1.16k likes | 2.16k Views
Pengertian Hukum Pidana (1) Prof. Moeljatno. Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yg berlaku di suatu negara, yg mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk :1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yg tidak boleh dilakukan, yg dilarang, dg disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tsb; ? Criminal Act 2) menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yg telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebaga9459
E N D
1. HUKUM PIDANA HPI 10102
3 SKS
TOPO SANTOSO, SH.MH
2. Pengertian Hukum Pidana (1)Prof. Moeljatno Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yg berlaku di suatu negara, yg mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk :
1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yg tidak boleh dilakukan, yg dilarang, dg disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tsb; ? Criminal Act
2) menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yg telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yg telah diancamkan ; ? Criminal Liability/ Criminal Responsibility
1) dan 2) = Substantive Criminal Law / Hukum Pidana Materiil
3) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tsb. ? Criminal Procedure/ Hukum Acara Pidana
3. Pengertian Hukum Pidana (2)Prof. Pompe Hukum Pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah macamnya pidana itu
4. Pengertian Hukum Pidana (3)Prof. Simons Hukum Pidana adalah kesemuanya perintah-perintah dan larangan-larangan yang diadakan oleh negara dan yang diancam dengan suatu nestapa (pidana) barangsiapa yang tidak mentaatinya, kesemuanya aturan-aturan yg menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan untuk mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan pidana tersebut.
5. Pengertian Hukum Pidana (4)Prof. Van Hamel Hukum Pidana adalah semua dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde) yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut
6. Pembagian Hukum Pidana Hukum Pidana Materiil (Hukum Pidana) Hukum Pidana Formil (Hukum Acara Pidana)
7. Ilmu Hukum Pidana & Ilmu-ilmu lainnya Kriminologi : 0byek studinya --> kejahatan, penjahat, reaksi masyarakat terhadap kejahatan & penjahat
Kriminalistik :
Ilmu Forensik:
Psikiatri Kehakiman :
Sosiologi Hukum :
8. KUHP dan Sejarahnya Andi Hamzah
- Jaman VOC
- Jaman Hindia Belanda
- Jaman Jepang
- Jaman Kemerdekaan Utrecht
-Jaman VOC
-Jaman Daendels
-Jaman Raffles
-Jaman Komisaris Jenderal
-Tahun 1848-1918
-KUHP tahun 1915 -sekarang
9. Jaman VOC Statuten van Batavia
Hk. Belanda kuno
Asas2 Hk. Romawi
Di daerah lainnya berlaku Hukum Adat
mis. Pepakem Cirebon
10. Jaman Hindia Belanda Dualisme dalam H. Pidana
1. Putusan Raja Belanda 10/2/1866 (S.1866 no.55) --> Orang Eropa
2. Ordonnantie 6 Mei 1872 (S.1872) --> Orang Indonesia & Timur Asing
Unifikasi :
Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch - Indie
- Putusan Raja Belanda 15/10/1915 Berlaku 1/1/1918 disertai
- Putusan Raja Belanda 4/5/1917 (S.1917 no. 497) : mengatur peralihan dari H. Pidana lama --> H. Pidana baru.
11. Jaman Jepang WvSI masih berlaku
Osamu Serei (UU) No. 1 Tahun 1942, berlaku 7/3/1942
H. Pidana formil yang mengalami banyak perubahan
12. Jaman Kemerdekaan (1) UUD 1945 Ps. II Aturan Peralihan
Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini
13. Jaman Kemerdekaan (2) UU No. 1 Tahun 1946 : Penegasan tentang Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia
Berlaku di Jawa-Madura (26/2/1946)
PP No. 8 Tahun 1946 : Berlaku di Sumatera
UU No. 73 Tahun 1958 : “ Undang-undang tentang menyatakan berlakunya UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk seluruh wilayah RI dan mengubah Kitab Undang-undang Hukum Pidana”
14. SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA DI INDONESIA KUHP (beserta UU yang merubah & menambahnya)
UU Pidana di luar KUHP
Ketentuan Pidana dalam Peraturan perundang-undangan non-pidana
15. KUHP Buku I : Ketentuan Umum (ps 1 – ps 103)
Pasal 103 ? Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku I juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain
Buku II : Kejahatan (ps 104 – 488)
Buku III : Pelanggaran (ps 489 – 569)
16. Beberapa UU yang merubah & menambah KUHP (1) UU No.1/1946 : berlakunya KUHP, perubahan beberapa istilah, penghapusan beberapa pasal, penambahan pasal-pasal baru : Bab IX - XVI
UU No. 20/1946 : tambahan jenis pidana Ps 10 a KUHP --> pidana Tutupan
UU drt No. 8/1955 : menghapus Ps 527
UU No. 73/1958 : menyatakan UU No. 1/1946 berlaku di seluruh Indonesia, tambahan Ps 52a, 142a, 154a
UU drt No. 1/1960 : menambah ancaman pidana dari Ps 188, 359, 360 menjadi 5 Tahun penjara atau 1 tahun kurungan
17. Beberapa UU yang merubah & menambah KUHP (2) Perpu No. 16/1960 : penambahan nilai terhadap beberapa kejahatan ringan : Ps 364, 373, 379, 384, 407 (1)
Perpu No. 18/1960 : pidana denda dilipatgandakan 15 X
UU No. 1/PNPS/1965 : tambahan Ps 156 a
UU No. 7/1974 : tambahan sanksi untuk judi Ps 303 menjadi 10 juta & denda 25 juta, Ps 542 (1) menjadi Kejahatan, Ps 303 bis pidana menjadi 4 tahun, denda 10 juta.
UU No. 4/1976 perubahan dan penambahan tentang Kejahatan penerbangan : Ps 3, Ps 4 angka 4, Ps 95a, 95b,95c, Bab XXIX A.
