320 likes | 1.23k Views
Kelompok 5. Arizal Ramadhana S.D (ketua) / 03 Inge Meylinda Wiyana (anggota)/ 12 Nabila Mulyani Putri (notulen) / 16 Rifka Ajeng Fitriani (moderator)/ 24 . KERAJAAN HINDU - BUDHA. SINGHASARI. KEDIRI. KERAJAAN KEDIRI.
E N D
Kelompok 5 • Arizal Ramadhana S.D (ketua)/ 03 • Inge Meylinda Wiyana (anggota)/ 12 • Nabila Mulyani Putri (notulen)/ 16 • Rifka Ajeng Fitriani (moderator)/ 24
KERAJAAN HINDU - BUDHA SINGHASARI KEDIRI
KERAJAAN KEDIRI Kerajaan Kadiri atau Kediri adalah kerajaan yang bercorak Hindu di Jawa bagian timur, berdiri sekitar tahun 1045-1221 M. Nama-nama lainnya yang juga dikenal untuk menyebut kerajaan ini adalah Kerajaan Panjalu atau Kerajaan Dhaha. Kerajaan ini merupakan salah satu dari dua kerajaan pecahan Kahuripan pada tahun 1045 (satu lainnya adalah Janggala), yang dipecah oleh Airlangga untuk dua puteranya. Airlangga membagi Kahuripan menjadi dua kerajaan untuk menghindari perselisihan dua puteranya, dan ia sendiri turun tahta menjadi pertapa. Wilayah Kerajaan Kediri adalah bagian selatan Kerajaan Kahuripan.
PERKEMBANGAN Tak banyak yang diketahui mengenai peristiwa di masa-masa awal Kerajaan Kediri. Raja Kameswara (1116-1136) menikah dengan Dewi Kirana, puteri Kerajaan Janggala. Dengan demikian, berakhirlah Janggala kembali dipersatukan dengan Kediri. Kediri menjadi kerajaan yang cukup kuat di Jawa. Pada masa ini, ditulis kitab Kakawin Smaradahana oleh Mpu Dharmaja, yang dikenal dalam kesusastraan Jawa dengan cerita Panji. Demikian pula Mpu Tanakung mengarang kitab Kakawin Lubdaka dan Wertasancaya
PERKEMBANGAN Raja terkenal Kediri adalah Jayabaya (1135-1159). Jayabaya di kemudian hari dikenal sebagai "peramal" Indonesia masa depan. Pada masa kekuasaannya, Kediri memperluas wilayahnya hingga ke pantai Kalimantan. Pada masa ini pula, Ternate menjadi kerajaan subordinat di bawah Kediri. Waktu itu Kediri memiliki armada laut yang cukup tangguh. Beliau juga terkenal karena telah memerintahan penggubahan Kakawin Bharatayuddha, yang diawali oleh Mpu Sedah dan kemudian diselesaikan oleh Mpu Panuluh. Raja Kertajaya yang memerintah (1185-1222), dikenal sebagai raja yang kejam, bahkan meminta rakyat untuk menyembahnya. Ini menyebabkan ia ditentang oleh para brahmana. Kertajaya adalah raja terakhir dari kerajaan Kadiri. Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Kadiri diharapkan dapat membuka lebih banyak tabir misteri.
RAJA-RAJA PADA ZAMAN KERAJAAN KEDIRI • Sri Jayawarsa (1104-1115) • Kameswara (1116-1135) • Sri Jayabaya (1135-1159) • Sarwaswara (1159-1161) • Aryaswara (1171-1174) • Gandra (1181) • Kertajaya (1185-1222)
Raja Jayawarsa Masa pemerintahan Jayawarsa (1104M) hanya dapat diketahui melalui prasasti Sirah Keting. Pada maasa pemerintahannya, Raja Jayawarsa memeberikan hadiah kepada rakyat desa sebagai tanda penhargaan, karena rakyat desa telah berjasa kepada raja. Dari prasasti itu diketahui Raja Jayawarsa sangat besar perhatiannya kepada rakyatnya dan berupaya meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyatnya.
