670 likes | 1.75k Views
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sebagai suatu entitas yang mengemban amanat rakyat, pemerintah dalam melaksanakan hak dan kewajibannya harus memiliki rencana yang matang. Rencana tersebut akan dipakai sebagai pedoman dalam setiap pelaksanaan tugas negara termasuk pula dalam hal pengurusan keuangan.
E N D
1. Struktur APBN
2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Sebagai suatu entitas yang mengemban amanat rakyat, pemerintah dalam melaksanakan hak dan kewajibannya harus memiliki rencana yang matang. Rencana tersebut akan dipakai sebagai pedoman dalam setiap pelaksanaan tugas negara termasuk pula dalam hal pengurusan keuangan
3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Setiap tahun pemerintah menghimpun dan membelanjakan dana triliunan rupiah melalui APBN. Penyusunan APBN merupakan rangkaian aktifitas yang melibatkan banyak pihak termasuk departemen , lembaga dan DPR, peran DPR dalam hal ini sebagai otoritas yang mengawasi arus keluar dana APBN
4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Sesuai UUD 45, APBN harus diwujudkan dala bentuk Undang-undang, dalam hal ini Presiden berkewajiban menyusun dan mengajukan Rancangan APBN kepada DPR. RAPBN memuat asumsi umum yang mendasari penyusunan APBN, perkiraan penerimaan, pengeluaran, transfer, defisit/surplus, pembiayaan defisit dan kebijakan pemerintah.
5. Ruang Lingkup APBN APBN mencakup seluruh penerimaan dan pengeluaran yang ditampung dalam satu rekening yang disebut rekening Bendaharawan Umum Negara (BUN) di bank sentral (Bank Indonesia). Pada dasarnya semua penerimaan dan pengeluaran pemerintah harus dimasukkan dalam rekening tersebut.
6. Ruang Lingkup APBN Sesuai dengan peraturan pemerintah perundangan yang terkait dengan pengelolaan APBN, semua penerimaan dan pengeluaran harus tercakup dalam APBN. Dengan kata lain pada saat pertanggungjawaban APBN, semua realisasi penerimaan dan pengeluaran dalam rekening harus dikonsolidasikan ke dalam rekening BUN. Semua penerimaan dan pengeluaran yang telah dimasukkan dalam rekening BUN adalah merupakan penerimaan dan pengeluaran “on budget”
7. Perkiraan APBN Perkiraan-perkiraan APBN terdiri dari:
penerimaan
pengeluaran
transfer
surplus/defisit dan
pembiayaan
8. Sejarah Format APBN Selama TA 1969/70 sampai dengan 1999/2000 APBN menggunakan format T-account.
Format ini dirasakan masih mempunyai kelemahan antara lain tidak memberikan informasi yang jelas mengenai pengendalian defisit dan kurang transparan sehingga perlu disempurnakan
Mulai TA 2000 format APBN diubah menjadi I-account, disesuaikan dengan Government Finance Statistics (GFS)
9. Tujuan Perubahan Format APBN Tujuan perubahan format dari T-account ke I-account adalah :
Untuk meningkatkan transparansi dalam penyusunan APBN
Untuk mempermudah analisis, pemantauan, dan pengendalian dalam pelaksanaan dan pengelolaan APBN
Untuk mempermudah analisis komparasi (perbandingan) dengan budget negara lain
Untuk mempermudah perhitungan dana perimbangan yang lebih transparan yang didistribusikan oleh pemeritah pusat ke pemerintah daerah mengikuti pelaksanaan UU No.25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah
10. T-Account Dalam T-account, sisi penerimaan dan sisi pengeluaran dipisahkan di kolom yang berbeda
T-account mengikuti anggaran yang berimbang dan dinamis
Dalam versi T-account, format seimbang dan dinamis diadopsi. Seimbang berarti sisi penerimaan dan pengeluaran mempunyai nilai jumlah yang sama. Jika jumlah pengeluaran lebih besar daripada jumlah penerimaan, kemudian kekurangannya ditutupi dari pembiayaan yang berasal dari sumber-sumber dalam atau luar negeri
11. T-Account (Cont’d) Pengeluaran APBN diperinci dalam pemerintah pusat dan pemerintah daerah
Versi T-account tidak menunjukan dengan jelas komposisi anggaran yang dikelola pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ini merupakan akibat dari sistem anggaran yang terpusat
Pada format T-account, pinjaman luar negeri dianggap sebagai penerimaan pembangunan dan pembayaran cicilan utang luar negeri dianggap sebagai pengeluaran rutin
12. I-Account Dalam I-account, sisi penerimaan dan sisi pengeluaran tidak dipisahkan atau dalam satu kolom
I-account menerapkan anggaran defisit/surplus
Dalam versi I-account, anggaran surplus/defisit diadopsi. Perubahan – perubahan itu dengan jelasnya digambarkan oleh posisi overall balance
13. I-Account (Cont’d) Defisit/surplus adalah perbedaan antara jumlah penerimaan dan hibah, dan jumlah pengeluaran. Perbedaan negatif-jumlah pengeluaran lebih besar daripada jumlah penerimaan- berarti defisit.