UU No. 20/2001 : menghapus pasal-pasal tentang korupsi dari KUHP
18. Pembaharuan Hukum Pidana RUU KUHP Nasional Sejarah Penyusunan
Metode & Sumber penyusunan
Beberapa asas yg berubah
Tindak pidana2 baru
Pasal-pasal kontroversial
19. UU Pidana di luar KUHP UU Anti Subversi, UU No. 11/PNPS/1963 (Sudah dihapus)
UU Pemberantasan T.P. Korupsi, UU No. 20/2001 jo UU No. 31/1999
UU Tindak Pidana Ekonomi, UU No. 7/drt/1955
Perpu 1/2002 ? UU 15/2003 Anti Terorisme
UU Money Laundering
20. Contoh UU non pidana yang memuat sanksi pidana UU Lingkungan
UU Pers
UU Pendidikan Nasional
UU Perbankan
UU Pajak
UU Partai Politik
UU pemilu
UU Merek
UU Kepabeanan
UU Pasar Modal
21. Hukum Pidana Umum & Khusus H. Pidana Umum
1. H.Pidana non militer
2. KUHP & UU yg merubah & menambahnya
3. H. Pidana yg. Berlaku umum (KUHP, TPE,TPK, TPS, dll) H. Pidana Khusus
1. H. Pidana militer
2. TPE,TPK,TPS, H.Pid. militer, H.Pid. Fiskal
3. UU non pidana yg. Bersanksi pidana
22. Pasal 1 KUHP (1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya.
(2) Jika ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan .
23. ASAS YG TERCAKUP DLM PASAL 1 (1) KUHP Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali :
Tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu peraturan yg terlebih dahulu menyebut perbuatan yang bersangkutan sebagai suatu delik dan yang memuat suatu hukuman yg dapat dijatuhkan atas delik itu
24. Asas-asas dalamPasal 1 ayat (1 ) KUHP 1. Asas Legalitas
2. Asas Larangan berlaku surut
3. Asas Larangan
penggunaan Analogi
25. ASAS LARANGAN BERLAKU SURUT Undang-undang pidana berjalan ke depan dan tidak ke belakang :
X ?--------- UU Pidana -------------?
26. Larangan berlaku surut (dan pengecualiannya) dalam berbagai ketentuan Nasional
Ps 28i UUD 1945
Ps 18 (2) dan Ps 18 (3) UU No. 39 Tahun 1999
Ps 43 UU No. 26 Tahun 2000
Perpu 1/2002 & 2/2002 ? UU 15/2003 ; UU 16/2003
Internasional
Ps 15 (1) dan (2) ICCPR
Ps 22, 23, dan 24 ICC
27. Ps 28i UUD 1945 “… hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.”
28. UU No. 39/ 1999 ttg HAM Ps 18 (2)
Setiap orang tidak boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum tindak pidana itu dilakukan Ps 18 (3)
Setiap ada perubahan dalam peraturan perundang-undangan maka berlaku ketentuan yang paling menguntungkan bagi tersangka
29. UU No. 26/ 2000 ttg Pengadilan HAM (bisa berlaku surut ?) (1) Pelanggaran hak asasi manusia yg. Berat yg. Terjadi sebelum diundangkannya UU ini, diperiksa dan diputus oleh pengadilan HAM ad hoc.
(2) Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk atas usul DPR Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu dg. Keputusan presiden. Penjelasan Ps 43 (2)
“ Dalam hal DPR Indonesia mengusulkan dibentuknya Pengadilan HAM ad hoc, DPR Indonesia mendasarkan pada dugaan telah terjadinya pelanggaran HAM yang berat yg dibatasi pada locus dan tempus delicti tertentu yg terjadi sebelum diundangkannya undang-undang ini.
30. UU Anti Terorisme dan Putusan MK MK membatalkan ketentuan berlaku surut dalam UU Anti Terorisme krn bertentangan dengan UUD 1945
31. PENAFSIRAN & ANALOGI Penafsiran :
Otentik
Sistematis
Gramatikal
Historis
Sosiologis
Teleologis
Ekstensif Penafsiran Ekstensif Vs Analogi ?
Putusan HR 23 Mei 1921 (kasus pencurian listrik di Gravenhage)
Putusan Rechtbank Leeuwarden, 10 Des 1919 (pencurian sapi)
Taverne Vs para sarjana pidana lainnya (Van Hattum, Simons, Zevenbergen, Van Hamel)
32. Pendapat Scholten (dan juga Utrecht) (1) Pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara penafsiran ekstensif dan analogi. Dalam kedua hal itu hakim membuat konstruksi , yaitu membuat (mencari) suatu pengertian hukum yang lebih tinggi. Hakim membuat suatu kaidah yang lebih tinggi dan yang dapat dijadikan dasar beberapa ketentuan yang mempunyai kesamaan.
Mis.
Mengambil = mengadakan suatu perbuatan yang bermaksud memindahkan sesuatu benda dari tangan yang satu ke tangan yang lain
33. Pendapat Scholten (dan juga Utrecht) (2) PENAFSIRAN EKSTENSIF
Hakim meluaskan lingkungan kaidah yang lebih tinggi sehingga perkara yang bersangkutan termasuk juga di dalamnya ANALOGI
Hakim membawa perkara yang harus diselesaikan ke dalam lingkungan kaidah yang lebih tinggi
34. Pasal 1 ayat (2) KUHP -+-----------+---------------+---->
UU Perbuatan Perubahan UU
Perubahan UU ? …………….
Teori : (1) Teori formil (2) Teori materiil terbatas (3) Teori materiil tidak terbatas
Paling menguntungkan ? …………..
