220 likes | 530 Views
Hukum Perburuhan Indonesia. Indah Saptorini, MH ICEM (Indonesia) National Coordinator Monitoring MNC & Social Dialogue Project. Tiga Aktor Hukum Perburuhan. Pemerintah Menjaga stabilitas negara termasuk relasi pengusaha-pekerja;
E N D
Hukum Perburuhan Indonesia Indah Saptorini, MH ICEM (Indonesia) National Coordinator Monitoring MNC & Social Dialogue Project
Tiga Aktor Hukum Perburuhan • Pemerintah • Menjaga stabilitas negara termasuk relasi pengusaha-pekerja; • Dalam konteks hukum perburuhan, negara memberikan proteksi melalui undang-undang perburuhan; • Pengusaha • Karakter memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya; • Pekerja • Mendapatkan kesejahteraan • Undang-undang yang memberikan proteksi;
Kebijakan Perburuhan yang Fleksibel & Ramah Pasar • Tahun 1998, Pemerintah dengan asistensi ILO membahas rencana “reformasi” aturan perburuhan. UU No.22 Tahun 1957 UU 12/1964 tentang Perselisihan perburuhan, UU No 1/48UU Kerja, UU No 23/48 Tentang Pengawasan Perburuhan, UU No 33/1947 tentang Kecelakaan Kerja
White Paper Bappenas • Kebijakan Pasar Kerja yang Ramah Pasar dan fleksibel (Regulasi perburuhan yang melunak dan liberal) • White Paper BAPPENAS “Employment Friendly Labor Policies” 2003 • Untuk mengurangi pengangguran, kebijakan pasar kerja yang selama dijalankan perlu diganti dengan kebijakan penciptaan lapangan kerja • Hasilnya; pelunakan aturan ditiga bidang a.l. mengurangi kenaikan UMR tidak lebih dari 4 % 2 tahun sekali, PHK dipermudah dan pesangon diperkecil, dan perluasan kontrak kerja dan outsourcing
Aturan Perburuhan Fleksibel Melahirkan Konsekuensi; • Peran negara yang semakin berkurang dalam hubungan perburuhan • Easy to fire Easy to Hire • Meningkatnya jumlah buruh kontrak & outsourcing---jumlah buruh tetap menurun • Menurunnya peran serikat buruh dalam berunding bersama • Sistem peradilan yang tidak memihak buruh
3 undang-undang pokok perburuhan • Undang-undang No 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh; • Undang-undang No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan • Undang-undang No 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
UU No 21/2000 • Undang-undang ini disahkan pada 4 Agustus 2000, sebagai bagian dari ratifikasi Indonesia terhadap konvensi ILO No 87 dan Konvensi ILO No 98 tentang Kebebasan Berserikat dan Hak Berunding Bersama • 10 orang maksimal dapat membentuk serikat buruh dianggap kontroversi • Ketentuan Pidana bagi Pengusaha yang melakukan tindakan anti union/union busting Pasal 28 jo Pasal 43
Pasal Inti dari UU 21/2000 • Secara administratif, serikat buruh harus tercatat di Dinas Tenaga Kerja. Pencatatan dilampiri dengan daftar nama anggota pembentuk, AD/ART/susunan nama pengurus (Pasal 18) • Siapapun dilarang untuk menghalang-halangi atau memaksa pekerja untuk membentuk/tidak membentuk, menjadi pengurus/tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja dengan cara:
Pasal 28 UU 21/2000 • Melakukan PHK, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan atau melakukan mutasi; • Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja; • Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun; • Melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja • Pelanggaran atas Pasal 28 dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan atau denda paling sedikit 100 juta dan paling banyak 500 juta