Jika perbedaan adalah positif –jumlah penerimaan dan hibah lebih besar dari jumlah pengeluaran- itu berarti surplus.
Sumber – sumber pembiayaan untuk menutup defisit mungkin berasal dari pembiayaan dalam dan luar negeri
14. I-Account (Cont’d) Pengeluaran APBN diperinci dalam pemerintah pusat dan pemerintah daerah
versi I-account dengan jelas menunjukan komposisi jumlah anggaran yang dikelola oleh pemerintah daerah
I-account, pinjaman luar negeri dan pembayaran cicilannya dikelompokan sebagai pembiayaan anggaran
15. Format I-Account APBN Dengan format baru ini pinjaman luar negeri diperlakukan sebagai utang, sehingga jumlahnya harus sekecil mungkin karena pembayaran kembali bunga dan cicilan pinjaman luar negeri akan memberatkan APBN di masa yang akan datang
16. Format I-Account APBN A. Pendapatan dan Hibah
I. Penerimaan Dalam Negeri
1. Penerimaan Pajak
2. Penerimaan Bukan Pajak
II. Hibah
B. Belanja Negara
I. Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
1. Pengeluaran Rutin
2. Pengeluaran Pembangunan
II. Dana Perimbangan
III. Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang
C. Keseimbangan Primer
D. Surplus/Defisit Anggaran (A-B)
E. Pembiayaan
I. Dalam Negeri
II. Luar Negeri
17. Penjelasan Komposisi APBN A.Penerimaan
Penerimaan APBN diperoleh dari berbagai sumber yang meliputi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPn), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), cukai dan Pajak lainnya yang merupakan sumber utama penerimaan APBN. Selanjutnya Penerimaan Non Pajak, diantaranya penerimaan dari sumber daya alam, laba BUMN
18. Penjelasan Komposisi APBN B.Pengeluaran
Secara umum, pengeluaran yang dilakukan pada suatu tahun anggaran harus ditutup dengan penerimaan pada tahun anggaran yang sama. Berbeda dengan anggaran penerimaan negara yang diperlakukan sebagai target penerimaan pemerintah dan diharapkan dapat dilampauinya, anggaran pengeluaran merupakan batas pengeluaran yang tidak boleh dilampaui.
19. B.Pengeluaran (Cont’d)
Secara Umum, proses terjadinya pengeluaran melalui 4 tahap, yaitu:
1. Kewenangan Anggaran
2. Pelimpahan Kewenangan Anggaran
3. Kewajiban
4. Realisasi Pengeluaran (outlays)
20. Penjelasan Komposisi APBN C.Dana Perimbangan
Dana Perimbangan adalah transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam rangka program desentralisasi. Terdapat 3 jenis transfer, yaitu dana bagi hasil penerimaan, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus
21. Penjelasan Komposisi APBN D.Dana Otonomi Khusus
Dana Otonomi Khusus diberikan kepada daerah yang memiliki karakteristik khusus yang membedakan dengan daerah lain, contohnya propinsi Papua mendapat dana alokasi yang lebih besar untuk mengatasi masalah yang kompleks di wilayahnya. Tujuan alokasi tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dan mengurangi ketertinggalan dari propinsi lainnya.
