80 likes | 463 Views
Seniman Masa Revolusi Kemerdekaan Pertemuan 8. Matakuliah : U0032/Sejarah SR & Kebudayaan Tahun : 2006. Seniman & Revolusi Kemerdekaan.
E N D
Seniman Masa Revolusi Kemerdekaan Pertemuan 8 Matakuliah : U0032/Sejarah SR & Kebudayaan Tahun : 2006
Seniman & Revolusi Kemerdekaan Pada saat revolusi Kemerdekaan, para seniman menjadi buruan, sasaran likwidasi fisik, dilempar ke penjara dan dikirim ke pulau pembuangan tanpa proses hukum apapun oleh kekuasaan yang menyebut diri Republik dan Indonesia. Sesudah keluar dari sarang siksa dan derita itu, mereka tetap disingkirkan, diawasi dan dicurigai. Banyak seniman terlibat dalam politik, yang nyerempet pada persoalan politik. Terjun dan terlibat langsung sebagai salah seorang seniman perang, namun bukan dengan maksud untuk memihak pada satu kekuatan politik. Melainkan lebih pada perasaan humanisme, kemanusiaan, dan kemerdekaan. Orang yang tidak memiliki kemerdekaan tentu tidak akan memiliki keindahan Sumber: Berakhir Pekan - Pikiran Rakyat - Edisi Cetak Minggu ”Bentangan Kanvas Sepanjang Empat Zaman” - 27 Nopember 2005
Seniman & Revolusi Kemerdekaan Dalam generasi para pelukis di Indonesia, Barli Sasmitawinata terbilang sebagai pelukis paling senior. Namanya tak bisa dipisahkan dari nama-nama seperti Affandi dan Hendra Gunawan, dua pelukis Indonesia terkenal yang menjadi karibnya, di mana ketiganya, bersama Wahdi Sumanta dan Soedarso, kemudian dikenal sebagai Kelompok 5. Sebuah kelompok para pelukis di Bandung pada tahun 1935 yang turut terlibat dalam perkembangan seni lukis modern di Indonesia. Dalam pertumbuhan generasi pelukis terkini pun, nama Barli tak bisa disendirikan dari para pelukis seperti Chusin Setyadikara, Sam Bimbo, Fredy Sofyan, atau Rudy Pranajaya yang menjadi murid-muridnya lewat studio lukis Rangga Gempol yang didirikannya.
Seniman & Revolusi Kemerdekaan LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat) Menyadari, bahwa rakyat adalah satu-satunya pencipta dan pembangun kebudayaan Indonesia maka pada 17 Agustus 1950 didirikan Lembaga Kebudayaan Rakyat, disingkat Lekra. Lekra dikabarkan sangat dekat dengan Partai Komunis Indonesia dengan “ideologi” Realisme Sosialis dengan Joebaar Ajoeb sebagai Sekretaris Umum nya. Pendirian ini terjadi ditengah-tengah proses perkembangan kebudayaan yang sebagai hasil keseluruhan daya-upaya manusia secara sadar untuk memenuhi, setinggi-tingginya kebutuhan hidup lahir dan batin, senantiasa maju dengan tiada putus-putusnya.
LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat) Beberapa seniman terkenal yang menjadi anggota Lekra antara lain : Pramoedya Ananta Toer, Joebaar Ajoeb, Bakri Siregar, Boejoeng Saleh, dll. Pada awal Kemerdekaan Republik Indonesia, kontribusi para perupa di dalam perjuangan juga dibuktikan pada sejumlah poster yang diproduksi pada masa itu. Salah satu poster yang cukup populer saat itu berbunyi: “Boeng Ayo Boeng”, merupakan karya Affandi.
Rintisan Seni Grafis Indonesia Poster tersebut diperbanyak dengan teknik grafis. Meski demikian aktifitas Affandi dan sejumlah seniman yang membuat aktifitas tersebut tidak bisa disebut propaganda. Keterlibatan para seniman sebatas memberi coretan sebagai disain (sketsa) yang kemudian diproses grafis oleh percetakan. Dwifungsi sang pelukis yang mengerjakan karya seni grafis mewarnai perjalanan seni grafis Indonesia. Para perintis adalah pelukis atau ilustrator. Demikian pula berbagai generasi berikutnya yang banyak lahir dari kancah lembaga pendidikan formal seni.
Rintisan Seni Grafis Indonesia Banyak diantara mereka yang secara intensif mengerjakan grafis pada masa-masa tertentu namun mereka tetap dikenal sebagai pelukis atau pematung. Tokoh-tokoh tersebut misalnya: Bandung: Gregorius Sidharta, A.D. Pirous, dan Sutanto Yogyakarta: Widayat, Lian Sahat, Sunardi. Ironisnya sangat sedikit sekali lulusan Perguruan Tinggi Seni jurusan Seni Grafis, yang tidak mengembangkan kemampuannya tersebut dalam Seni Grafis. Mereka lebih banyak berprofesi sebagai pelukis, pegawai, atau dunia iklan.
Rintisan Seni Grafis Indonesia Masa perintisan seni grafis Indonesia dikenang sebagai romantika sejarah. Ia tidak segera menyambung dengan tumbuhnya seni grafis yang kokoh ataupun apresiasi masyarakat. Tisna Sanjaya, “Teater” (1992) | A.D. Pirous, “Al Ikhlas” (1970) Haryadi Suadi”Penunggang Kuda” (1986), Woodcut Setiawan Sabana“Skyscape” (1993)