310 likes | 839 Views
TEORI FITOREMEDIASI OLEH TUMBUHAN AIR Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014. .
E N D
TEORI FITOREMEDIASI OLEH TUMBUHAN AIR Disbatraksikanoleh Smno.jursntnhfpub.2014
. Fitoremediasi (daribahasaYunanikuno “phyto”, yang berarti "tumbuhan", danbahasa Latin “remedium”, yang berarti “memulihkankembalikeseimbangan") , menggambarkanpengolahanmasalahlingkungan (bioremediasi) melaluipenggunaantumbuhan yang mampumenyembuhkanmasalahlingkungantanpaperlumenggalikontaminandanmembuangnyaketempat lain. Fitoremediasiterdiridarimitigasikonsentrasipencemardalamtanah yang terkontaminasi, air, atauudara, dengantumbuhan yang mampumengandung, mendegradasi, ataumengeliminasilogam, pestisida, zatpelarut, bahanpeledak, minyakmentahdanturunannya, sertaberbagaikontaminanlainnyadari media yang mengandungnya.
. Fitoremediasi dapat diterapkan dimanapun dalamtanahataulingkungan akuatik yang statis yang telah tercemar atau menderita polusi kronis. Contoh dimana fitoremediasi telah berhasil digunakan meliputi restorasilahanbekastambang, mengurangi dampak kontaminan dalam tanah, air, atau udara. Kontaminan seperti logam, pestisida, pelarut, bahan peledak, dan minyak mentah dan turunannya, telah dimitigasidalam proyek-proyek fitoremediasi di seluruh dunia. Banyak tumbuhanseperti sawi, alpine pennycress, rami, dan pigweed telah terbukti berhasil hiperakumulasikontaminan di lokasi limbah beracun.
. • KeuntunganFitoremediasi: • Biaya fitoremediasi lebih rendah dibandingkan dengan proses tradisional lainnya, baik in situ maupunex situ • Tumbuhandapat dengan mudah dipeliharadandipantau • Kemungkinan daur-ulangdan penggunaan kembalilogam berharga (oleh perusahaan yang mengkhususkan diri dalam "pertambangan fito“) • Metode initidak berbahaya karena menggunakan organisme alami dan mempertahankan lingkungan dalam keadaan lebih alami. • KeterbatasanFitoremediasi: • Fitoremediasi terbatas pada luas permukaan dan kedalaman yang diduduki oleh akartumbuhan. • Pertumbuhan yang lambat dan biomassa yang rendah memerlukan komitmen jangka panjang • Dengan sistem berbasis tanaman remediasi, hal itu tidak mungkin untuk benar-benar mencegah pencucian kontaminan ke air tanah (tanpa penghapusan secaralengkap tanah yang terkontaminasi, sehinggatidak menyelesaikan masalah kontaminasi) • Kelangsungan hidup tanaman dipengaruhi oleh toksisitas tanah dan kondisi umum tanah yang terkontaminasi. • Bio-akumulasi kontaminan, terutama logam, ke dalam tanaman yang kemudian masuk ke dalam rantai makanan, dari konsumen tingkat dasar ke konsumen yang lebihatas, membutuhkan pembuangan yang aman dari biomasatumbuhanyang kayakontaminan.
Rupassara, S. I., R.A.Larson, G.K.SimsdanK.A.Marley. 2002. Degradation of Atrazine by Hornwort in Aquatic Systems. Bioremediation Journal , 6 (3): 217–224. Berbagai proses fitoremediasi. Berbagai proses yang dimediasi oleh tumbuhanatau ganggang dapatberguna untuk mengelolamasalah lingkungan: Fito-ekstraksi- serapan dan konsentrasi zat dari lingkungan ke dalam biomassa tanaman. Fito-stabilisasi- mengurangi mobilitas zat dalam lingkungan, misalnya, dengan membatasi pencucian zat tersebutdari tanah. Fito-transformasi- modifikasi kimiawi zat dalamlingkungan sebagai akibat langsung dari metabolisme olehtumbuhan, seringkali mengakibatkan inaktivasinya, degradasi (fito-degradasi), atau imobilisasi(fito-stabilisasi). Fito-stimulasi- peningkatan aktivitas mikroba tanah untuk degradasi kontaminan, biasanya oleh organisme yang berasosiasi dengan akar. Proses ini juga dikenal sebagai degradasi rizosfer. Fito-stimulasijuga dapat melibatkan tumbuhanair yang mendukung populasi aktif mikrobaperombak, seperti dalam stimulasi degradasi atrazin oleh tumbuhan “hornwort” (Rupassara et al., 2002) Fito-volatilisasi- penghapusan zat dari tanah atau air dengan meng-emisi-kanke udara, kadang-kadang sebagai akibat dari fito-transformasisehinggapolutanmenjaditidak stabil. Rhizo-filtrasi- menyaring air melalui massa akar untuk menghilangkan zat beracun atau kelebihan hara. Polutan tetap diserap masukkedalamakaratau dijerapdipermukaanakar.
