790 likes | 1.63k Views
Aspek Kimia Absorpsi, Distribusi dan Ekskresi. Pokok Bahasan: Absorpsi: Absorpsi oral, gastrointestinal, rektal, parenteral, topikal. Sifat batas saluran cernadarah, absorpsi elektrolit lemah, absorpsi ion organik, absorpsi makromolekul. Faktor yang mempengaruhi absorpsi obat.
E N D
AspekKimia Absorpsi, Distribusi dan Ekskresi Pokok Bahasan: • Absorpsi: Absorpsi oral, gastrointestinal, rektal, parenteral, topikal. Sifat batas saluran cernadarah, absorpsi elektrolit lemah, absorpsi ion organik, absorpsi makromolekul. Faktor yang mempengaruhi absorpsi obat. • Distribusi: Difusi, kanal air, transport termediasi pembawa, faktor yang mempengaruhi distribusi. Struktur sel, masuknya obat melalui sel, sawar darahotak. • Ekskresi :Rute eliminasi, fungsi ginjal, ekskresi bilier, filtrasi glomerulus obat, transport tubulusobat.
Farmakokinetika • Untuk menghasilkan efek obat harus tersedia dalam jumlah yang cukup di sisi aktifnya • Hal ini dapat dikontrol berdasarkan jumlah obat yang diberikan. • Tetapi konsentrasi obat di sisi aktif sangat ditentukan oleh sifat farmakokinetika obat tersebut Absorpsi, Distribusi, Metabolisme dan Ekskresi (ADME)
Tempat pemberian obat Absorpsi Sirkulasi Sistemik Distribusi Biofase Sisi Jaringan eliminasi lain Sisi efek Eliminasi Metabolisme Ekskresi
Administrasi Inhalasi Intramuskular Intravena Perkutan Oral/rektal Kulit Saluran cerna Otot Paru-paru Sirkulasi Sistemik Absorpsi dan Distribusi Payudara Hati Ginjal Kelenjar keringat Ekspirasi Susu Keringat Urine Feses
Begitu berada dalam sirkulasi, obat berinteraksi dgn sistem fisiologis. • Agar bisa efektif obat harus bioavailabel
Penembusan barier fisiologis • Dalam perjalanannya di tubuh obat harus menembus beberapa jenis barier. • Barier ini dapat berupa lapisan tunggal sel (ex:epitel intestinal) atau beberapa lapis sel (ex: kulit), atau membran sel itu sendiri (untuk mencapai reseptor intraseluler). • Obat dapat melintasi barier dgn menembus sel (transeluler) atau melewati celah di antara sel (paraseluler) paraseluler transeluler
Transport obattranseluler • Untuk menembus sel atau mencapai bagian dalam sel, obat harus melewati membran sel. • Membran sel (membran plasma) merupakan lipid bilayer yg mengandung juga karbohidrat dan protein. • Mekanisme utama penembusan membran sel adalah difusi pasif, transport termediasi (difusi terfasilitasi & transport aktif) dan transport vesicular.
Difusi pasif • Merupakan proses dimana molekul secara spontan berdifusi dari daerah berkonsentrasi tinggi ke daerah dgn konsentrasi lebih rendah. • Obat larut lemak dapat berdifusi dgn mudah & melewati membran sel secara difusi pasif. • Molekul polar dan senyawa terion, hanya terpartisi sebagian ke dalam lemah shg tidak mudah berdifusi menembus membran. • Molekul besar (protein dan obat terikat protein) juga tidak dapat berdifusi menembus membran.
Difusi pasif • Laju Difusi transmembran ditentukan oleh: • Koefisien partisi lemak/air (P) • Gradien konsentrasi (Cout-Cin) • Sifat membran, seperti luas area (A) • Koefisien difusi (D) • Ketebalan membran (h) • Hukum Fick: DAP (Cout-Cin) Laju difusi = h
Transport termediasi • Transport yg melibatkan molekul pembawa, suatu protein transmembran yg mengikat molekul dan melepaskannya di dalam atau di luar membran. • Dapat bersifat pasif (tanpa energi, difusi terfasilitasi) & mengikuti gradien konsentrasi. Ex: transport vit B12 melewati membran intestinal. • Dapat menggunakan energi ATP untuk memompa molekul melawan gradien konsentrasi (transport aktif).
Transport vesicular • Membran sel membentuk lubang kecil yg secara bertahap membungkus partikel atau makromolekul, kemudian menembus sel dalam bentuk vesicle • Endositosis (memasukkan makromolekul ke dalam sel), eksositosis (mengeluarkan makromolekul dari sel) dan transitosis (membawa makromolekul menembus sel). • Ex: proses absorpsi oral vaksin polio.
