10 likes | 208 Views
60 inetiekankan pentingnya penghayatan melalui pengalaman-pengalaman nyata dalam dunia rohani. Kecenderungan demikian bukan hanya membentuk sikap, tingkah laku dan pandangan moral saja tetapi juga melahirkan wawasan keilmuan
E N D
60 inetiekankan pentingnya penghayatan melalui pengalaman-pengalaman nyata dalam dunia rohani. Kecenderungan demikian bukan hanya membentuk sikap, tingkah laku dan pandangan moral saja tetapi juga melahirkan wawasan keilmuan yang merupakan orientasi keagamaan yang bersifat esoteris yang lebih banyak mempertanyakan makna dan nilai-nilai ajaran agama (Islam). Selanjutnya, sebagai aspek esoteris dari orientasi keagamaan Islam yang banyak memberikan nilai dasar dan memberi pandangan hidup kepada umatnya yang mempengaruhi sikap, tingkah laku dan tindakan sosialnya, membentuk suatu private culture yang pada giliran selanjutnya dapat mewarnai budaya masyarakat (public culture)yang dimanfaatkan dengan baik dalam memperkaya motivasi, memberi makna dan sekaligus mereduksi timbulnya penyimpangan. Dari penjelasan Hasan (1994) dan Allport & Ross (1977), teranglah beda pemahaman tentang orientasi keagamaan. Orientasi keagamaan yang dimaksud Hasan (1994) cakupannya lebih luas, sedangkan menurut Allport & Ross (1977) yang dimaksud orientasi keagamaan lebih bersifat spesifik pada faktor kepribadian manusia karena Allport & Ross (1977) menggunakan motivasi dan visi psikologis yang digunakan sebagai obejk psikologis dalam melatarbelakangi kehidupan keagamaan individu. Penulis menjadikan kategori orientasi religius Allport & Ross (1977) sebagai acuan dalam penelitian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa individu - individu berorientasi instrinsik akan melihat agama dalam persektif yang bersifat : personal, unselfish, relevansi terhadap seluruh kehidupan, pokok, asosiasional dan keteraturan penjagaan perkembangan iman. Individu - individu tersebut akan