Kamesywara Kamesywara, adalah raja Kerajaan Kadiri antara tahun 1115 – 1130 yang bergelar Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Kamesywara Sakalabhuawanatustikarana Sarwwaniwaryawirya Parakarama Digjayatunggadewa. Kamesywara menikah dengan Sri Kirana, puteri Kerajaan Janggala. Dengan demikian ia berhasil mempersatukan Kadiri dengan Janggala setelah terpecah sejak dipecah oleh Airlangga pada tahun 1045. Pada masa ini, ditulis kitab Smaradahana oleh Mpu Dharmaja, yang dikenal dalam kesusastraan Jawa dengan cerita Panji.
Jayabaya Pemerintahan Jayabhaya dianggap sebagai masa kejayaan Kadiri. Peninggalan sejarahnya berupa prasasti Hantang (1135), prasasti Talan (1136), dan prasasti Jepun (1144), serta Kakawin Bharatayuddha (1157). Pada prasasti Hantang, atau biasa juga disebut prasasti Ngantang, terdapat semboyan Panjalu Jayati, yang artinya Kadiri menang. Prasasti ini dikeluarkan sebagai piagam pengesahan anugerah untuk penduduk desa Ngantang yang setia pada Kadiri selama perang melawan Janggala. Dari prasasti tersebut dapat diketahui kalau Jayabhaya adalah raja yang berhasil mengalahkan Janggala dan mempersatukannya kembali dengan Kadiri. Kemenangan Jayabhaya atas Janggala disimbolkan sebagai kemenangan Pandawa atas Korawa dalam kakawin Bharatayuddha yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh tahun 1157.
Sarweswara Sri Sarweswara adalah raja Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1159-1161. Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Sarweswara Janardanawatara Wijaya Agrajasama Singhadani Waryawirya Parakrama Digjaya Uttunggadewa. Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Sarweswara naik takhta. Peninggalan sejarahnya adalah prasasti Padelegan II, 23 September 1159. Sedangkan yang paling muda adalah prasasti Kahyunan, 23 Februari 1161. Dari prasasti-prasasti tersebut diketahui nama pejabat rakryan mahamantri saat itu ialah Mahamantri Halu Panji Ragadaha dan Mahamantri Sirikan Panji Isnanendra. Tidak diketahui pula kapan Sri Sarweswara turun takhta. Raja selanjutnya yang memerintah Kadiri berdasarkan prasasti Angin tahun 1171 adalah Sri Aryeswara.
Aryeswara Sri Aryeswara adalah raja Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1171. Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka. Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Aryeswara naik takhta. Peninggalan sejarahnya berupa prasasti Angin, 23 maret 1171. Lambang kerajaan Kadiri saat itu adalah Ganesha. Tidak diketahui pula kapan ia pemerintahannya berakhir. Raja Kadiri selanjutnya berdasarkan prasasti Jaring adalah Sri Gandra.
Gandra Sri Gandra adalah raja Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1181. Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja Koncaryadipa Handabhuwanapadalaka Parakrama Anindita Digjaya Uttunggadewa Sri Gandra. Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Gandra naik takhta. Peninggalan sejarahnya berupa prasasti Jaring, 19 November 1181. Isinya berupa pengabulan permohonan penduduk desa Jaring melalui Senapati Sarwajala tentang anugerah raja sebelumnya yang belum terwujud. Dalam prasasti tersebut diketahui adanya nama-nama hewan untuk pertama kalinya dipakai sebagai nama depan para pejabat Kadiri, misalnya Menjangan Puguh, Lembu Agra, dan Macan Kuning. Tidak diketahui pula kapan pemerintahan Sri Gandra berakhir. Raja Kadiri selanjutnya berdasarkan prasasti Semanding tahun 1182 adalah Sri Kameswara.