Transport obatparaseluler • Obat dapat melewati lapisan sel melalui celah antar sel (cell junction) ditentukan oleh gradien konsentrasi atau gradien tekanan hidrostatik. • Ukuran dan karakteristik cell junction sangat bervariasi. Ex: endotelium kapiler glomerulus sangat kaya pori shg sangat permeabel & memungkinkan filtrasi air & solut. Sedangkan sel endotel otak sangat rapat, membatasi transport paraseluler.
Absorpsi • Absorpsi : perjalanan obat dari tempat pemberian ke sirkulasi sistemik. • Tidak diperlukan absorpsi pada pemberian iv. • Pemberian obat bisa via enteral & parenteral. Enteral : oral, sublingual, rectal Parenteral : iv atau im Rute lain : transdermal, inhalasi
Per oral Solubilitas Stabilitas PPB Stabilitas iv, im, ip, sc Permeabilitas Metabolisme Plasma, tissue Bile excretion Not absorbed
Absorpsi Oral • Sebelum diabsorpsi oral, obat harus melarut dalam cairan lambung atau saluran cerna (disolusi). • Disolusi tergantung: • Kelarutan dalam air, log P • Ukuran partikel solut • Karakteristik kristal • pKa obat dan pH medium
Absorpsi • Kelarutan dalam air merupakan prasyarat untuk absorpsi. • Kelarutan dalam air dan permeabilitas membran cenderung berlawanan • Namun demikian keseimbangan sifat fisikokimia dibutuhkan untuk mendapatkan absorpsi optimal Kelarutan dlm air permeabilitas
Absorpsi : Ionisasi Prinsip utama: hanya obat dalam bentuk tak terion yang akan menembus membran. Aliran darah
Absorpsi : Ionisasi Derajat ionisasi obat2 yg bersifat asam lemah atau basa lemah tergantung konstanta disosiasi (pKa) dan pH larutan: Pers. Henderson-Hasselbach: Obat asam: log (kadar terion/kadar tak terion) = pH - pKa Obat basa: log (kadar tak terion/kadar terion) = pH - pKa
Absorpsi : Ionisasi pH lambung manusia: ~ 2, usus: ~ pH 6
Absorpsi : Ikatan H • Difusi menembus membran difasilitasi oleh ikatan H antara molekul obat-air • Semakin tinggi kapasitas ikatan-H, semakin besar energi dibutuhkan agar proses absorpsi terjadi
Aturan Lipinski • Lipinski Rule of 5: absorpsi buruk bila: * log P > 5 * BM > 500 * Ada > 5 donor ikatan H * Ada > 10 akseptor ikatan H • Secara bersama2, ke-4 parameter tsb adalah deskriptif untuk solubilitas
Permeabilitas Saluran cerna • Begitu terlarut dalam medium GIT, obat dapat menembus kapiler dinding sal cerna. • Dibutuhkan lipofilisitas tertentu agar obat dapat menembus membran lipid sekaligus terlarut dalam medium GIT (aqueous). • Obat yg kelarutan dalam lemak tinggi, absorpsi akan rendah karena tidak larut dalam air. Sebaliknya obat yg sangat polar, tidak mampu menembus membran lipid.
Permeabilitas Saluran cerna Aturan umum absorpsi intestinal: • Obat amfifatik kecil menembus membran secara transeluler dgn cara berpartisi dalam membran lipid. • Obat hidrofilik kecil lebih mudah melewati rute paraseluler, atau lewat kanal aqueous dgn fasilitasi (nutrisi, vitamin atau kofaktor). • Peptida dan protein sukar diabsorpsi, shg membutuhkan agen pembawa.
Distribusi • Setelah absorpsi, obat didistribusikan dari plasma ke berbagai organ. • Protein plasma dapat berperan sbg pembawa utk transport obat atau sbg tempat penyimpanan obat. • Obat berinteraksi dgn organ atau sisi aktif hanya bila dalam bentuk tak terikat dengan protein plasma • Obat yang terikat kuat pada protein umumnya mempunyai t1/2 yang panjang.
Distribusi • Tingkat distribusi obat ke jaringan tergantung afinitas relatif obat pada jaringan, relatif terhadap darah/plasma • Obat dgn afinitas tinggi pada jaringan akan terdistribusi dgn baik ke jaringan. Obat dgn afinitas lebih tinggi pada darah, distribusinya ke jaringan akan terbatas • Protein utama plasma adalah albumin (35-50 g/L) yg mengandung residu asam amino lipofilik, dan kaya akan lysine.
Ikatan plasma dan jaringan • Ikatan dgn albumin meningkat sejalan dgn peningkatan lipofilitas • Obat yg asam cenderung membentuk interaksi muatan-muatan dgn lysine. • Obat yang basa juga berinteraksi dgn asam-α1-glikoprotein (0,4-1,0 g/L)
Ikatan plasma dan jaringan (pH 7,4) • Membran sel jaringan mengandung posfolipid bermuatan negatif. • Basa cenderung mempunyai afinitas pada jaringan karena interaksi muatan-muatan dengan phosphate head group. Sebaliknya dgn asam.