Terserah pada praktek & hanya dapat ditentukan untuk masing2 perkara sendiri (in concreto). Hal ini tidak dapat ditentukan sec. Umum (in abstracto)
Periksa : Utrecht h.228
35. Perubahan UU yg dimaksud Pasal 1 (2) KUHP Teori Formil :Ada perubahan undang-undang kalau redaksi undang-undang pidana berubah (simons)
? ditolak oleh Putusan HR 3 Des 1906 , kasus ps 295 sub 2 KUHP, batas dewasa 23 ? 21 tahun dlm BW
Teori Materiil Terbatas : Tiap perubahan sesuai dg suatu perubahan perasaan (keyakinan) hukum pada pembuat undang-undang (jadi tidak boleh diperhatikan perubahan keadaan karena waktu)
Teori Materiil tidak Terbatas : tiap perubahan – baik dalam perasaan hukum dari pembuat undang-undang maupun dalam keadaan karena waktu – boleh diterima sebagai suatu perubahan dalam undang-undang
? Sesuai HR 5 Des 1921
36. Tempus delicti penting diketahui dalam hal2 : Kaitannya dg Ps 1 KUHP
Kaitannya dg aturan tentang Daluwarsa
Kaitannya dg ketentuan mengenai pelaku tindak pidana anak : Ps 45,46,47 KUHP atau UU Pengadilan Anak
37. Teori2 Tempus Delicti 1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de lichamelijke daad)
2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de leer van het instrumen)
3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)
4. Teori waktu yg jamak (de leer van de meervoudige tijd)
38. Teori2 Locus Delicti 1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de lichamelijke daad)
2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de leer van het instrumen)
3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)
4. Teori Tempat yg jamak (de leer van de meervoudige tijd)
39. Locus delicti penting diketahui dalam hal2 : Hukum pidana mana yang akan diberlakukan
- H. Indonesia atau H. negara lain
Kompetensi relatif suatu pengadilan
- contoh : PN Jakarta Selatan atau PN Bogor
40. Teori mana yg dipilih ? Van Hamel, Simons :
Bergantung sifat dan corak perkara konkret yang hendak diselesaikan
Hazewinkel-Suringa, Zevenbergen, Noyon-Langemejer :
Mempergunakan 3 teori sec teleologis
Periksa buku Utrecht hal 239
41. Surabaya Semarang Cirebon---- racun --> ----diminum ---> ----- mati A --> B B B Meervoudige locus delicti
Hakim diberi kemerdekaan memilih diantara 3 locus delicti ini
Lihat --> Keputusan Hoge Raad 2/1/1923 w.Nr.1108
42. Asas2 Berlakunya Hukum Pidana (1) Asas Teritorialitas/ wilayah :
Ps 2 --> Ps 3 KUHP --> Ps 95 KUHP , UU No 4/1976
Asas Nasionalitas Pasif/ perlindungan : Ps 4 :1,2 dan 4 --> Ps 8 KUHP , UU No. 4/1976 , Ps 3 UU No. 7/ drt/ 1955 Lihat Ps 16 UU 31/1999
Asas Personalitas/ Nasionalitas Aktif :
Ps 5 KUHP --> Ps 7 KUHP --> Ps 92 KUHP
Asas Universalitas :
Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976
“melakukan kejahatan ttg mata uang, uang kertas negara atau uang kertas Bank”
43. Asas2 berlakunya H. Pidana : Beberapa masalah ! Wilayah Indonesia ?
Kapal :
a) kapal Indonesia
b) kapal perang
c) kapal dagang
Prinsip ius passagii innoxii
Asas Universalitas :
- Kejahatan Terorisme ?
- Kejahatan HAM berat ?
44. Asas2 Berlakunya H. Pidana : Pengecualian (2) Ps 9 KUHP : Hukum publik internasional membatasi berlakunya Ps 2,3,4,5, 7, dan 8 KUHP
Termasuk yg memiliki imunitas h.pidana : Sesuai perjanjian Wina 18/4/1961
Yg memiliki imunitas :
1) Kepala-kepala negara & keluarganya (sec. resmi, bukan incognito/singgah)
2) Duta negara asing & keluarganya --> konsul : tergantung traktat antar negara.
3) Anak buah kapal perang asing : termasuk awak kapal terbang militer
4) Pasukan negara sahabat yg berada di wilayah negara atas persetujuan negara
45. Tindak Pidana (1) Istilah, Definisi, & jenis2 Tindak Pidana
Subyek Tindak Pidana
Cara merumuskan & Unsur-unsur Tindak Pidana
46. Tindak Pidana (2)Istilah Strafbaar feit
Perbuatan pidana
Peristiwa pidana
Tindak pidana
Delict / Delik
Criminal act
Jinayah
47. Tindak Pidana (3)Definisi Simons : “kelakuan yg diancam dg pidana, yg bersifat melawan hukum yg berhubungan dg kesalahan & dilakukan oleh orang yg mampu bertanggung jawab”
Van Hamel : “kelakuan manusia yg dirumuskan dalam UU, melawan hukum, yg patut dipidana & dilakukan dg kesalahan”
Vos : “suatu kelakuan manusia yg oleh per UU an diberi pidana; jadi suatu kelakuan manusia yg pada umumnya dilarang & diancam dengan pidana”
Aliran Monistis ………...
Aliran Dualistis …………..