Kertajaya Nama Kertajaya terdapat dalam Nagarakretagama(1365) yang dikarang ratusan tahun setelah zaman Kadiri. Bukti sejarah keberadaan tokoh Kertajaya adalah dengan ditemukannya prasasti Galunggung (1194), prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), dan prasasti Wates Kulon (1205). Dari prasasti-prasasti tersebut dapat diketahui nama gelar abhiseka Kertajaya adalah Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatara Anindita Srenggalancana Digjaya Uttunggadewa.
Kekalahan Kertajaya Dalam Pararaton Kertajaya disebut dengan nama Prabu Dandhang Gendis. Dikisahkan pada akhir pemerintahannya ia menyatakan ingin disembah para pendeta Hindu dan Buddha. Tentu saja keinginan itu ditolak, meskipun Dandhang Gendis pamer kesaktian dengan cara duduk di atas sebatang tombak yang berdiri. Para pendeta memilih berlindung pada Ken Arok, bawahan Dandhang Gendis yang menjadi akuwu di Tumapel. Ken Arok lalu mengangkat diri menjadi raja dan menyatakan Tumapel merdeka, lepas dari Kadiri. Dandhang Gendis sama sekali tidak takut. Ia mengaku hanya bisa dikalahkan oleh Siwa. Mendengar hal itu, Ken Arok pun memakai gelar Bhatara Guru (nama lain Siwa) dan bergerak memimpin pasukan menyerang Kadiri.
Perang antara Tumapel dan Kadiri terjadi dekat desa Ganter tahun 1222. Para panglima Kadiri yaitu Mahisa Walungan (adik Dandhang Gendis) dan Gubar Baleman mati di tangan Ken Arok. Dandhang Gendis sendiri melarikan diri dan bersembunyi naik ke kahyangan. Nagarakretagama juga mengisahkan secara singkat berita kekalahan Kertajaya tersebut. Disebutkan bahwa Kertajaya melarikan diri dan bersembunyi dalam dewalaya (tempat dewa). Kedua naskah tersebut memberitakan tempat pelarian Kertajaya adalah alam dewata. Kiranya yang dimaksud adalah Kertajaya bersembunyi di dalam sebuah candi pemujaan, atau mungkin Kertajaya tewas dan menjadi penghuni alam halus (akhirat)
Keturunan Kertajaya Sejak tahun 1222 Kadiri menjadi daerah bawahan Tumapel. Menurut Nagarakretagama, putra Kertajaya yang bernama Jayasabha diangkat Ken Arok sebagai bupati Kadiri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya, yang bernama Sastrajaya. Kemudian tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranya yang bernama Jayakatwang. Pada tahun 1292 Jayakatwang memberontak dan mengakhiri riwayat Tumapel. Berita tersebut tidak sesuai dengan naskah prasasti Mula Malurung (1255), yang mengatakan kalau penguasa Kadiri setelah Kertajaya adalah Bhatara Parameswara putra Bhatara Siwa (alias Ken Arok). Adapun Jayakatwang menurut prasasti Penanggungan adalah bupati Gelang-Gelang yang kemudian menjadi raja Kadirisetelah menghancurkan Tumapel tahun 1292.
Runtuhnya Kerajaan Kediri Di Tumapel, wilayah bawahan Kadiri di daerah Malang, terjadi gejolak politik. Ken Arok membunuh penguasa Tumapel Tunggul Ametung, dan mendirikan Kerajaan Singhasari tahun 1222. Ken Arok lalu beraliansi dengan para brahmana dan berhasil memberontak terhadap Kadiri. Dengan hancurnya Kadiri dan meninggalnya Kertajaya, Kadiri kemudian menjadi wilayah bawahan Kerajaan Singhasari.
Peninggalan Kitab • Kitab Bharatayudha yang digubah oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh • Kitab Gatotkacasraya dan Kitab Hariwangsa gubahan Empu Panuluh MENU
SINGHASARI Kerajaan Singhasari atau sering pula ditulis Singasari, adalah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi kerajaan ini diperkirakan berada di daerah Singosari, Malang.