.3.. Marchiol, L., G.Fellet, D.Perosadan G. Zerbi. 2007. Removal of trace metals by Sorghum bicolor and Helianthus annuus in a site polluted by industrial wastes: A field experience. Plant Physiology and Biochemistry,45 (5): 379–387. 4.. Wang, J., F.J.Zhao, A.A.Meharg, A. Raab, J.FeldmanndanS.P.McGrath. 2002. Mechanisms of Arsenic Hyperaccumulation in Pterisvittata. Uptake Kinetics, Interactions with Phosphate, and Arsenic Speciation. Plant Physiology , 130 (3): 1552–1561. Fito-ekstraksi(atau fito-akumulasi) menggunakan tumbuhanatau ganggang untuk menyerapkontaminan dari tanah, sedimen atau air, kedalambiomassa tumbuhan yang dipanen (organisme yang mampumenyerapjumlah yang lebih besar dari jumlahkontaminan normal dari tanah disebut hiperakumulator). Fito-ekstraksitelah berkembang pesat popularitasnya di seluruh dunia selama dua puluh tahun terakhir ini. Secara umum, proses ini telah seringdicoba untuk mengekstraksi logam berat. Pada saat penyerapannya, kontaminan inibiasanya terkonsentrasi dalam volume yang lebih kecil dari biomasatumbuhandaripada volume tanah atau sedimen yang terkontaminasi. ‘Penambangandengan tumbuhan', atau “phytomining”, juga sedang bereksperimen dengancara:Tanaman menyerap kontaminan melalui sistem akarnya dan menyimpannya dalam biomassa akar dan / atau mengangkutnyake dalam batang dan / atau daunnya. Tumbuhanhidup dapat terus menyerap kontaminan sampai dipanen. Setelah panen, jumlahkontaminanyang lebih rendah akan tetap berada di dalamtanah, sehingga siklus pertumbuhan / panen biasanya harus diulang beberapa kali penanamanuntuk mencapai pembersihan yang signifikan. Setelah proses tersebut, tanah yang telahdibersihkan dapat mendukung pertumbuhanvegetasi lainnya. Fito-mining Arsenikdapatdilakukan dengan menggunakan Sunflower (Helianthus annuus) (Marchiol et al., 2007) , atau Pakis Cina (Pteris vittata) (Wang, et al., 2002) sebagaihiperakumulator As,Pakis Cina menyimpanarsenik dalam daunnya.
Mendez,M.O. danR.M.Maier. 2008. Phytostabilization of Mine Tailings in Arid and Semiarid Environments—An Emerging Remediation Technology. Environ. Health Perspect.,116 (3): 278–83 Fitostabilisasi. Fitostabilisasiberfokus pada stabilisasi dan penahanan polutanjangkapanjang. Misalnya, keberadaan tumbuhandapat mengurangi erosi angin; atau akar tumbuhandapat mencegah erosi tanah, imobilisasipolutan dengancaraadsorpsi atau akumulasi, dan menyediakan zona sekitar akar dimana polutan dapat mengendapdan menjadistabil. Tidak seperti fitoekstraksi, fitostabilisasiberfokus terutama pada eksekusi polutan dalam tanah disekitarakar , tetapi tidak dalam jaringan tumbuhan. Polutan menjadi kurang “bioavailable”, sehinggamengurangipaparanternak, satwa liar, dan manusia. Contoh aplikasi semacam ini adalah penggunaan topi vegetatif untuk menstabilkan tailing tambang (Mendez dan Maier, 2008).
Burken, J.G. 2004. Uptake and Metabolism of Organic Compounds: Green-Liver Model, in McCutcheon, S.C.; J.L. Schnoor, Phytoremediation: Transformation and Control of Contaminants. A Wiley-Interscience Series of Texts and Monographs, Hoboken, NJ: John Wiley, p. 59. Fitotransformasi Dalam kasus polutan organik, seperti pestisida, bahan peledak, zatpelarut, bahan kimia industri, dan zat xenobiotik lainnya, tumbuhantertentu, seperti Cannas, dapatmelakukanmetabolismemenghasilkanzat-zat non-toksik (detiksifikasi). Dalam kasus lain, mikroorganisme yang hidup dalam hubungannya dengan akar tumbuhandapat memetabolisme bahan toksikini yang adadi dalam tanah atau air. Senyawa kompleks dan “resisten” tidak dapat dipecah menjadi molekul dasar (air, karbon dioksida, dll.) olehmolekul tanaman, sehinggaistilah “fito-transformasi” mencerminkanperubahan struktur kimia tanpa mendegradasisecaralengkap molekulsenyawatersebut. Istilah “Green Liver Model" digunakan untuk menggambarkan fito-transformasi, karenatumbuhanberperilaku analog seperti liver manusia ketika berhadapan dengan senyawa xenobiotik (senyawa asing / polutan) (Burken, 2004). Setelah penyerapanxenobiotik, enzim tumbuhanmeningkatkan polaritas xenobiotik dengan menambahkan gugusfungsional seperti gugus hidroksil (OH-).
Baker, A.J.M. danR.R.Brooks. 1989. Terrestrial higher plants which hyperaccumulate metallic elements – A review of their distribution, ecology and phytochemistry. Biorecovery , 1 (2): 81–126. Hiperakumulator dan Interaksi Biotik Suatutumbuhandikatakan hiperakumulator jika iadapat mengkonsentrasikan polutan dalam persentase minimum yang bervariasi sesuai dengan polutan yang terlibat (misalnya: lebih dari 1000 mg / kg berat kering untuk Nikel, tembaga, kobalt, kromium , atau lebih dari 10.000 mg / kg untuk seng atau mangan) (Baker dan Brooks. 1989).Kapasitas untuk akumulasi inidisebabkan hipertoleransi, atau fito-toleransi: hasil evolusiadaptatif dari tumbuhanterhadapkondisilingkungan yang “tidakbersahabat” melalui banyak generasi. Sejumlah interaksi dapat dipengaruhi oleh hiperakumulasilogam, termasuk perlindungan, interferensi dengan tumbuhantetangga yang berbedaspesiesnya, mutualisme (termasuk mikoriza, penyebaranserbuk sari dan biji), komensalisme, dan biofilm.
Burken, J., D.Vrobleskydan J.C. Balouet. 2011. Phytoforensics, Dendrochemistry, and Phytoscreening: New Green Tools for Delineating Contaminants from Past and Present", Environmental Science & Technology,45 (15): 6218–6226. Sorek, A., N. Atzmon, O. Dahan, Z.Gerstl, L.Kushisin, Y. Laor, U.Mingelgrin, A.Nasser, D.Ronen, L.Tsechansky, N.WeisbroddanE.R.Graber. 2008. Phytoscreening: The Use of Trees for Discovering Subsurface Contamination by VOCs. Environmental Science & Technology , 42 (2): 536–542. Vroblesky, D., C.NietchdanJ.Morris. 1998. Chlorinated Ethenes from Groundwater in Tree Trunks. Environmental Science & Technology, 33 (3): 510–515.. Fito-skreeningTumbuhandapat mentranslokasikan dan mengakumulasikanjenis-jenis kontaminantertnetu, sehinggadapat digunakan sebagai biosensor kontaminasi bawah-permukaan, danmemungkinkan peneliti untuk melacakkeberadaankontaminan (Sorek et al., 2008; Burken, VrobleskydanBalouet, 2011). Zatpelarut ber-khlor, seperti trichloroethylene, telah diamati pada pangkalbatang padakonsentrasi yang berhubungan dengan konsentrasinyadalamair tanah (Vroblesky, Nietchdan Morris, 1998). Untuk memudahkan pelaksanaan phytoscreening, metode standar telah dikembangkan untuk mengekstrak pokokbatang gunaanalisis laboratorium lebihlanjut, seringkali dengan menggunakan “penggerek –borer”. Fito-skreeningdapat mendoronginvestigasi situs lebihdioptimalkandan mengurangi biaya pembersihan lokasi yang terkontaminasi.