48. Tindak Pidana (4)Pembagian Tindak Pidana (Jenis Delik) Delik Kejahatan & Delik pelanggaran
Delik Materiil & Delik Formil
Delik Komisi & Delik Omisi
Delik Dolus & Delik Culpa
Delik Biasa & Delik Aduan
Delik yg Berdiri sendiri & Delik Berlanjut
Delik Selesai & Delik yg diteruskan
Delik Tunggal & Delik Berangkai
Delik Sederhana & Delik Berkualifikasi; Delik Berprivilege
Delik Politik & Delik Komun (umum)
Delik Propia & Delik Komun (umum)
Pembagian delik menurut kepentingan yg dilindungi :
Lihat judul-judul bab pada Buku II dan Buku III KUHP
49. Jenis Delik (1) Kejahatan
(misdrijf)
dlm. MvT : sebelum ada UU sudah dianggap tidak baik (recht-delicten)
Hazewinkel-Suringa : tidak ada perbedaan kualitatif, hanya perbedaan kuantitatif
a) Percobaan : dipidana
b) Membantu : dipidana
c) Daluwarsa : lebih panjang
d) Delik aduan : ada
e) Aturan ttg Gabungan berbeda
KUHP : Buku II Pelanggaran
(overtreding)
dlm MvT : baru dianggap tidak baik setelah ada UU (wet delicten)
Perbedaan dg kejahatan:
a) Percobaan : tidak dipidana
b) Membantu : tidak dipidana
c) Daluwarsa : lebih pendek
d) Delik aduan : tidak ada
e) Aturan ttg Gabungan berbeda
KUHP : Buku III
50. Jenis Delik (2) D. Materiil : Yang dirumuskan akibatnya --> Ps 338, Ps 187, dll
D. Komisi : melanggar larangan dg perbuatan aktif
D. Dolus : delik dilakukan dg sengaja, mis. Ps 338, Ps 351
D. Formil : yang dirumuskan bentuk perbuatannya --> Ps 362, Ps 263, dll
D. Omisi : melakukan delik dg perbuatan pasif
a) D. Omisi murni : melanggar perintah dg tidak berbuat, mis. Ps 164, Ps 224 KUHP
b) D. Omisi tak murni : melanggar larangan dg tidak berbuat, mis Ps 194 KUHP
D. Culpa : Delik dilakukan dg kealpaan, mis. Ps 359, Ps 360
51. Jenis Delik (3) D. Biasa : penuntutannya tidak memerlukan pengaduan, mis. Ps 340, Ps 285 D. Aduan : penuntutannya memerlukan pengaduan, mis. Ps 310, Ps 284
52. Tindak Pidana (5)Subyek Manusia (natuurlijk personen)
a) syarat merumuskan : “Barangsiapa ….”
b) hukuman : mati, penjara, kurungan, dll (Ps 10 KUHP)
c) Hukum Pidana disandarkan pada kesalahan orang Korporasi
UU TPE
UU Pemberantasan T.P. Korupsi
Draft RUU KUHP
adanya kebutuhan untuk memidana korporasi
Korporasi ?
Badan hukum ?
53. Tindak Pidana (6)Cara Merumuskan Tindak Pidana Disebutkan unsur-unsurnya & disebut kualifikasinya --> mis, Ps 362 KUHP
disebutkan kualifikasinya tanpa disebut unsur-unsurnya --> mis. Ps 184, Ps 297, Ps 351
disebutkan unsur-unsurnya, tidak disebut kualifikasinya --> mis. Ps 106, Ps 167, Ps 209
54. Tindak Pidana (6)Unsur-unsur (van Bemmelen) Di dalam perumusan (bagian)
dimuat dalam surat dakwaan
semua syarat yg dimuat dalam rumusan delik merup-akan bagian-bagian, sebanyak itu pula, yg apabila dipenuhi membuat tingkah laku menjadi tindakan yg melawan hukum
1. Tingkah laku yg dilarang
2. Bagian subyektif : kesalahan, maksud, tujuan, niat, rencana, ketakutan
3. Bagian obyektif : secara melawan hukum, kausalitas, bagian2 lain yg menentukan dapat dikenakan pidana (syarat tambahan; keadaan)
4. Bagian yg mempertinggi dapatnya dikenakan pidana
Di luar perumusan (unsur) : syarat dapat dipidana
1. Secara melawan hukum
2. Dapat dipersalahkan
3. Dapat dipertanggungjawabkan
55. Tindak Pidana (7)Unsur-unsur (Prof. Moeljatno) a. kelakuan dan akibat ( = perbuatan)
b. hal ikhwal atau keadaan yg menyertai perbuatan
c. keadaan tambahan yg memberatkan
d. unsur melawan hukum yg obyektif
e. unsur melawan hukum yg subyektif
56. Tindak pidana (8)Unsur-unsur Unsur2 dalam perumusan
A. Unsur Obyektif
- perbuatan (aktif/pasif)
- akibat
- melawan hukum
- syarat tambahan
- keadaan
B. Unsur Subyektif
- kesalahan :