Nama asli Singhasari Berdasarkan prasasti Kudadu, sesungguhnya nama resmi Kerajaan Singhasari adalah Kerajaan Tumapel. Dalam Nagarakretagama disebutkan bahwa, ketika pertama kali didirikan tahun 1222, nama ibu kota Kerajaan Tumapel adalah Kutaraja. Pada tahun 1254, Raja Wisnuwardhana mengangkat putranya yang bernama Kertanagara sebagai raja muda, dan mengganti nama ibu kota menjadi Singhasari. Nama Singhasari yang merupakan nama ibu kota justru kemudian lebih terkenal dari pada nama Tumapel. Dalam berita Cina Kerajaan Tumapel sering disebut Tu-ma-pan
Berdirinya Kerajaan Tumapel Dalam naskah Pararaton disebutkan bahwa, Tumapel semula hanyalah sebuah daerah bawahan Kerajaan Kadiri. Akuwu (camat) Tumapel saat itu bernama Tunggul Ametung. Ia kemudian mati dibunuh pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok melalui suatu cara yang sangat licik. Ken Arok kemudian menjadi akuwu baru. Tidak hanya itu, Ken Arok bahkan berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kadiri. Pada tahun 1222 terjadi perseteruan antara Kertajaya raja Kadiri melawan kaum brahmana. Para pendeta itu lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok. Perang akhirnya terjadi antara pasukan Kadiri melawan pasukan Tumapel di desa Ganter. Pihak Kadiri kalah. Ken Arok lalu mengangkat diri sebagai raja pertama Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi.
Naskah Nagarakretagama juga menyebut tahun yang sama untuk pendirian kerajaan Tumapel. Namun tidak dijumpai adanya nama Ken Arok. Dalam kitab karya Mpu Prapanca tersebut, pendiri kerajaan Tumapel bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra. Prasasti Mula Malurung yang diterbitkan Kertanagara tahun 1255, menyebutkan kalau pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa. Mungkin ini adalah gelar anumerta dari Ranggah Rajasa, karena dalam Nagarakretagama arwah pendiri kerajaan Tumapel tersebut dipuja sebagai Siwa.
Nama Raja Pada zaman Singhasari • Ken Arok • Anusapati • Tohjaya • Wisnuwardhana • Kertanegara
Ken Arok Setelah menjadi raja, Ken Arok bergelar Sri Ranggah Rajasa ang Amurwabhumi. Ia mendirikan dinasti bernama Girindrawangsa. Pendirian dinasti itu bertujuan membersihkan masa lalu Ken Arok. Perlu diketahui, Ken Arok menjadi raja dengan melalui berbagai skandal, seperti membunuh Mpu Gandring, Tunggul Ametung, mengawini istri Tanggul Ametung bernama Ken dedes, dan memberontak terhadap Kadiri. Pendirian dinasti itu juga agar keturunan Ken Arok tidak ternoda dengan skandal yang pernah dilakukannya. Ken Arok memerintah Singhasari selama 5 tahun. Masa pemerintahnnya berakhir tragis. Ia terbnuh oleh Anusapati, anak danri perkawinan Ken Dedes dan Tnggul Ametung. Lebih tragis lagi, ia terbunuh keris yang digunakannya untuk membunuh Tanggul Ametung.
Anusapati Anusapati menjadi raja menggantikan Ken Arok sebagai raja kedua Singhasari. Meskipun memerintah cukup lama, hampir idak ada perubahan yang ia lakukan selama memerintah. Ia tenggelam dalam kegemaran menyabung ayam. Kegemaran menyabung ayam itu akhirnya mengakhiri hidup sekaligus masa pemerintahannya. Kegemaran itu dimanfaatkan pleh Tohjaya, anak dari perkawinan Ken Arok dan Ken umang, untuk menyingkirkan Anusapati. Dalam suatu kesempatan, raja itu diundang ke rumah Tohjaya untuk menyabung ayam, Tohjaya menikam Anusapati, dengan keris yang pernah digunakan Anusapati untuk membunuh Ken Arok.