Kendala Pasal 28 jo Pasal 43 • Praktek Anti Union/Union Busting dengan berbagai pola dan bentuk nya masih tetap marak dan terus terjadi; • Kebijakan anti union manajemen terkadang tidak disadari oleh serikat pekerja • Lemahnya pegawai pengawas dalam menindaklanjuti laporan anti union/union busting • Ketidaktahuan kepolisian atas unsur pidana dalam UU No. 21/2000
UU 13/2003 • Sebagai UU payung yang mengatur hukum ketenagakerjaan secara umum, didalamnya mengatur berbagai isu perburuhan; jam kerja, pengupahan, hak mogok, hubungan kerja kontrak dan outsourcing, pengawasan perburuhan, dll • UU ini juga mengatur ketentuan pidana dan denda administratif bagi pengusaha yang melanggar aturan ketenagakerjaan
Pasal-pasal krusial dalam UU No.13/2003 • Pasal 64-66 (tentang outsourcing) • Penyedia jasa tenaga kerja • Pemborongan pekerjaan • Pasal 150 -172 (tentang PHK) • Alasan-alasan terjadinya PHK; karena perusahaan tutup tutup karena pailit atau 2 tahun rugi (harus dibuktikan dgn laporan keuangan), efisiensi, merger, perubahan kepemilikan, mengundurkan diri, pensiun, mangkir 5 hari kerja dianggap mengundurkan diri (Pasal 168), Pasal PHK karena kesalahan berat (oleh Mahkamah Konstitusi Pasal 158 diputuskan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat)
Hak Mogok • Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja dan serikat pekerja dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan. • “sah” artinya mengikuti prosedural yang diatur undang-undang. • “akibat gagal perundingan” dilakukan karena; • apabila upaya perundingan lebih dulu namun gagal menjadi kesepakatan; • Apabila pihak pengusaha menolak untuk diajak berunding
Syarat administratif • 7 hari kerja sebelum mogok dijalankan, pekerja wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan Disnaker • Waktu (hari, tanggal dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja; • Tempat mogok kerja; • Alasan dan sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; • Tanda tangan ketua dan sekretaris sebagai penanggung jawab mogok kerja;
Akibat Hukum Mogok Tidak Sah • Biasanya pengusaha menggunakan Pasal Mangkir 5 hari kerja untuk langsung mem PHK pekerja yang mogok; • Kriminalisasi buruh • Perbuatan tidak menyenangkan (Pasal 335 KUHAP) • Pasal kekerasan (Pasal 170 KUHP) • Pasal fitnah, bohong, (Pasal 311 KUHP)
Peran SB dalam Mogok • Rencanakan mogok dengan matang • Perbandingan permasalahan dengan keluhan anggota yang sesungguhnya • Sejauhmana perusahaan mau mendengar • Tujuan mogok dan langkah aksi selanjutnya; • Susun perangkat aksi yang efektif (koordinator aksi, korlap, humas, dll)
UU No 2/2004 • Pemberlakuannya ditunda setahun dengan Perpu 1/2005 • PHI baru diresmikan pada 14 Januari 2006 • Pada masa transisi dikeluarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/034/SK/IV/2006 tentang Petunjuk Pelaksana UU No 2/2004 tentang PPHI • Ada sekitar 33 Pengadilan Hubungan Industrial yang tersebar di 33 Provinsi di seluruh Indonesia
Perselisihan yang diatur dalam UU 2/2004 • Perselisihan Hak • Perselisihan PHK • Perselisihan Kepentingan • Perselisihan antar SP/SB • Serikat Buruh dapat bertindak sebagai “Kuasa Hukum” • Hukum acara yang digunakan adalah hukum acara perdata.
Kondisi Riil PHI • Jargon “cepat, adil,dan murah” masih dipertanyakan bentuknya; • Mafia peradilan dan Mafia hukum di setiap lini peradilan (mulai dari panitera hingga majelis hakim); • Putusan yang tidak dapat/sulit dieksekusi; • Proses beracara yang rumit
Terima kasih, Indah Saptorini Hp: 0816 727 486 Email: me2union@yahoo.co.id