(a) sengaja
(b) kealpaan
- keadaan
Unsur2 di luar perumusan
- secara melawan hukum
- dapat dipersalahkan
- dapat dipertanggungjawab kan
57. Contoh unsur2 dalam rumusan tindak pidana (1) Pasal 362 KUHP
barangsiapa
mengambil
barang
- yg sebagian/ seluruhnya kepunyaan orang lain
dengan maksud memiliki
secara melawan hukum
Pasal 338 KUHP
barangsiapa
dengan sengaja
menghilangkan nyawa orang lain
58. Contoh unsur2 dalam rumusan tindak pidana (2) Pasal 285
barangsiapa
dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan
memaksa
seorang wanita
bersetubuh dengan dia
di luar perkawinan Pasal 259
barangsiapa
karena kealpaannya
menyebabkan orang lain mati
59. Contoh unsur2 dalam rumusan tindak pidana (3) Pasal ……. Pasal …...
60. KESALAHAN Pengertian
1. Dapat dipersalahkan
2. Arti luas : Dolus & culpa
3. Arti sempit : culpa
61. Dolus/ opzet/ sengaja (1) Apakah sengaja itu ?
Sengaja = willens (dikehendaki) en wetens (diketahui) (MvT- 1886)
Teori2 “sengaja” :
(a) teori kehendak (wils theorie)
“ opzet ada apabila perbuatan & akibat suatu delik dikehendaki si pelaku”
(b) teori bayangan (voorstellings-theorie)
“opzet ada apabila si pelaku pada waktu mulai melakukan perbuatan, ada bayangan yg terang bahwa akibat yg bersangkutanakan tercapai, maka dari itu ia menyesuaikan perbuatannya dengan akibat itu”
62. Dolus/ opzet/ sengaja (2)istilah2 dalam rumusan tindak pidana Dengan sengaja : Ps 338 KUHP
Mengetahui bahwa : Ps 220 KUHP
tahu tentang : Ps 164 KUHP
dengan maksud : Ps 362, 378, 263 KUHP
niat : Ps 53 KUHP
dengan rencana lebih dahulu : Ps 340, 355 KUHP
- dengan rencana : (a) saat pemikiran dg tenang ; (b) berpikir dg tenang; ( c ) direnungkan lebih dahulu.
- ada tenggang waktu antara timbulnya niat dengan pelaksanaan delik
63. Dolus/ opzet/ sengaja (3) Macam2 opzet Sengaja sebagai maksud/ tujuan (opzet als oogmerk)
Sengaja sebagai kesadaran (keinsyafan) kepastian (opzet bij zekerheidsbewustzijn)
Sengaja sebagai kesadaran (keinsyafan) kemungkinan (opzet bij mogelijkheids-bewutzijn)
64. Dolus/opzet/sengaja (4)macam 2 opzet Sengaja sebagai maksud/ tujuan :
- apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya;
- tidak dilakukan perbuatan itu jika pembuat tahu akibat perbuatannya tidak terjadi (Vos)
Sengaja sebagai keinsyafan kepastian :
- pembuat yakin bahwa akibat yg dimaksudkannya tidak akan tercapai tanpa terjadinya akibat yg tidak dimaksud
Sengaja sebagai keinsyafan kemungkinan:
- pembuat sadar bahwa mungkin akibat yg tidak dikehendaki akan terjadi untuk mencapai akibat yg dimaksudnya
2 macam sengaja sbg keinsyafan kemungkinan ( Hazewinkel-Suringa) :
(a) sengaja dg kemungkinan sekali terjadi
(b) sengaja dg kemungkinan terjadi / sengaja bersyarat/ dolus eventualis
65. Dolus/ opzet/ sengaja (5)Dolus eventualis Teori “inkauf nehmen” : untuk mencapai apa yang dimaksud , resiko akan timbulnya akibat atau keadaan disamping maksudnya itu pun diterima
Prof. Moeljatno : “teori apa boleh buat” : kalau resiko yg diketahui kemungkinan akan adanya itu sungguh-sungguh timbul (disamping hal yg dimaksud), apa boleh buat, dia juga berani pikul resiko
66. Culpa (1)Istilah2 Culpa (dalam arti luas) : berarti kesalahan pada umumnya
Culpa (dalam arti sempit) : bentuk kesalahan yg berupa kealpaan
Istilah2 :
- culpa - schuld - nalatigheid - sembrono
- teledor
istilah 2 yg digunakan dalam rumusan :
- kelalaian
- kealpaan
- kesalahan
- seharusnya diketahuinya
- sepatutnya diketahuinya
67. Culpa (2)pengertian, jenis, syarat KUHP : tidak ada definisi
MvT : kealpaan di satu pihak berlawanan benar2 dg kesengajaan dan di fihak lain dengan hal yg kebetulan
Macam2 Culpa :
(a) culpa levis ; culpa lata
(b) culpa yg disadari (bewuste) : culpa yg tidak disadari (on bewuste)
Syarat adanya kealpaan :
(a) Hazewinkel-Suringa : 1) kekurangan menduga-duga; 2) kekurangan berhati-hati
(b) van Hamel : 1) tidak menduga-duga sebagaimana diharuskan hukum; 2) tidak berhati-hati sebagaimana diharuskan hukum
( c) Simons : pada umumnya “schuld” (kealpaan) mempunyai 2 unsur : 1) tidak berhati-hati; 2) dapat diduganya akibat.
68. KESALAHANBeberapa masalah ! Apa beda dolus eventualis dg culpa yg disadari ?
Apa yg dimaksud dg :
(a) pro parte dolus proparte culpa
(b) dolus directus; dolus indirectus
(c ) dolus determinatus; dolus indeterminatus
(d) dolus premeditatus; dolus repentinus
(e) dolus malus
Di Indonesia sebagaimana di Belanda dianut pendapat bahwa sengaja itu tidak berwarna. Apa maksudnya ?
69. KAUSALITAS 1. Pengertian ?
2. Kapankah diperlukan ajaran kausalitas ?
3. Ajaran Kausalitas ?
Ilustrasi :
B pinjam uang ke rumah A, karena kedatangan B, maka A terlambat ; karena terlambat A mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi; A menubruk C sehingga luka-luka; C dibawa ke RS dan dioperasi oleh dokter D; D meminta E merawat dengan suntikan tertentu; E salah memberikan obat pada C; C mati.