Tohjaya Tohjaya hanya memerintah selama beberapa bulan. Penyebabnya adalah kemelut politik. Ranggawuni, putera Anusapati, menuntut hak atas tahta Singashari. Ia didukung oleh Mahisa Campaka, cucu dari perkawinan Ken Arok dan Ken Dedes. Semakin kuatnya dukungan terhadap Ranggawuni dan Mahisa Campaka membuat kedudukan Tohjaya dapat digulingkan.
Wisnuwardhana Ranggawuni naik tahta Singhasari dengan bergelar Wisnuwardhana. Ia dibantu oleh Mahisa Campaka yang bergelar Narasinghamurti. Mereka berdua memerintah Singhasari secara bersama-sama (dilambangkan Dewa Wisnu dan Dewa Indra). Wisnuwardhana sebagai raja dan Mahisa Campaka sebagai ratu angabhaya. Pemerintahan kedua pemimpin tersebut membawa Singhasari pada keamanan dan kesejahteraan. Di tengah masa pemerintahannya, Wisnuwardhana mengangkat puteranya Kertanegara menjadi yuvaraja atau raja muda. Pengangkatan itu bertujuan menyiapkan Kertanegara menjadi raja yang cakap. Wisnuwardhana adalah satu-satunya raja Singhasari yang wafat tanpa terbunuh. Setelah ia meninggal, tahta kerajaan beralih pada Kertanegara.
Kertanegara Kertanegara merupakan raja Singhasari terbesar sekaligus terakhir. Dalam pemerintahan, raja dibantu oleh tiga orang mahamenteri, yaitu mahamenteri i hino, mahamenteri i halu, dan mahamenteri i sirikan. Untuk urusan keagamaan, ia dibantu oleh seorang kepala agama Budha yang dikenal dengan sebutan darmadhyaksa ring kasogatan dan seorang maha brahmana (kepala agama Hindu) yang dikenal dengan sebutan dharmadyaksa ring kasaiwan. Organisasi pemerintahan seperti itu diteruskan dalam Kerajaan Majapahit.
Hubungan Singhasari dan Majapahit Dikisahkan dalam Pararaton, Nagarakretagama, ataupun prasasti Kudadu, bahwa Raden Wijaya cucu Narasingamurti yang menjadi menantu Kertanagara lolos dari maut. Berkat bantuan Aria Wiraraja (penentang politik Kertanagara), ia kemudian diampuni oleh Jayakatwang dan diberi hak mendirikan desa Majapahit. Pada tahun 1293 datang pasukan Mongol untuk menaklukkan Jawa. Mereka dimanfaatkan Raden Wijaya untuk mengalahkan Jayakatwang di Kadiri. Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya dengan siasat cerdik ganti mengusir tentara Mongol keluar dari tanah Jawa. Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit dan menyatakan dirinya sebagai penerus Dinasti Rajasa, yaitu dinasti yang didirikan oleh Ken Arok.
Runtuhnya Kerajaan Tumapel-Singhasari Kerajaan Singhasari yang sibuk mengirimkan pasukan perangnya ke luar Jawa akhirnya mengalami keropos pada bagian dalamnya. Pada tahun 1292 terjadi pemberontakan Jayakatwang bupati Gelang-Gelang. Ia adalah sepupu, sekaligus ipar, sekaligus pula besan dari Kertanagara. Dalam serangan itu Kertanagaramati terbunuh. Setelah runtuhnya Singhasari, Jayakatwang membangun ibu kota baru di Kadiri.
Daftar Pustaka • Wikipedia.com • LKS Sejarah Penerbit “New Star” • Erlangga Sejarah tahun 1994