22. Penjelasan Komposisi APBN F. Defisit dan Surplus
Defisit atau surplus merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Pengeluaran yang melebihi penerimaan disebut defisit, sebaliknya jika penerimaan yang melebihi pengeluaran disebut surplus.
23. Penjelasan Komposisi APBN G.Keseimbangan
Dalam tampilan APBN, dikenal dua istilah defisit anggaran, yaitu : keseimbangan primer, dan keseimbangan umum.
Keseimbangan primer adalah total penerimaan dikurangi belanja tidak termasuk pembayaran bunga, sedangkan
Kesembangan Umum adalah total penerimaan dikurangi total pengeluaran termasuk pembayaran bunga
24. Penjelasan Komposisi APBN H.Pembiayaan
Pembiayaan diperlukan untuk menutup defisit anggaran. Beberapa sumber pembiayaan yang penting saat ini adalah pembiayaan dalam negeri meliputi penerbitan obligasi, penjualan aset dan privatisasi, dan pembiayaan luar negeri meliputi pinjaman proyek, pembayaran kembali utang, pinjaman program dan penjadwalan kembali utang
25. Proses PenyusunanAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
26. Penyusunan APBN Menteri Keuangan dan Badan Perencanaan Nasional atas nama Presiden mempunyai tanggungjawab dalam mengkoordinasikan penyusunan APBN. Menteri Keuangan bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan penyusunan konsep anggaran belanja rutin. Sementara itu Bappenas dan Menteri Keuangan bertanggungjawab dalam mengkoordinasikan penyusunan anggaran belanja pembangunan
27. Penyusunan APBN Proses penyusunan APBN dapat dikelompokkan dalam dua tahap, yaitu:
Pembicaraan pendahuluan antara pemerintah dan DPR
Pengajuan, pembahasan, dan penetapan APBN
28. Penyusunan APBN 1.Pembicaraan Pendahuluan
Tahap ini diawali dengan beberapa kali pembahasan antara pemerintah dan DPR untuk menentukan mekanisme dan jadwal pembahasan APBN. Kegiatan dilanjutkan dengan persiapan rancangan APBN oleh pemerintah, antara lain meliputi penentuan asumsi dasar APBN, perkiraan penerimaan dan pengeluaran. Tahapan ini diakhiri dengan finalisasi penyusunan RAPBN oleh pemerintah
29. Penyusunan APBN 2.Pengajuan, Pembahasan, dan Penetapan APBN
Hal ini dilakukan oleh Menteri Keuangan dengan Panitia anggaran, maupun antara komisi dengan departemen. Hasil pembahasan ini adalah UU APBN yang memuat alokasi dana per departemen/lembaga, sektor, sub sektor, program dan kegiatan yang disebut satuan 3.
30. 2.Pengajuan, Pembahasan, dan Penetapan APBN (Cont’d)
Berdasarkan satuan 3 (alokasi dana per departemen/lembaga, sektor, sub sektor, program dan kegiatan), Dirjen Anggaran dan Menteri Membahas detail pengeluaran rutin berdasarkan pedoman penyusunan DIK dan indeks satuan biaya yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan. Untuk pengeluaran pembangunan, Dirjen Anggaran, Bappenas, dan Menteri teknis membahas detail pengeluaran untuk tiap-tiap kegiatan.
31. 2.Pengajuan, Pembahasan, dan Penetapan APBN (Cont’d)
Apabila DPR menolak RAPBN yang diajukan pemerintah tersebut , maka pemerintah menggunakan APBN tahun sebelumnya. Hal ini berarti maksimum yang dapat dilakukan pemerintah harus sama dengan pengeluaran tahun lalu.
32. Hasil pembahasan diatas didokumentasikan kedalam dokumen-dokumen berikut:
Daftar Isian Kegiatan, dokumen yang berlaku sebagai otorisasi untuk pengeluaran rutin pada masing-masing unit organisasi.
Daftar Isian Proyek, dokumen anggaran berlaku sebagai otorisasi untuk pengeluaran pembangunan untuk masing-masing proyek pada unit organisasi.