70. Pengertian Kausalitas Hal sebab-akibat
Hubungan logis antara sebab dan akibat
Persoalan filsafat yang penting
Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab sekaligus menjadi sebab peristiwa lain
Sebab dan akibat membentuk rantai yang bermula di suatu masa lalu
Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum pidana (bukan makna di atas), tetapi makna yang dapat dilekatkan pada pengertian kausalitas agar mereka dapat menjawab persoalan siapa yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas suatu akibat tertentu
71. Kapankah diperlukan ajaran Kausalitas ? Delik Materiil : perbuatan yang menyebabkan konsekuensi-konsekuensi tertentu, dimana perbuatan tersebut kadang tercakup dan kadang tidak tercakup sebagai unsur dalam perumusan delik, mis. Ps. 338, Ps 359, Ps 360
Delik Omisi tak murni/semu (delicta commissiva per omissionem/ Oneigenlijke Omissiedelicten) : Pelaku tidak melakukan kewajiban yang dibebankan padanya dan dengan itu menciptakan suatu akibat yang sebenarnya tidak boleh ia ciptakan. Ia sekaligus melanggar suatu larangan dan perintah; ia sesungguhnya harus menjamin bahwa suatu akibat tertentu tidak timbul.
Delik yang terkualifikasi/dikwalifisir : tindak pidana yang karena situasi dan kondisi khusus yang berkaitan dengan pelaksanaan tindakan yang bersangkutan atau karena akibat-akibat khusus yang dimunculkannya, diancam dengan sanksi pidana yang lebih berat ketimbang sanksi yang diancamkan pada delik pokok tersebut.
(pengkualifikasian delik juga dapat dilakukan atas dasar akibat yang muncul setelah delik tertentu dilakukan, mis. Ps 351 (1) ? Ps 351 (2)/ ? Ps 351 (3)
72. Ajaran Kausalitas Conditio Sine Qua Non/ Ekuivalensi (Von Buri)
Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima : Birkmeyer , Mulder
Teori-teori menggeneralisasi : teori Adekuat (Von Kries, Simons, Pompe, Rumelink)
Teori Relevansi : Langemeyer
73. Ajaran Conditio Sine Qua Non Semua faktor yaitu semua syarat, yang turut serta menyebabkan suatu akibat dan yang tidak dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor ybs. Harus dianggap causa (sebab) akibat itu.
Semua syarat nilainya sama (ekuivalensi)
Ada beberapa sebab
Syarat = sebab
74. Pembatasan Ajaran Von Buri Pembatasan ajaran Von Buri oleh Van Hamel [dibatasi dg ajaran kesalahan (dolus/culpa)]
Pengkesampingan semua sebab yang terletak di luar dolus atau culpa; dalam banyak kejahatan dolus atau culpa merupakan unsur-unsur perumusan delik.
Jika hal itu bukan merupakan unsur delik, maka solusinya harus dicari dengan bantuan alasan atau dasar-dasar yang meniadakan pidana.
75. Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima Birkmeyer :
Teori ini berpangkal dari teori Conditio Sine Qua Non . Di dalam rangkaian syarat-syarat yang tidak dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat, lalu dicari syarat manakah yang dalam keadaan tertentu itu, yang paling banyak membantu untuk terjadinya akibat.
G.E Mulder :
Sebab adalah syarat yang paling dekat dan tidak dapat dilepaskan dari akibat.
76. Teori-teori menggeneralisasi (1) Von Bar : teori ini tidak menyoal tindakan mana atau kejadian mana yang in concreto memberikan pengaruh (fisik/psikis) paling menentukan. Yang dipersoalkan adalah apakah satu syarat yang secara umum dapat dipandang mengakibatkan terjadinya peristiwa seperti yang bersangkutan mungkin ditemukan dalam rangkaian kausalitas yang ada
77. Teori-teori menggeneralisasi (2) Von Kries (Teori Adequat Subjectif) : Sebab adalah keseluruhan faktor positif & negatif yang tidak dapat dikesampingkan tanpa sekaligus meniadakan akibat. Namun pembatasan demi kepentingan penetapan pertanggungjawaban pidana tidak dicari dalam nilai kualitatif/kuantitatif atau berat/ringannya faktor dalam situasi konkret, tetapi dinilai dari makna semua itu secara umum, kemungkinan dari faktor-faktor tersebut untuk memunculkan akibat tertentu. Sebab = syarat-syarat yang dalam situasi dan kondisi tertentu memiliki kecenderungan untuk memunculkan akibat tertentu, biasanya memunculkan akibat itu, atau secara objectif memperbesar kemungkinan munculnya akibat tersebut.
Apakah suatu tindakan memiliki kecenderungan memunculkan akibat tertentu hanya dapat diselesaikan apabila kita memiliki 2 bentuk pengetahuan :
(a) hukum umum probabilitas dalam peristiwa yg terjadi / pengetahuan Nomologis yg memadai
(b) situasi faktual yg melingkupi peristiwa yg terjadi/ pengetahuan Ontologis/ pemahaman fakta (empirik)
78. Teori-teori menggeneralisasi (3) Rumelink (Teori Adequat Objectif) :
Faktor yang ditinjau dari sudut objektif , harus (perlu) ada untuk terjadinya akibat. Ihwal probabilitas tidak berdasarkan pada apa yang diketahui atau mungkin diketahui pada waktu melakukan tindakannya, melainkan pada fakta yang objektif pada waktu itu ada, entah diketahuinya atau tidak – jadi pada apa yang kemudian terbukti merupakan situasi dan kondisi yang melingkupi peristiwa tersebut.
Simons :
Sebab adalah tiap-tiap kelakuan yang menurut garis-garis umum pengalaman manusia dapat menimbulkan akibat
Pompe :
Sebab adalah hal yang mengandung kekuatan untuk dapat menimbulkan akibat
79. Teori Relevansi Langemeijer
Teori ini ingin menerapkan ajaran von Buri dengan memilih satu atau lebih sebab dari sekian yang mungkin ada, yang dipilih sebab-sebab yang relevan saja , yakni yang kiranya dimaksudkan sebagai sebab oleh pembuat undang-undang.