Rascio, N. danN.I.Flavia. 2011. Heavy metal hyperaccumulating plants: How and why do they do it? And what makes them so interesting?. Plant Science, 180 (2): 169–181. Hossner, L.R., R.H.Loeppert, R.J.NewtondanP.J.Szaniszlo. 1998. Literature review: Phytoaccumulation of chromium, uranium, and plutonium in plant systems. Amarillo National Resource Center for Plutonium, TX (United States) Technical Report. Sarma, H. 2011. Metal hyperaccumuulation in plants: A Review focusing on phytoremediation technology. Journal of Environmental Science and Technology, 4 (2): 118–138. Hiperakumulator adalah tumbuhanyang mampu tumbuh padatanah dengan konsentrasi logam (kontaminan) yang sangat tinggi, menyerap logam ini melalui akarnya, dan berkonsentrasi sangat tinggi logamini dalam jaringantubuhnya (RasciodanFlavia, 2011). Logam terkonsentrasi pada tingkat yang beracun bagispesies yang tidak “beradaptasi” tumbuh padatanah yang kayakontaminanlogam. Dibandingkan dengan spesies non-hiperaccumulator, akar tumbuhanhiperakumulator inimampumengekstrak logam dari tanah pada tingkat yang lebih tinggi, mentransfer logamlebih cepat kebatangdandaunnya, dan menyimpan sejumlah besar logamkontaminandalamdaun dan akarnya (Hossner, et al., 1998). Kemampuan untuk hiperakumulasi logam beracun inidibandingkan spesies tetanggadekatnyaternyatadisebabkan olehperbedaan ekspresi gen dan perbedaanregulasi gen yang sama (RasciodanFlavia, 2011). Lebih dari 500 spesies tumbuhan berbunga telah diidentifikasi memiliki kemampuan untuk hiperakumulasilogam dalam jaringan tubuhnya(Sarma, 2011). Tumbuhan hiperakumulator mempunyaikemampuan untuk mengekstrak logam dari tanah dilokasi yang terkontaminasi (fitoremediasi) dandikembalikankedalamekosistem dalambentuk yang tidakberacun. Tumbuhaninijuga memiliki potensi untuk digunakan menambanglogam dari tanah dengan konsentrasi yang sangat tinggi (phytomining) dengan caramenumbuhkan tanaman danmemanenlogam yang adadidalam jaringan tubuhnya(RasciodanFlavia, 2011).
.7.. Norman, N.C. 1998. Chemistry of Arsenic, Antimony and Bismuth. Springer. p. 50. 14.. Ctirad, U. 2001. Chapter 5 Skutterudites: Prospective novel thermoelectrics. Recent Trends in Thermoelectric Materials Research I. Semiconductors and Semimetals, 69. p. 139. Arsenik mirip denganfosfor yang menempati grup sama (kolom) dalam Tabel PeriodikUnsur Kimia. Arsenik jarang diamati dalamkondisipentavalent, namunbilanganoksidasi yang paling umum untuk arsen adalah -3 padaarsenides, seperti senyawa logam-campurintermetalik; dan +3 pada arsenite, dan senyawa organo-arsenik. Arsenik juga mudah untuk mengikatdirinya sendiri seperti yang terlihat pada ion As3-4 dalam mineral skutterudite (Ctirad, 2001). Dalam keadaan oksidasi +3, arsenik biasanya berbentuk piramida karena pengaruh pasangan elektron (Norman, 1998). Arsenik membentuksubstansitidakberwarna, tidak berbau, kristalin oksida As2O3 ("arsenik putih") dan As2O5 yang higroskopis dan mudah larut dalam air danmembentuk larutan yang bersifat masam. AsamArsenik (V) adalahasam lemah. Garamnya disebut arsenates yang merupakan dasar dari kontaminasi arsenik dalamair-tanah, halinimempengaruhi banyak orang. Arsenates sintetis termasuk Paris Hijau (tembaga(II) acetoarsenite), kalsium arsenate, dan timbelhidrogen arsenat. Ketiganya telah digunakan sebagai insektisida pertanian dan bersifatracun.Tahap-tahapanprotonasi antara arsenat dan asam arsenik ternyataserupadenganfosfat dan asam fosfat. Asam arsenous benar-benar bersifattribasic, dengan rumus As(OH)3.
Pearce, F. 2006. When the Rivers Run Dry: Journeys Into the Heart of the World's Water Crisis. Toronto: Key Porter. ISBN978-1-55263-741-8. Dopp, E., A.D.KligermandanR.A.Diaz-Bone. 2010. Organo arsenicals. Uptake, Metabolism, and Toxicity. Royal Society of Chemistry. ISBN 978-1-84973-082-2. Biokimia arsenik mengacu pada proses-proses biokimia yang dapat menggunakan arsenik atau senyawanya, seperti arsenat. Arsenik adalah elemen yang cukup melimpah di kerak bumi, dan meskipun banyak senyawa arsenik dianggap sangat beracun, berbagai senyawa organoarsenik diproduksi secara biologis dan berbagai senyawa arsen organik dan anorganik dimetabolisme oleh berbagai organisme. Pola sepertiini jugadialamiolehunsur-unsur terkait lainnya, termasuk selenium, yang dapat menunjukkan efek menguntungkan dan merugikan. Biokimia arsenik telah menjadi topik pentingkarena banyak senyawa arsenik yang beracun danditemukan di beberapa akuifer (Pearce, 2006), berpotensi mempengaruhi jutaan orang melalui proses-proses biokimianya (Dopp, Kligermandan Diaz-Bone, 2010).