Surat Pengesahan Alokasi Anggaran Rutin (SPAAR), dokumen yang menetapkan besaran alokasi anggaran rutin untuk setiap kantor/satuan kerja di daerah yang selanjutnya akan dibahas anatara Kantor Wilayah DJA dan Instansi Vertikal Departemen/ Lembaga untuk kemudian dituangkan dalam DIK.
33. Lanjutan..
Surat Pengesahan Alokasi Anggaran Pembangunan (SPAAP), dokumen yang menetapkan besaran alokasi anggaran pembangunan untuk setiap proyek/bagian proyek yang selanjutnya akan dibahas antara Kantor wilayah DJA dengan instansi vertikal/dinas untuk kemudian dituangkan dalam DIP.
Surat Keputusan Otorisasi (SKO), dokumen otorisasi untuk penyediaan dana kepada departemen/lembaga/pemerintah daerah dan pihak lain yang berhak baik untuk rutin maupun pembangunan.
34. PERATURAN PELAKSANAAN: PP No. 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
PP No. 21 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) Tahun 2005
PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
PMK Nomor 571/PMK.06/2004 tentang Petunjuk Teknis Penyelesaian Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
PMK Nomor 606/PMK.06/2004 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2005
PMK Nomor 54/PMK. 02/2005 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL
35. PERUBAHAN FORMAT ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT : Penerapan sistem penganggaran terpadu (unified budged), melalui penyatuan anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang sebelumnya dipisahkan; dan
Reklasifikasi rincian belanja negara menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja, yang sebelumnya dirinci menurut sektor dan jenis belanja.
36. SASARAN PERUBAHAN FORMAT ANGGARAN BELANJA NEGARA : Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan belanja negara, melalui:
Minimalisasi duplikasi rencana kerja dan penganggaran dalam belanja negara
Meningkatkan keterkaitan antara keluaran (output) dan hasil (outcomes) yang dicapai dengan penganggaran organisasi
Penyesuaian dengan klasifikasi internasional
37. PENELAAHAN RKA-KL DAN DIPA 2005 Kementerian Keuangan cq. DJAPK menelaah kesesuaian RKA-KL dengan pagu sementara, standar biaya, dan prakiraan maju; dan
Bappenas menelaah sinkronisasi program dalam RKA-KL dengan RKP.
Penelaahan tersebut dilakukan pada minggu kedua
Juli sampai dengan awal Agustus
Kementerian Keuangan cq DJPbn menelaah kesesuaian antara DIPA dengan Keppres tentang Rincian APBN 2006 (yang diterbitkan selambat-lambatnya November 2005)
38. PENYUSUNAN RKA-KL 2006 DAN DIPA 2006 Penelaahan RKA-KL oleh Kementerian Keuangan (cq DJAPK) dan Bappenas dimulai pada minggu kedua Juli sampai awal Agustus 2005
Penerbitan Keppres tentang Rincian APBN 2006 (paling lambat November 2005)
Pengajuan konsep DIPA oleh kementerian/lembaga paling lambat minggu kedua Desember 2005
Kementerian Keuangan cq Direktur Jenderal Perbendaharaan melakukan penelaahan kesesuaian antara konsep DIPA yang diajukan oleh kementerian/lembaga dengan Keppres tentang Rincian APBN 2006
Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran paling lambat 31 Desember 2005
Pelaksanaan APBN 2006 mulai 1 Januari 2006
39. Reformasi penganggaran : Unifikasi anggaran, yang mengkonsolidasi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan;
Penerapan kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expediture framework/MTEF), yang mempererat perencanaan dan penganggaran serta meningkatkan derajat prediksi kemampuan anggaran jangka menengah; dan
Penerapan penganggaran berbasis kinerja dan untuk tingkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan pemerintah.
40. Struktur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
41. Struktur APBD APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa Perda tentang APBD menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan
42. Struktur APBD Secara garis besar, struktur APBD terdiri atas pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah
Pendapatan daerah adalah semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.
