhadap Perda/Keputusan Kepala Daerah dilakukan melalui menolak pertanggungjawaban Kepala Daerah, atau melalui pengawasan/pengendalian lembaga politik; ADMINISTRATIVE CONTROL terhadap Perda/Keputusan Kepala Daerah dapat dilakukan dengan evaluasi dan pembatalan Perda/Keputusan Kepala Daerah oleh eksekutif (Presiden/Mendagri); JUDICIAL CONTROL terhadap Perda/Keputusan Kepala Daerah dilakukan dengan Uji Materil kepada Mahkamah Agung/Pengadilan Tata Usaha Negara; Sepanjang tidak ada upaya-upaya diatas, maka Kebijakan Daerah yang katakanlah “SALAH” atau “KELIRU” tetap berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat sebagai “HUKUM”
KEBIJAKAN DAERAH DAN KORUPSI MELAWAN HUKUM dan PENYALAHGUNAAN WEWENANG dalam tindak pidana korupsi tidak dapat terjadi karena membuat PERDA/Keputusan Kepala Daerah; MELAWAN HUKUM berarti berbuat yang BERTENTANGAN DENGAN HUKUM. Membuat PERDA tidak mungkin BERTENTANGAN DENGAN HUKUM karena hal itu berarti MEMBUAT HUKUM, yang dapat dilawan dengan LEGAL NORM CONTROL MECHANISM; PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN berarti menggunakan kewenangan tidak sesuai dengan tujuan adanya kewenangan itu sendiri (DETEOURMEMENT DE PROUVOIR), karena itu membuat PERDA merupakan “menggunakan kewenangan”yang kalaupun SALAH atau KELIRU hanya dapat dilawan dengan LEGAL NORM CONTROL MECHANISM
KEBIJAKAN DAERAH dalam bentuk Keputusan Bentuk KEBIJAKAN DAERAH selain membuat peraturan (regeling) adalah membuat keputusan (beschikking); Tidak semua beschikking yang SALAH atau KELIRU merupakan suatu perbuatan bersifat MELAWAN HUKUM atau PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN dalam Tindak Pidana Korupsi; Melawan hukum adalah berbuat bertentangan dengan hukum, yaitu berbuat tanpa dasar hukum. Dasar hukum berbuat “PEJABAT” ada yang ditentukan dalam UU ada yang tidak, yang dikenal dengan DISKRESI; Pembuatan KEPUTUSAN yang merupakan penggunaan kewenangan yang diberikan UU yang SALAH atau KELIRU, hanya dapat dilawan dengan mengajukakan GUGATAN kep PTUN; Pembuatan KEPUTUSAN yang bersumber dari DISCRETIONARY POWER yang hanya dapat dinilai dari ALGEMENE BEGINSELEN VAN BEHOORLIJK BESTUUR (FREIES ERMESSEN);
Pembuatan Keputusan dan Korupsi Pembuatan keputusan yang SALAH atau KELIRU yang dapat dinilai sebagai PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN dalam TINDAK PIDANA KORUPSI adalah penggunaan kewenangan yang dasarnya ditentukan dalam UU yang tidak sesuai dengan keputusan itu, yang ditujukan untuk MENGUNTUNGKAN DIRI SENDIRI, ORANG LAIN atau KORPORASI; Pemeriksaannya DUA TINGKAT, (1) dinyatakan oleh PTUN sebagai detourmement de prouvoir sehingga keputusan tersebut TIDAK SAH atau BATAL, dan (2) kemudian baru dibuktikan hal itu dilakukan dengan maksud menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi oleh pengadilan pidana.