13.. Sakurai, T. 2003. Biomethylation of Arsenic is Essentially Detoxicating Event. Journal of Health Science , 49 (3): 171–178. Biometilasi ArsenikArsenik anorganik dan senyawanya, setelah memasuki rantai makanan, secara progresif dimetabolisme (detoksifikasi) melalui proses metilasi (Sakurai, 2003). Metilasi terjadi melalui reaksi metilasi reduktif dan metilasioksidatif, yaitureduksiarsenpentavalent menjadiarsentrivalent diikuti dengan penambahan gugus metil (CH3).Pada mamalia, metilasi terjadi dalam liver oleh ensimmethyltransferase, produknyaadalah(CH3) 2AsOH (asam dimetil-arsinus) dan (CH3) 2As (O) OH (asam dimetil-arsinik), yang memiliki bilanganoksidasi As (III) dan As(V) (Dopp, Kligermandan Diaz-Bone, 2010). Meskipun mekanisme metilasi arsenik pada manusia belum dapatdijelaskan, namunsumber metil adalah metionin, yang menunjukkan peran S-adenosyl metionin. Paparan dosis beracun dimulai ketika kapasitasmetilasi liver ini terlampaui atau dihambat.Studi pada hewan percobaan dan manusia menunjukkan bahwa arsen anorganik dan metabolit alkohol melewati plasenta ke janin, ada bukti bahwa metilasi meningkat selama kehamilan dan hal itu dapatmenjadisangat protektif bagi organisme yang sedangberkembang.
.21.. Oremland, R.S., C.W. Saltikov, F.W.Simondan J.F. Stolz. 2009. Arsenic in the Evolution of Earth and Extraterrestrial Ecosystems. Geomicrobiology Journal , 26 (2009): 522-36. Erb, T.J., P. Kiefer, B. Hattendorf, D. Güntherdan J.A. Vorholt. 2012. GFAJ-1 Is an Arsenate-Resistant, Phosphate-Dependent Organism. Science 2012 :…….. 23. Reaves, M.L., S. Sinha, J. D. Rabinowitz, L. KruglyakdanR.J.Redfield. 2012. Absence of Detectable Arsenate in DNA from Arsenate-Grown GFAJ-1 Cells. Science 2012 : Westheimer, F.H. 1987. Why nature chose phosphates. Science, 235 (4793): 1173–1178. Arsenik (V) sebagai akseptor elektronSenyawaArsenik (V) mudah direduksi menjadi Arsenik(III) dan dapatberfungsisebagai akseptor elektron pada primordial Bumi (Oremland et al., 2009). Dsanau-danaumengandung sejumlah besar arsenik anorganik yang larut air, menjadipangkalan biota yang toleran As. Meskipun fosfat dan arsenat secara struktural mirip, ternyatatidak ada bukti bahwa arsen dapatmenggantikan fosfor dalam DNA atau RNA (Westheimer, 1987; Erb, et al., 2012; Reaves et al., 2012). SenyawaArsenik(V) biasanya mempunyaigugusanfungsional RAsO(OH)2 atau R2AsO (OH) (R = gugusanalkil atau aril). AsamCacodylic, dengan rumus (CH3)2AsO2H, sangatterkenaldalamkhasanahsenyawa organo-arsenik. Sebaliknya, asam dimethylphosphonic kurang signifikan dalam kimiawifosfor. Asam Cacodylic muncul dari metilasi arsenik(III) oksida. Asam Phenylarsonic dapat diakses oleh reaksi asam arsenik dengan anilines, yang disebut Reaksi Bechamp.Asam monomethylated, asam methanearsonic (CH3AsO (OH) 2), adalah prekursor fungisida (nama dagang Neoasozin) dalam budidaya padi dan kapas. Derivatif asam phenylarsonic (C6H5AsO (OH) 2) digunakan sebagai aditif pakan ternak, termasuk asam 4-hydroxy-3-nitrobenzenearsonic (3-NHPAA atau Roxarsone), asam ureidophenylarsonic, dan asam p-arsanilic. Aplikasi ini ternyatamasihkontroversial karena mereka meng-emisikanbentuk arsenik larut air ke lingkungan.
Dopp, E., A.D. Kligermandan R.A. Diaz-Bone . 2010. Organoarsenicals. Uptake, Metabolism, and Toxicity. Royal Society of Chemistry. ISBN 978-1-84973-082-2. Cullen, W.R. dan K.J. Reimer. 1989. Arsenic speciation in the environment. Chemical Reviews, 89: 713–764. Bentley, R. dan T.G. Chasteen. 2002. Microbial Methylation of Metalloids: Arsenic, Antimony, and Bismuth. Microbiology and Molecular Biology Reviews , 66 (2): 250–271. Francesconi, K.A., J.S. Edmonds dan R.V. Stick. 1992. Arsenic Compounds from the Kidney of the Giant Clam Tridacna maxima: Isolation and Identification of an Arsenic-containing Nucleoside. Jour. Chem. Soc. Perkin Trans., 1(..): 1349-1356. Bentley, R. danT.G.Chasteen. 2002. Microbial Methylation of Metalloids: Arsenic, Antimony, and Bismuth. Microbiology and Molecular Biology Reviews , 66 (2): 250–271. Cullen, W.R. danK.J.Reimer. 1989. Arsenic speciation in the environment. Chemical Reviews , 89 (4): 713–764. Senyawa Organo-arsenik di AlamTrimethylarsine, dahulu dikenal sebagai Gas Gosio merupakansenyawa organ-oarsenik yang berbau busuk , biasanyadihasilkan oleh aktivitasmikroba pada substrat arsenik anorganik (Cullen dan Reimer. 1989). Sebuah sumber topikal senyawa ini adalah pigmen hijau yang pernah populer dalam“wallpaper”, Paris hijau. Berbagai gangguanpenyakit dianggapdisebabkanolehsenyawa ini, walaupun tingkat toksisitasnyatidakterlalutinggi (Bentley danChasteen, 2002) . Senyawa organoarsenik lainnyayang ditemukan dalam dialam adalaharsenobetain dan arsenocholine,keduanya ditemukan di banyak organisme laut (Dopp, Kligermandan Diaz-Bone, 2010). Beberapa nukleosida mengandungAs (Francesconi, Edmonds dan Stick. 1992). Beberapa senyawa organoarsenikmuncul melalui proses metilasi. Sebagai contoh, Scopulariopsis brevicaulis menghasilkan sejumlah besar trimethylarsine jika tersediaarsenik anorganik (Bentley danChasteen, 2002). Senyawaarsenobetain organik yang ditemukan di beberapa organismelaut seperti ikan dan ganggang, juga ditemukandalam jamur dengankonsentrasi yang lebih besar. Asupan rata-rata orang adalah sekitar 10-50 mg / hari. Nilai sekitar 1000 mg dapatterjadisetelah mengkonsumsi ikan atau jamur. Namundemikian, hanyaada sedikit bahaya dalam memakan ikan karena senyawa arsenik ini hampir tidak beracun (Cullen dan Reimer, 1989).