Belanja daerah adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran
Pembiayaan Daerah adalah semua kegiatan pemerintah untuk menutup defisit anggaran atau memanfaatkan surplus
43. Struktur APBD Pendapatan daerah terdiri atas pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
PAD mencakup pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Dana Perimbangan mencakup Dana Bagi Hasil (Pajak dan Sumber Daya Alam), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Lain-lain pendapatan daerah yang sah mencakup hibah (barang atau uang dan/atau jasa), dana darurat, dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota, dana penyesuaian dan dana otonomi khusus, serta bantuan keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya.
44. Struktur APBD Belanja daerah dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu belanja tidak langsung dan belanja langsung.
Belanja Tidak Langsung
Yaitu belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung ini terdiri atas belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.
Belanja Langsung
Merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja langsung dari suatu kegiatan terdiri dari belanja pegawai (honorarium/upah), belanja barang dan jasa, dan belanja modal.
45. Struktur APBD
46. Surplus APBD Surplus APBD dapat dimanfaatkan antara lain:
Untuk pembayaran pokok utang
Penyertaan modal (investasi) daerah
Pemberian pinjaman kepada pemerintah pusat/pemerintah daerah lain
Pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial, yang diwujudkan dalam bentuk program dan kegiatan pelayanan dasar masyarakat yang dianggarkan pada SKPD. Pembentukan dana cadangan juga dapat dilakukan ketika terjadi surplus
47. Defisit APBD Dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan pembiayaan untuk menutup defisit tersebut yang diantaranya dapat bersumber dari:
Sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun anggaran sebelumnya,
Pencairan dana cadangan,
Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan,
Penerimaan pinjaman,
Penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang
48. Klasifikasi APBD Untuk kepentingan administratif, monitoring, dan evaluasi, struktur APBD diklasifikasikan menurut
urusan pemerintahan daerah
25 (dua puluh lima) urusan wajib pemerintahan daerah
8 (delapan) urusan pilihan pemerintahan daerah
organisasi yang bertanggung jawab melaksanakan urusan pemerintahan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan
49. Struktur APBD A.Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah didefinisikan sebagai semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerah dikelompokkan atas:
pendapatan asli daerah
dana perimbangan
lain-lain pendapatan daerah yang sah
50. Pendapatan Asli Daerah Kelompok pendapatan asli daerah (PAD) dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas
pajak daerah,
retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Sedangkan jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:
bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD
bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/ BUMN
bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat
51. Penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dimasukkan ke dalam jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, antara lain:
hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
jasa giro
pendapatan bunga
penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah
penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah
penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan
pendapatan denda pajak
pendapatan denda retribusi
pendapatan hasil eksekusi atas jaminan
pendapatan dari pengembalian
fasilitas sosial dan fasilitas umum
pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan
52. Dana Perimbangan Kelompok pendapatan daerah yang kedua adalah Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Kelompok ini dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas:
dana bagi hasil (DBH)
dana alokasi umum (DAU)
dana alokasi khusus (DAK)
53. Lain-lain Pendapapatan yang Sah Kelompok ini dibagi menurut jenis pendapatan yang mencakup:
hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga/ organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat
dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/ kerusakan akibat bencana alam
dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota
dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah
bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya
55. Struktur APBD B.Belanja Daerah
Untuk mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota, pemerintah daerah membuat anggaran belanja setiap tahunnya. Belanja daerah ini meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.
56. Struktur APBD Dalam APBD, belanja daerah dirinci menurut
urusan pemerintahan
(urusan wajib atau urusan pilihan)
organisasi
program
kegiatan
kelompok
jenis
obyek dan rincian obyek belanja
57. Belanja Daerah Belanja menurut kelompok belanja terdiri atas belanja tidak langsung dan belanja langsung,
Belanja Tidak Langsung
Yaitu belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.
58. Belanja Langsung
Merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan
Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:
belanja pegawai,
belanja barang dan jasa, dan
belanja modal
Ketiga jenis belanja langsung untuk melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah ini dianggarkan pada belanja SKPD bersangkutan.
59. Belanja Daerah Klasifikasi belanja menurut fungsi, bertujuan untuk keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara. Pengklasifikasian menurut fungsi ini terdiri dari:
pelayanan umum
ketertiban dan ketentraman
ekonomi
lingkungan hidup
perumahan dan fasilitas umum
kesehatan
pariwisata dan budaya
pendidikan
perlindungan sosial
60. Struktur APBD C.Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah meliputi semua transaksi keuangan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus. Dalam APBD, pembiayaan daerah dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek pembiayaan.