80. Sifat Melawan Hukum Arti :
- tanpa hak sendiri (zonder eigen recht)
- bertentangan dg hak orang lain (tegen eens anders recht)
tanpa alasan yg wajar
Bertentangan dengan hukum positif
Melawan hukum : formil & materiil
- aliran formil : melawan hukum = melawan UU, sebab hukum adalah UU.
-aliran materiil : melawan hukum adalah perbuatan yg oleh masyarakat tidak dibolehkan.
81. Perbedaan Ajaran Materiil dan Formil Materiil :
mengakui adanya pengecualian / penghapusan dari sifat melawan hukumnya perbuatan menurut hukum yang tertulis dan yang tidak tertulis
Formil :
hanya mengakui pengecualian yang tersebut dalam undang-undang saja/ mis, Ps. 49. Materiil :
sifat melawan hukum adalah unsur mutlak dari tiap-tiap tindak pidana, juga bagi yang dalam rumusannya tidak menyebut unsur-unsur tersebut
Formil :
sifat tersebut tidak selalu menjadi unsur delik, hanya jika dalam rumusan delik disebutkan dengan nyata-nyata barulah menjadi unsur delik
82. Pembuktian Melawan Hukum Dengan mengakui bahwa sifat melawan hukum selalu menjadi unsur delik, ini tidak berarti bahwa karena itu harus selalu dibuktikan adanya unsur tersebut oleh penuntut umum
Soal apakah harus dibuktikan atau tidak, adalah tergantung dari rumusan delik yaitu apakah dalam rumusan unsur tersebut disebutkan nyata-nyata, jika tidak dinyatakan maka tidak perlu dibuktikan.
83. Alasan Pencantuman unsur Melawan Hukum Pada umumnya dalam perundang-undangan , lebih banyak delik yang tidak memuat unsur melawan hukum dalam rumusannya
Alasan pencantuman sifat melawan hukum dalam perumusan tindak pidana :
- untuk melindungi orang2 yg memiliki hak dari tuntutan pidana.
84. Konsekuensi aliran Materiil Apakah konsekuensi ajaran bahwa sifat melawan hukum selalu menjadi unsur tiap-tiap delik ?
Jika unsur melawan hukum tidak tersebut dalam rumusan delik, maka unsur itu dianggap diam-diam telah ada, kecuali jika dibuktikan sebaliknya oleh pihak terdakwa.
85. Arti “dan” diantara unsur dengan sengaja & unsur melawan hukum Van Hamel, simons, pompe : perbedaan itu mempunyai arti. Mis. Ps 406 KUHP : dengan sengaja dan melawan hukum ; Ps 333 KUHP : dengan sengaja melawan hukum
Vos, zevenbergen, langemeijer :
tiadanya kata “dan” tidak berarti apa2, semuanya mesti dibaca “dengan sengaja dan melawan hukum”
Remelink, van Bemmelen :
kata penghubung “dan” tidak mempunyai arti, jadi istilah “dengan sengaja” meliputi pula “melawan hukum.”
86. PERCOBAAN (POGING) PASAL 53
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama 15 tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
Pasal 54
Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana
87. POGING (PERCOBAAN) “Permulaan kejahatan yang belum selesai”
Poging bukan suatu delik, tetapi poging dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang
Poging adalah perluasan pengertian delik
Suatu perbuatan dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang sebab perbuatan itu melanggar kepentingan hukum atau membahayakan kepentingan hukum
KUHP tidak memberi perumusan/ definisi
Harus diketahui kapan suatu delik dianggap selesai
Delik selesai berbeda antara delik formil dan delik materiil
Pada delik formil : delik selesai apabila perbuatan yang dilarang telah dilakukan
Pada delik materiil : delik selesai apabila akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang telah timbul atau terjadi
88. Percobaan Menurut KUHP: Percobaan sebagai Suatu Delik yang Telah Selesai (voltooid delict)
Percobaan Melakukan Tindak Pidana yang Tidak Dilarang
Percobaan Melakukan Pelanggaran
Percobaan terhadap Delik Kealpaan
90. Percobaan sebagai Suatu Delik yang Telah Selesai (voltooid delict)
Pasal 104-107, 139a dan 139b KUHP
Pasal 110, 116, 125, 139c KUHP
Pasal 250, 261, 275 KUHP
91. Percobaan Melakukan Tindak Pidana yang Tidak Dilarang Pasal 184 KUHP)
Pasal 351 ayat 5 dan 352 ayat 2 KUHP
Pasal 302 ayat 4 KUHP)
92. Percobaan Menurut Doktrin Percobaan yang Tidak Sempurna (Ondeugdelijk Poging)
Percobaan yang Dikualifisir (Gequalificeerde Poging)
Percobaan yang Ditangguhkan (Geschorste Poging)
Percobaan yang Selesai / Sempurna (Voleindigde Poging)
93. Syarat Percobaan yg dapat dipidana Niat
Permulaan Pelaksanaan
Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri
94. NIAT “Voornemen” Menurut doktrin dan yurisprudensi :”voornemen” harus ditafsirkan sebagai kehendak, “willen” atau “opzet”
Seseorang harus mempunyai kehendak, yaitu kehendak melakukan kejahatan
Karena ada 3 macam opzet, apakah opzet di sini harus dtafsirkan dalam arti luas atau hanya opzet dalam arti pertama (sebagai “ogmerk” atau tujuan) ?
95. Permulaan Pelaksanaan “Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan pelaksanaan” ? een begin van uitvoering
Harus ada suatu perbuatan(handeling)
apa yang dimaksud “perbuatan sebagai permulaan pelaksanaan” ?