. Sharma, H.D., Reddy K.R. (2004). “Geoenvironmental Engineering.” Jon Wiley & Sons, Hoboken, New Jersey, 478-485 Doty, S.L. (2008). “Enhancing phytoremediation through the use of transgenics and endophytes.” New Phytologist (2008) 179: 318–333 Blaylock, M.J., Elless, M.P., Huang, J.W., Dushenkov, S.M. (1999). “Phytoremediation of Lead-Contaminated Soil at a New Jersey Brownfield Site.” Remediation, summer 1999; 93-101 Chaney, R.L., Broadhurst, L., Centofanti, T. (2000) “Phytoremediation of Soil Trace Elements.” Bioavailability, Risk Assessment and Remediation; 311-352 Rock, S.A., Sayre, P.G. (1998) “Phytoremediation of Hazardous Wastes: Potential Regulatory Acceptability.” Remediation, autumn 1998; 5-17 Zadrow, J.J. (1999). “Recent Applications of Phytoremediation Technologies.” Remediation, spring 1999; 29-36 Mudhoo, A. (2011). “Phytoremediation of Cadmium: A Green Approach.” Gupta et al. (2000) “Phytoremediation: An Efficient Approach for Bioremediation of Organic and Metallic Ions Pollutants.” Bioremediation and Sustainability; 213-240 Dushenkov, S., Mikheev, A., Prokhnevsky A., Ruchko, M., and Sorochinsky, B., Phytoremediation of radiocesium-contaminated soil in the vicinity of Chernobyl, Ukraine, Environ. Sci. Technol., Vol. 33, pp. 469-475, 1999.
. KekurangannyaFitoremediasi Banyak instansi pemerintah belum sepenuhnya memahamimanfaat dari teknologi baru ini. Akibatnya, teknologiinitidak dipertimbangkan untuk mendukungproyek-proyek yang tercantum dalam Daftar Prioritas Nasional atau daftar Superfund (Batu et al, 1998). Fitoremediasi tidak dapatmengolahkontaminasi air-dalam; rumput dapat membersihkan kontaminanhingga kedalamantiga meter, semak-semakhinggakedalamansepuluh meter, dan pohon berakar-dalamhingga20 meter. Proses fitoremediasiini umumnya lambat dan dapat memerlukanwaktu tiga hinggalima tahun untuk memenuhi tujuan pembersihan yang ditargetkan. Pemilihan jenistumbuhan yang spesifik-lokasiharus dilakukanuntuk memproses campuran bahan kimia sambilmencegah kematian vegetasi. Pemilihan tumbuhandan kombinasinyasangat banyak danmasihdalam tahap percobaan yang membutuhkan penelitian lanjutan. Proses ini sangat tergantung pada klimatologi lokal dan harus dirancang dengan pertimbangan lokal. Selain itu, operasi fitoremediasiskala besar mungkin membutuhkan peralatan pertanian kelas berat, yang umumnya terletak jauh dari daerah perkotaan yang terkontaminasi (Mudhoo, 2011). Satwa liar dan manusiadapat mengkonsumsi hasiltanaman, makaharus dilakukantindakanuntuk mencegah masuknya kontaminan ke dalamrantai makanan. Jika kontaminan tersebut diserap ke dalam tanah, biasanyatidak cukup mobile untuk memungkinkan fitoremediasi. Hal pentinglainnya, biomassa limbah yang kayakontaminanharus dibuang dengan benar, kadang-kadang memerlukanbiaya yang mahal(Sharma dan Reddy, 2004).
. Keuntungan Akar tanaman menstabilkan tanah dan mencegah gerakan polutan melalui limpasan dan debu yang tertiup angin. Teknik ini menggunakan tanaman dan sumberdaya alam lokal, sehinggalebih murah. Remediasi ini dilakukan di tempat, menghemat biaya transportasi dan pengolahan off-site. Dibandingkan dengan sistem lainnya, biasanya estetika menyenangkan dan disukai oleh masyarakat (Sharma dan Reddy, 2004). Mudhoo (2011) membuat “klaim” bahwa sifat dangkaldanluas dari teknik ini telahmembuatnya ideal untuk memulihkan tanah pertanian yang rusak akibat pencemaranlimbahindustri.
. Latar BelakangTeoritis. Kata "phyto" (bahasaYunani) berarti “tumbuhan”. Proses fitoremediasimelibatkan tumbuhanuntukmenyembuhkankontaminasilingkungan. Hal ini biasanya mengacu pada penggunaan tumbuhantanpa penggalian material atau pengolahan tanah. Banyak ragamaktivitasyang terjadi untuk menyerap atau menurunkan kontaminan padaberbagai skala. Zona akar tanaman harus kontak dengan tanah yang terkontaminasi, karena ini merupakantempatpenyerapankontaminan. Membran akar bertindak sebagai filter dalam proses yang disebut "rhizofiltration" dan akhirnya menyerap polutan. Dua macamgaya-dorong yang menentukan perilakukontaminan tergantung pada sifat bahan kimiapolutan. "Phytodegradation" terjadi ketika proses metabolisme di dalam tumbuhandapatmemecah bahan kimia organik, sedangkan"phytoaccumulation" terjadi ketika senyawa anorganik terkunci ke dalam struktur tumbuhan (Sharma dan Reddy, 2004). Proses-proses gabungan, yang disebut "rhizodegradation" terjadi pada rimpang akar dimana bakteri ataujamurmutualistikmendegradasidan / atau mengikatpolutan kepermukaan akaratau masukkedalam akar tumbuhan.