61. Pembiayaan Daerah Pembiayaan terdiri atas:
Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pengeluaran pembiayaan adalah pengeluaran yang akan diterima kembali balk pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
62. Penerimaan Pembiayaan Penerimaan pembiayaan mencakup:
sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA)
pencairan dana cadangan
hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
penerimaan pinjaman daerah
penerimaan kembali pemberian pinjaman
penerimaan piutang daerah
63. Pengeluaran Pembiayaan Sedangkan pengeluaran pembiayaan mencakup:
pembentukan dana cadangan
penerimaan modal (investasi) pemerintah daerah
pembayaran pokok utang
pemberian pinjaman daerah
64. Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah(APBD)
65. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Untuk menyusun APBD, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menyusun:
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan dari Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah
66. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah
67. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Hal-hal yang harus termuat dalam RKPD adalah:
Rancangan kerangka ekonomi daerah
Prioritas pembangunan dan kewajiban daerah (mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan)
Rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Penyusunan RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran berkenaan. Tata cara penyusunannya berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
68. Kebijakan Umum APBD (KUA) Kepala daerah menyusun rancangan kebijakan umum APBD berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun.
69. Kebijakan Umum APBD (KUA) Pedoman penyusunan APBD tersebut memuat antara lain:
Pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan pemerintah daerah
Prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan
Teknis penyusunan APBD
Hal-hal khusus lainnya
70. Kebijakan Umum APBD (KUA) Dalam menyusun rancangan kebijakan umum APBD, kepala daerah dibantu oleh tim anggaran pemerintah daerah yang dikoordinasi oleh sekretaris daerah. Rancangan kebijakan umum APBD yang telah disusun disampaikan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah kepada kepala daerah, paling lambat pada awal bulan Juni.
71. Kebijakan Umum APBD (KUA) Rancangan kebijakan umum APBD disampaikan kepala daerah kepada DPRD untuk dibahas paling lambat pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. Pembahasan dilakukan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah bersama Panitia Anggaran DPRD. Rancangan Kebijakan Umum APBD yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi kebijakan umum APBD paling lambat minggu pertama bulan Juli tahun anggaran berjalan
72. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun rancangan PPAS dengan tahapan sebagai berikut:
Menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan
Menentukan urutan program untuk masing-masing urusan
Menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program
73. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Kepala daerah menyampaikan rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara yang telah disusun kepada DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan. Pembahasan dilakukan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah bersama Panitia Anggaran DPRD. Rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi prioritas dan plafon anggaran sementara paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan.
74. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Kebijakan umum APBD serta PPAS yang telah disepakati masing-masing dituangkan ke dalam Nota Kesepakatan yang ditandatangani oleh kepala daerah dan pimpinan DPRD
75. Keseluruhan Tahapan Penyusunan APBD
76. Pedoman Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD Berdasarkan nota kesepakatan KUA dan PPAS, Tim Anggaran Pemda menyusun Pedoman Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) sebagai acuan bagi SKPD dalam menyusun RKA-SKPD
77. Pedoman Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD Pedoman penyusunan RKA-SKPD mencakup:
Prioritas dan plafon anggaran sementara yang dialokasikan untuk setiap program SKPD
Sinkronisasi program nasional dengan program pemerintah daerah dan antar program SKPD terkait dengan kinerja SKPD berkenaan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan
Batas waktu penyampaian RKA-SKPD
Hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait dengan prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektivitas, tranparansi dan akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka pencapaian prestasi kerja
Dokumen sebagai lampiran meliputi kebijakan umum APBD, prioritas dan plafon anggaran sementara, kode rekening APBD, format RKA-SKPD, standar analisis belanja, dan standar harga.
78. Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) Berdasarkan pedoman penyusunan RKA-SKPD, Kepala SKPD menyusun RKA-SKPD. RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu, dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja
79. Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju. Prakiraan maju berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan untuk tahun anggaran berikutnya. Sedangkan pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan memadukan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran. Dan pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja, dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil yang diharapkan dari program termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut
80. Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) Demi terlaksananya penyusunan RKA-SKPD berdasarkan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja serta terciptanya kesinambungan RKA-SKPD, kepala SKPD mengevaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan 2 (dua) tahun anggaran sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun anggaran berjalan. Evaluasi tersebut bertujuan untuk menilai program dan kegiatan yang belum dapat dilaksanakan dan/atau belum diselesaikan tahun-tahun sebelumnya akan dilaksanakan dan/atau diselesaikan pada tahun yang direncanakan atau 1 (satu) tahun berikutnya dari tahun yang direncanakan.
81. Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) Dalam hal suatu program dan kegiatan merupakan tahun terakhir untuk pencapaian prestasi kerja yang ditetapkan, harus dianggarkan pada tahun yang direncanakan. Penyusunan RKA-SKPD berdasarkan prestasi kerja didasarkan pada:
a. Indikator kinerja
Ukuran keberhasilan yang akan dicapai dari program dan kegiatan yang direncanakan.
b. Capaian atau target kinerja
Merupakan ukuran prestasi kerja yang akan dicapai yang berwujud kualitas, kuantitas, efisiensi, dan efektivitas pelaksanaan dari setiap program dan kegiatan.
c. Analisis standar belanja.
Merupakan penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.
d. Standar satuan harga
Harga satuan setiap unit barang/jasa yang berlaku di suatu daerah yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
e. Standar pelayanan minimal
82. Dokumen RKA SKPD
83. Keterangan Dokumen RKA SKPD RKA SKPD
Ringkasan Anggaran Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan Satuan Kerja Perangkat Daerah
RKA SKPD 1
Rincian Anggaran Pendapatan Satuan Kerja Perangkat Daerah
RKA SKPD 2.1
Rincian Anggaran Belanja Tidak Langsung Satuan Kerja Perangkat Daerah
RKA SKPD 2.2
Rekapitulasi Rincian Anggaran Belanja Langsung menurut Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah
RKA SKPD 2.2.1
Rincian Anggaran Belanja Langsung menurut Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah
RKA SKPD 3.1
Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah
RKA SKPD 3.2
Rincian Pengeluaran Pembiayaan Daerah
84. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh TAPD, hal ini dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan Kebijakan Umum APBD, prioritas dan PPAS, prakiraan maju yang telah disetujui, serta capaian kinerja, indikator kinerja, standar analisis belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. Jika pada hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian maka SKPD melakukan penyempurnaan.
85. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD RKA-SKPD yang telah disempurnakan SKPD disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan Raperda APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Raperda tentang APBD yang telah disusun disampaikan kepada kepala daerah. Selanjutnya Raperda tentang APBD ini disampaikan kepada DPRD untuk dibahas lebih lanjut. Akan tetapi, sebelum disampaikan kepada DPRD, Raperda tentang APBD harus disosialisasikan kepada masyarakat. Sosialisasi ini bersifat memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah.
86. Raperda tentang APBD dilengkapi dengan lampiran yang terdiri atas: Ringkasan APBD
Ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi SKPD
Rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi SKPD, pendapatan, belanja dan pembiayaan
Rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi SKPD, program dan kegiatan
Rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara
Daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan
Daftar piutang daerah
Daftar penyertaan modal (investasi) daerah
Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah
Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain
Daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini
Daftar dana cadangan daerah
Daftar pinjaman daerah dan obligasi daerah.
87. Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD dilengkapi dengan lampiran yang terdiri atas: Ringkasan penjabaran anggaran pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah
Penjabaran APBDmenurut urusan pemerintahan daerah, organisasi skpd, program, kegiatan, kelompok, jenis, objek, rincian objek pendapatan, belanja dan pembiayaan.
88. Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD wajib memuat penjelasan sebagai berikut: Untuk pendapatan mencakup dasar hukum, target/volume yang direncanakan, tarif pungutan/harga
Untuk belanja mencakup dasar hukum, satuan volume/tolok ukur, harga satuan, lokasi kegiatan, dan sumber pendanaan kegiatan
Untuk pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran, sumber penerimaan pembiayaan dan tujuan pengeluaran pembiayaan.
89. Penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD Setelah mendapatkan persetujuan DPRD, Raperda APBD diserahkan kepada Gubernur/Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi. Setelah melewati tahapan evaluasi, dapat dilakukan penetapan RAPBD menjadi APBD yang dituangkan dalam Peraturan Daerah.
91. Dasar Perundangan APBD Berbasis Kinerja
92. Perubahan Penganggaran
93. PROSES PENYUSUNAN APBD
94. Proses Penyusunan APBD Langkah penyusunan APBD dilakukan dengan berdasar pada Rencana Strategis Daerah (RENSTRADA) ? dokumen strategi jangka panjang (strategic planning) yang dimiliki Pemda
Siklus RENSTRADA biasanya lima tahunan ? yang akan dijabarkan dalam bentuk tujuan operasional yang bersifat tahunan
95. 1. Kegiatan Pendahuluan Penjaringan aspirasi masyarakat sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas publik
Evaluasi kinerja tahun lalu untuk mendapat feedback bagi penyusunan APBD sekarang
Hasil penjaringan masyarakat dan feedback dan penjabaran Renstrada sebagai dasar penentuan arah dan kebijakan umum APBD
96. 2. Arah dan Kebijakan Umum APBD
97. 2. Arah dan Kebijakan Umum APBD (cont’d) Arah dan kebijakan umum APBD dapat disusun berdasarkan kriteria sebagai berikut :
Sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran dan kebijakan yang ditetapkan dalam Rencana Strategis Daerah dan dokumen perencanaan lainnya.
Sesuai aspirasi masyarakat dan mempertimbangkan kondisi dan kemampuan daerah.
Memuat arah yang diinginkan dan kebijakan umum yang sebagai pedoman penyusunan strategi dan prioritas APBD serta penyusunan rancangan APBD dalam satu tahun anggaran.
Disusun dan disepakati bersama antara DPRD dengan Pemerintah Daerah.
98. 3. Strategi & Prioritas APBD Merupakan penjabaran lebih lanjut dari arah dan kebijakan umum
Merupakan strategi operasional jangka pendek, sedangkan RENSTRADA merupakan strategi jangka panjang
Strategi dan prioritas APBD adalah pendekatan (metode) yang diprioritaskan dalam rangka pemanfaatan sumber daya yang dimiliki pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
99. 3. Strategi & Prioritas APBD (cont’d) Contoh arah dan kebijakan umum APBD:
Peningkatan rasio guru dengan siswa menjadi 1:30
Peningkatan jumlah guru berkeahlian pada tingkat pencapaian 10%
Contoh Strategi dan Prioritas APBD:
Pengangkatan dan penempatan guru
Pembinaan dan pengembangan karier guru
100. 4. Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK) Aktivitas dalam penyusunan APBD dijelaskan dalam RASK
RASK dibuat oleh unit-unit kerja pemerintah, sehingga sifatnya usulan yang akan dibahas dan dibuat penetapan oleh panitia anggaran yang dibentuk oleh Kepala Daerah bersama DPRD
101. 4. Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK) (cont’d) RASK dibagi menjadi 3, yaitu :
S.1 : berisi tentang pernyataan strategi organisasi (visi, misi, tujuan, dsb)
S.2 : berisi tentang rincian program dan kegiatan
S.3 : berisi tentang anggaran atas program dan kegiatam yang direncanakan
Contoh untuk “program pembinaan dan pengembangan karier guru”:
Seminar tentang psikologi pengajaran
Pelatihan teknik-teknik pengajaran yang diadakan setiap 3 bulan
102. 5. Evaluasi dan seleksi RASK Usulan dalam RASK dibahas dan direview oleh Pemerintah (belum melibatkan DPRD).
Hasilnya adalah Dokumen RAPBD yang diajukan ke DPRD untuk dibahas bersama
103. 6. Pembahasan dan Penetapan APBD Hasil pembahasan Pemerintah dengan DPRD ? APBD yang dituangkan dalam Perda untuk dilaksanakan Pemda
104. CONTOH RENCANA STRATEGIS DAERAH