Undang-undang tidak merumuskan pelaksanaan atau”uitvoering” dan bagaimana bentuknya
Perlu digunakan penafsiran
96. Pelaksanaan Kehendak atauPelaksanaan Kejahatan ? Secara gramatika, harus dihubungkan dengan kata yang mendahuluinya yaitu “voornemen”/ niat/kehendak ? Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan pelaksanaan. Jadi : pelaksanaan itu ditafsirkan sebagai “pelaksanaan kehendak” ? TEORI POGING SUBYEKTIF
Tetapi, jika dihubungkan dengan anak kalimat berikutnya “… tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri” maka secara sistematis maka ditafsirkan sebagai “pelaksanaan kejahatan” ? TEORI POGING OBYEKTIF
97. CONTOH KASUS A menghendaki untuk membunuh B , untuk melaksanakan maksudnya, A harus melakukan beberapa perbuatan, yaitu :
a. A pergi ke tempat penjualan senjata api
b. A membeli senjata api
c. A membawa senjata api ke rumahnya
d. A berlatih menembak
e. A menyiapkan sebjata apinya dengan membungkusnya rapat-rapat
f. A menuju rumah B
g. Sesampai di rumah B, A mengisi senjata itu dengan peluru
h. A mengarahkan senjata kepada B
i. A melepaskan tembakan ke arah B
98. MANA YANG MERUPAKAN PELAKSANAAN ? APAKAH TIAP2 PERBUATAN DALAM KASUS TSB DAPAT DIHUKUM ? 1. Menurut Teori Poging Subyektif : perbuatan a sudah merupakan “permulaan pelaksanaan” karena telah menunjukkan “kehendak yang jahat”
2. Menurut Teori Poging Obyektif : perbuatan a ? f belum merupakan “permulaan pelaksanaan” karena semua perbuatan itu “belum membahayakan kepentingan hukum si B
99. Contoh Percobaan Pembunuhan Berencana KASUS
A bermaksud menghabisi nyawa B dengan meletakkan bom di mobil B. Bom meledak sebelum B masuk mobil dan mengakibatkan B luka-luka parah.
PASAL YG DIDAKWAKAN
Pasal 340 jo Pasal 53 KUHP ( Percobaan pembunuhan berencana)
ANCAMAN PIDANA
15 tahun penjara (lihat Ps. 53 ayat 3)
100. PEMBATASAN TERHADAP TEORI SUBYEKTIF Perbuatan dibedakan :
1. tindakan atau perbuatan persiapan (belum dapat dihukum)
2. tindakan atau perbuatan pelaksanaan (sudah dapat dihukum)
Tetapi, pertanyaannya : mana yang merupakan “perbuatan persiapan” dan mana yang merupakan “perbuatan pelaksanaan” ?
101. PENDAPAT PARA AHLI DALAM MASALAH TSB 1.Van Hamel : “apabila dari perbuatan itu telah terbukti kehendak yang kuat dari si pelaku untuk melaksanakan perbuatannya”
2.Simons melihat dari jenis deliknya : delik materiil atau delik formil.
Pada delik formil apabila perbuatan itu merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UU, apabila perbuatan itu merupakan sebagian dari perbuatan yang dilarang; jika ada beberapa unsur maka jika sudah melakukan salah satu unsur
Pada delik materril apabila perbuatan itu dianggap sebagai perbuatan yang menurut sifatnya adalah sedemikian rupa , sehingga secara langsung dapat menimbulkan akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UU
3.Vos : ada “permulaan pelaksanaan” apabila perbuatan itu mempunyai sifat terlarang terjadap suatu kepentingan hukum.
4.Pompe : ada “permulaan pelaksanaan” apabila suatu perbuatan yang bagi orang normal memungkinkan terjadinya suatu delik.
102. Pendapat Hoge Raad Ada “permulaan pelaksanaan” apabila antara perbuatan yang dilakukan dan kejahatan yang dkehendaki oleh seseorang itu terdapat hubungan erat langsung; yaitu apabila seorang melakukan sesuatu perbuatan untuk melaksanakan kejahatan , perbuatan itu baru dianggap sebagai permulaan pelaksanaan apabila disamping perbuatan itu tidak dibutuhkan lagi perbuatan-perbuatan yang lain untuk menyelesaikan kejahatan.
103. Macam2 Percobaan (Doktrin) Percobaan yg Sempurna : Voleindigde Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan, tetapi kejahatan tidak selesai karena suatu hal
Percobaan yg Tertangguh : Geschorte Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah melakukan beberapa perbuatan yg diperlukan bagi tercapainya kejahatan, tetapi kurang satu perbuatan ia terhalang oleh suatu hal
Percobaan yg Tidak Sempurna : Ondeugdelijke Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan suatu kejahatan, dimana ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan, namun tidak berhasil disebabkan alat (sarana) tidak sempurna atau obyek (sasaran) tidak sempurna.
Tidak sempurna : mutlak atau relatif
104. Penyertaan (1)(Deelneming) Pengertian penyertaan
Saat terjadinya
Macam/ bentuk
- melakukan
- menyuruh melakukan
- turut serta melakukan
- menggerakkan untuk melakukan
- membantu melakukan
Pengertian & syarat
Pertanggung jawaban masing-masing
Penyertaan mutlak perlu
Tindak pidana dg alat cetak
105. Penyertaan : turut sertanya seorang atau lebih pada waktu seorang lain melakukan suatu tindak pidana (Wirjono.P) Ps 55 KUHP
a. pelaku
b. penyuruh
c. turut serta
d. pembujuk
--> dipidana sebagaimana pelaku Ps 56,57 KUHP
e. pembantu
---> ancaman pidana berbeda dg pelaku , maksimum dikurangi :
a. penjara --> dikurangi 1/3
b. mati/ seumur hidup --> maks 20 tahun