. Latar Belakang Teoritis.Kekuatan energi pendorong dapat diidentikkandengan pompa dan sistem miniatur pengolahan, dimana evapotranspirasi selama musim panas menyebabkan sejumlah besar kelembaban tanah harusdiproses. Proses alami "phytoextraction" inidapat menarik polutan tanah dari dalamtanah sampai ke daun, namun sebagian besar polutaninidapat terdegradasi, atau terakumulasi kalauproses metabolisme lokal tidak mampu menghancurkannya (Sharma dan Reddy , 2004). Penyerapan air-tanahmenciptakan "kerucut depresi" kecil, dan membatasi pergerapanpolutandalamtanah.Daya tarik organik dikombinasikan dengan imobilisasi air-tanah secara efektif dapatmembatasi pergerakanpolutandalam proses yang disebut "phytostabilization". "Phytovolatilization" adalah sebuah proses baru yang diperkenalkanoleh Mudhoo (2011), melibatkan konversi kontaminan menjadi bentuk yang mudah menguap dan langsung mengemisikannyake atmosfer.
. Sejarah Fitoremediasi“Godfather" dari fitoremediasi dan studi tumbuhanhiperakumulator adalahR.R. Brooks dariSelandia Baru. Salah satu tulisanpertama tentangserapanlogamberat yang sangattinggipada tumbuhandalam ekosistem tercemar ditulis oleh Reeves dan Brooks pada tahun 1983. Mereka menemukan bahwa konsentrasi timbal dalamtumbuhanThlaspi yang tumbuhdi daerah pertambangan merupakannilaitertinggi yang pernah dicatat untuk tanaman berbunga. Karya ilmiahProfesor Brooks tentanghiperakumulasilogam berat oleh tumbuhanmenimbulkan pertanyaan bagaimana pengetahuan ini dapat digunakan untuk membersihkan tanah-tanah yang tercemar. Artikel ilmiahpertama tentangfitoremediasi ditulis oleh ilmuwan di Rutgers University, tentang penggunaan tumbuhankhusus untuk membersihkan tanah yang tercemar. Pada tahun 1993, paten Amerika Serikat diajukan oleh perusahaan bernama Phytotech. Dengan berjudul "Fitoremediasi Logam", paten mengungkapkan metode untuk menyeraplogam dari tanah denganmenggunakan tumbuhan. Beberapa spesies tumbuhan, termasuk lobak dan mustard, secara genetik direkayasa untuk mengekspresikan protein yang disebut metallo-thionein. Protein tumbuhaninimengikat logam berat dan “menghapusnya” sehingga tidakterjaditoksisitas tumbuhan. Karena teknologi ini, tumbuhanhasilrekayasa genetika, termasuk Arabidopsis, tembakau, canola, dan padi , telah dimodifikasi untuk memulihkan daerah yang terkontaminasi merkuri.
Reeves, R.D. dan R.R. Brooks. 1983. Hyperaccumulationof lead and zinc by two metallophytes from mining areas of Central Europe.Environmental Pollution Series A, Ecological and Biological, 31(4): 277–285. Reeves dan Brooks (1983) mempelajari konsentrasi timbal dan seng dalamThlaspi rotundifolium subsp. cepaeifolium dan Alyssum wulfenianum yang tumbuh pada material “tailing”tambang dan kerikil sungai yang terkontaminasi limbahtambang timbal-seng di Gua del PREDIL (Raibl) wilayah Italia Utara. KandunganPbhingga 8200 μg/g (0,82%) ,Zinc hingga 17300 μg/g (1,73%) dan ditemukan dalamdaun-daun keringThlaspi . Nilai-nilai padatumbuhanA. wulfenianum adalah 860 dan 2500 μg/g. Konsentrasi Pbdalam Thlaspi merupakannilaitertinggi yang pernah tercatat padatumbuh-tumbuhanberbunga. Keberadaan taksa non-toleran yang sangat mirip dengan dua metallo-fitaini dan tumbuh di tanah yang tidak terkontaminasi di daerah yang sama, mengisyaratkanbahwa kolonisasi limbah tambang ini merupakanproses yang bersifatneo-endemik.
Rahman, M.A. dan H. Hasegawa. 2011. Aquatic arsenic: Phytoremediation using floating macrophytes. Chemosphere, 83(5): 633–646. Fitoremediasimerupakanteknologihijau yang berbasistumbuhan, telah menerima banyakperhatian setelah ditemukannya tumbuhanhiperakumulator yang mampu mengumpulkan, mentranslokasikan, dan mengkonsentrasikan sejumlah besarunsur-unsur beracun tertentu dalam bagian tubuhnyadiatastanah. Fitoremediasi meliputi beberapa proses yaitu, fitoekstraksi, fitodegradasi, rhizofiltrasi, fitostabilisasidan fitovolatilisasi. Jenis-jenistumbuhandaratan dan perairan telah diuji untuk memulihkan tanah dan air yang terkontaminasi. Sejumlah spesies tumbuhanair telah diteliti untuk remediasi kontaminan beracun seperti As, Zn, Cd, Cu, Pb, Cr, Hg, dll.(Rahmandan Hasegawa, 2011). Arsenik, salah satu unsur-unsur beracun yang mematikan, tersebarsecara luas dalam sistem air sebagai hasil pelarutanmineral dari batuan vulkanik atau sedimen dandari pengenceran air panas bumi. Selain itu, pembuangan limbah pertanian dan industri juga dipertimbangkan untuk kontaminasi arsenik di perairan alami. Beberapa tumbuhanair telah dilaporkan mampumengakumulasikanbanyakarsenik dari air yang terkontaminasi. Eceng gondok (Eichhornia crassipes), Duckweeds (Lemna gibba, Lemna minor, Spirodela polyrhiza), kangkung (Ipomoea aquatica), pakis air (Azolla carolininia, Azolla filiculoides, dan Azolla pinnata), kubis air (Pistia stratiotes), Hydrilla (Hydrilla verticillata) dan selada air (Lepidium sativum) telah dipelajari kemampuannyamenyeraparsenik dan mekanismeserapannya, dan potensinyadalam teknologi fitoremediasi. Tumbuhan air berpotensi tinggidalamfitoremediasiarsenik.
. . Alvarado,S., M.Guédez, M.P. Lué-Merú, G.Nelson, A.Alvaro, A.C. Jesúsdan Z. Gyula. 2002. Arsenic removal from waters by bioremediation with the aquatic plants Water Hyacinth (Eichhorniacrassipes) and Lesser Duckweed (Lemna minor). Bioresource Technology, 99(17): 8436-8440. Alvarado,S et al. (2002) melakukanpenelitian ini penghapusan arsenik oleh enceng-gondok(Eichhornia crassipes) dan Duckweed (Lemna minor) dengankonsentrasi 0,15 mg/ L. Kerapatan tanaman adalah 1 kg/m2 untuk Duckweed dan 4 kg/m2 untuk Eceng Gondok berdasarkanbobotbasahnya. Arsen ditentukan dalam jaringan daundan sampelair dengan Metodespektroskopi serapan atom generasi hidrida. Unsur As dipantau dariwaktu kewaktuselama periode21 hari. Tidak ada perbedaan signifikan dalamhalkemampuan bioakumulasi darikedua spesiesini. Tingkat penyerapanuntuk L. minor sebesar140 mg As / ha/haridengan pemulihan penghapusan sebesar5%. Encenggondokmemiliki tingkat penghapusan 600 mg As / ha/haridan pemulihan penghapusan 18%. Efisiensi penyerapanolehEceng Gondok lebih tinggi karena produksi biomassanyadan kondisi iklim yang lebih menguntungkan. Speciesini merupakan alternatif yang dapat diandalkan untuk bioremediasi arsenikdi perairan.
. Tripathi, B.D. dan S.C. Shukla. 1991. Biological treatment of wastewater by selected aquatic plants. Environmental Pollution, 69(1): 1991 69-78.. TripathidanShukla (1991) meneliti efisiensi penghapusan polutanolehjenis-jenistumbuhan dan ganggangtertentu, Eichhornia crassipes, Microcystis aeruginosa, Scenedesmus falcatus, Chlorella vulgaris dan Chlamydomonas mirabilis, dalam kondisi laboratorium untuk mengevaluasi peran potensialnya dalam pengolahan air limbah. Air limbah Kota Varanasi, dicampur dengan limbah dari sekitar 1200 industri kecil, digunakan untuk material penelitian. Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan,yaitu budidaya eceng gondok diikuti oleh budidaya algae, dan akhirnya budidaya eceng gondok yang kedua. Untuk budidaya eceng gondok yang pertama, sebanyak10 tanaman eceng gondok ditumbuhkandalamtangki air limbah dengan waktu retensi 15 hari. Pada tahap kedua, spesies algaedikultur dalam air limbah dandirawat selama 5 hari, sedangkanpadatahapan ketiga, eceng gondok ditumbuhkanlagi dalamair limbah selama 9 hari. Akuakultur tiga tahapanini menghasilkan pengurangan yang sangat tinggi BOD (96,9%), padatan tersuspensi (78,1%), alkalinitas total (74,6%), PO4 (89,2%), NO3 (81,7%), kemasaman (73,3%), NH4 (95,1%), COD (77,9%), kesadahan(68,6%) dan bakteri coliform (99,2%). Selainitu, jugaterjadi peningkatan konsentrasi oksigen terlarut (70%).
. . Accumulation of arsenic by aquatic plants in large-scale field conditions: Opportunities for phytoremediation and bioindication Original Research ArticleScience of The Total Environment, Volume 433, 1 September 2012, Pages 390-397Paulo J.C. Favas, JoãoPratas, M.N.V. PrasadClose abstract Graphical abstract Purchase PDF - $41.95 Abstract This work focuses on the potential of aquatic plants for bioindication and/or phytofiltration of arsenic from contaminated water. More than 71 species of aquatic plants were collected at 200 sampling points in running waters. The results for the 18 most representative plant species are presented here. The species Ranunculus trichophyllus, Ranunculus peltatus subsp. saniculifolius, Lemna minor, Azollacaroliniana and the leaves of Juncuseffusus showed a very highly significant (P < 0.001) positive correlation with the presence of arsenic in the water. These species may serve as arsenic indicators. The highest concentration of arsenic was found in Callitrichelusitanica (2346 mg/kg DW), Callitrichebrutia (523 mg/kg DW), L. minor (430 mg/kg DW), A. caroliniana (397 mg/kg DW), R. trichophyllus (354 mg/kg DW), Callitrichestagnalis (354 mg/kg DW) and Fontinalisantipyretica (346 mg/kg DW). These results indicate the potential application of these species for phytofiltration of arsenic through constructed treatment wetlands or introduction of these plant species into natural water bodies. Karya ini berfokus pada potensi tanaman air untuk bioindication dan / atau phytofiltration arsenik dari air yang terkontaminasi. Lebih dari 71 spesies tanaman air dikumpulkan di 200 titik sampling dalam menjalankan perairan. Hasil untuk 18 jenis tumbuhan yang paling representatif yang disajikan di sini. Spesies Ranunculus trichophyllus, Ranunculus peltatus subsp. saniculifolius, Lemna minor, Azolla carolininia dan daun Juncus effusus menunjukkan korelasi positif yang sangat sangat signifikan (P <0,001) dengan keberadaan arsenik dalam air. Spesies ini dapat berfungsi sebagai indikator arsenik. Konsentrasi tertinggi arsenik ditemukan di Callitriche lusitanica (2346 mg / kg DW), Callitriche brutia (523 mg / kg DW), L. minor (430 mg / kg DW), A. carolininia (397 mg / kg DW), R. trichophyllus (354 mg / kg DW), Callitriche stagnalis (354 mg / kg DW) dan Fontinalis antipyretica (346 mg / kg DW). Hasil ini menunjukkan potensi penggunaan spesies ini untuk phytofiltration arsenik melalui lahan basah pengobatan dibangun atau pengenalan jenis tumbuhan ini ke dalam badan air alami.
. .Phytoremediation of heavy metals—Concepts and applications Review ArticleChemosphere, Volume 91, Issue 7, May 2013, Pages 869-881Hazrat Ali, Ezzat Khan, Muhammad Anwar SajadClose abstract Graphical abstract Purchase PDF - $41.95 Abstract The mobilization of heavy metals by man through extraction from ores and processing for different applications has led to the release of these elements into the environment. Since heavy metals are nonbiodegradable, they accumulate in the environment and subsequently contaminate the food chain. This contamination poses a risk to environmental and human health. Some heavy metals are carcinogenic, mutagenic, teratogenic and endocrine disruptors while others cause neurological and behavioral changes especially in children. Thus remediation of heavy metal pollution deserves due attention. Different physical and chemical methods used for this purpose suffer from serious limitations like high cost, intensive labor, alteration of soil properties and disturbance of soil native microflora. In contrast, phytoremediation is a better solution to the problem. Phytoremediation is the use of plants and associated soil microbes to reduce the concentrations or toxic effects of contaminants in the environments. It is a relatively recent technology and is perceived as cost-effective, efficient, novel, eco-friendly, and solar-driven technology with good public acceptance. Phytoremediation is an area of active current research. New efficient metal hyperaccumulators are being explored for applications in phytoremediation and phytomining. Molecular tools are being used to better understand the mechanisms of metal uptake, translocation, sequestration and tolerance in plants. This review article comprehensively discusses the background, concepts and future trends in phytoremediation of heavy metals. Mobilisasi logam berat oleh manusia melalui ekstraksi dari bijih dan pengolahan untuk aplikasi yang berbeda telah menyebabkan pelepasan unsur-unsur ke lingkungan. Karena logam berat yang nonbiodegradable, mereka menumpuk di lingkungan dan kemudian mencemari rantai makanan. Kontaminasi ini menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Beberapa logam berat bersifat karsinogenik, mutagenik, teratogenik dan endokrin sementara yang lain menyebabkan perubahan neurologis dan perilaku terutama pada anak-anak. Jadi remediasi pencemaran logam berat layak perhatian. Metode fisik dan kimia yang berbeda digunakan untuk tujuan ini menderita keterbatasan serius seperti biaya tinggi, padat karya, perubahan sifat tanah dan gangguan tanah mikroflora asli. Sebaliknya, fitoremediasi adalah solusi yang lebih baik untuk masalah ini. Fitoremediasi adalah penggunaan tanaman dan mikroba tanah yang terkait untuk mengurangi konsentrasi atau efek racun dari kontaminan dalam lingkungan. Ini adalah teknologi yang relatif baru dan dianggap sebagai biaya yang efektif, efisien, baru, ramah lingkungan, dan teknologi solar-driven dengan penerimaan masyarakat yang baik. Fitoremediasi merupakan daerah penelitian saat ini aktif. New hyperaccumulators logam yang efisien sedang dieksplorasi untuk aplikasi dalam fitoremediasi dan phytomining. Alat molekul yang digunakan untuk lebih memahami mekanisme serapan logam, translokasi, penyerapan dan toleransi pada tanaman. Ini artikel yang komprehensif membahas latar belakang, konsep dan tren masa depan dalam fitoremediasi logam berat.
Ye,W.L., M. A. Khan, S.P. McGrath dan F.J. Zhao. 2011. Phytoremediation of arsenic contaminated paddy soils with Pterisvittata markedly reduces arsenic uptake by rice. Environmental Pollution, 159(12): 3739-3743. Arsenic (As) accumulation in food crops such as rice is of major concern. To investigate whether phytoremediation can reduce As uptake by rice, the As hyperaccumulatorPterisvittata was grown in five contaminated paddy soils in a pot experiment. Over a 9-month period P. vittata removed 3.5–11.4% of the total soil As, and decreased phosphate-extractable As and soil pore water As by 11–38% and 18–77%, respectively. Rice grown following P. vittata had significantly lower As concentrations in straw and grain, being 17–82% and 22–58% of those in the control, respectively. Phytoremediation also resulted in significant changes in As speciation in rice grain by greatly decreasing the concentration of dimethylarsinic acid (DMA). In two soils the concentration of inorganic As in rice grain was decreased by 50–58%. The results demonstrate an effective stripping of bioavailable As from contaminated paddy soils thus reducing As uptake by rice. Arsen (As) akumulasi dalam tanaman pangan seperti padi menjadi perhatian utama. Untuk mengetahui apakah fitoremediasi dapat mengurangi Sebagai serapan oleh beras, As hiperakumulator Pteris vittata ditumbuhkan dalam lima tanah sawah yang terkontaminasi dalam percobaan pot. Selama periode 9 bulan P. vittata dihapus 3,5-11,4% dari total tanah As, dan penurunan As dan air pori tanah diekstrak fosfat-As oleh 11-38% dan 18-77%, masing-masing. Beras tumbuh mengikuti P. vittata telah secara signifikan lebih rendah konsentrasi As dalam jerami dan gabah, menjadi 17-82% dan 22-58% dari mereka yang kontrol, masing-masing. Fitoremediasi juga mengakibatkan perubahan signifikan dalam As spesiasi dalam gabah dengan sangat mengurangi konsentrasi asam dimethylarsinic (DMA). Dalam dua tanah konsentrasi anorganik Seperti pada gabah mengalami penurunan sebesar 50-58%. Hasil menunjukkan sebuah stripping efektif bioavailable Seperti dari tanah sawah yang terkontaminasi sehingga mengurangi Sebagai serapan oleh beras.