Distribusi - Vss • Apakah efek ikatan plasma & jaringan terhadap Vss (volume steady state) yang teramati? • Asam cenderung sangat terikat protein plasma sehingga fUP kecil. Asam mempunyai afinitas rendah terhadap jaringan karena tolakan muatan, shg fUT besar. Jadi VSS asam cenderung kecil (< 0,5 L/kg). fUP VSS = VP + ( VT . ) fUT VP = volume fisiologis plasma VT = volume fisiologis jaringan fUP = fraksi obat tak terikat di plasma fUT = fraksi obat tak terikat di jaringan
fUP VSS = VP + ( VT . ) fUT Distribusi - Vss • Senyawa netral mempunyai afinitas terhadap plasma maupun jaringan, yg tergantung lipofilisitas. Perubahan logD cenderung memberikan efek sama terhadap fUP dan fUT. senyawa netral mempunyai VSS sedang (0,5-5 L/kg). • Basa mempunyai afinitas lebih tinggi terhadap jaringan disebabkan tarikan muatan. fUP cenderung lebih besar dibanding fUT. VSS cenderung tinggi (> 3 L/kg)
Distribusi – Pengaruh pH : Ion trapping • Ion trapping dapat terjadi bila obat didistribusikan di kompartemen dgn pH yang berbeda2 • Kesetimbangan antara bentuk tak terion dan terion akan berbeda pada masing2 kompartemen • Karena hanya bentuk tak terion yg dapat menembus membran biologis, obat bisa terjebak (trapped) dalam kompartemen dimana bentuk terion lebih dominan • Fenomena ion trapping terutama terjadi pada obat basa karena cenderung terdistribusi lebih luas dan karena pH sitosolik organ pemetabolisme cenderung lebih rendah dari plasma (umumnya 7,2)
Ion trapping basa lemah dgn pKa 8,5 Membran Plasma pH 7,4 Sitosol pH 7,2 B 4,8% 7,4% B 92,6% BH+ BH+ 95,2% Distribusi
Ion trapping : lisosom • Lisosom merupakan organela di dalam membran • Mengandung sejumlah enzim hidrolitik yang bertanggung jawab terhadap digesti. • Berlimpah di paru, hati, ginjal, limfa. Sedikit terdapat di otak, otot. • pH terjaga sekitar 5 (4,8)
Ion trapping basa lemah dgn pKa 8,5 Membran Membran Plasma pH 7,4 Sitosol pH 7,2 Lisosom pH 4,8 B 0,02% B 4,8% 7,4% B 92,6% BH+ BH+ 99,8% BH+ 95,2% Distribusi
Salicylate poisoning • Asetosal (asam asetilsalisilat) dimetabolisme menjadi senyawa aktif: asam salisilat. Karena keasaman dan ionisasi tinggi, salisilat tidak dpt terdistribusi ke jaringan • Tapi pada overdosis, sejumlah salisilat masuk ke CNS & menstimulasi pusat respiratori, menyebabkan penurunan kadar CO2 darah peningkatan pH darah respiratory alkalosis. Respon tubuh terhadap alkalosis adalah dgn ekskresi bikarbonat utk menurunkan pH darah kembali normal • Pada kasus sedang, pH darah kembali normal. Tapi pada kasus parah (& anak2) pH darah dapat turun drastis metabolic acidosis.
Salicylate poisoning Membran Normal 1 pH 7,4 8000 BRAIN Bikarbonat BLOOD Asidosis 4 pH 6,8 8000 • Asidosis menyebabkan peningkatan bentuk salisilat tak terion dalam darah, meningkatkan distribusi ke otak toksisitas CNS. • Asidosis diterapi dgn bikarbonat utk meningkatkan pH darah dan meningkatkan redistribusi keluar dari CNS.
Salicylate poisoning Membran Normal 1 pH 7,4 8000 BRAIN Bikarbonat BLOOD Asidosis 4 pH 6,8 8000 • Asidosis menyebabkan peningkatan bentuk salisilat tak terion dalam darah, meningkatkan distribusi ke otak toksisitas CNS. • Asidosis diterapi dgn bikarbonat utk meningkatkan pH darah dan meningkatkan redistribusi keluar dari CNS.
a. Sifat fisikokimia obat: • Obat dgn BM < 400 Da dgn mudah melintasi membran kapiler utk berdifusi ke cairan interstitial ekstraseluler (ECF). • Penetrasi obat dari ECF dipengaruhi sifat fisikokimia obat: a. ukuran molekul b. ionisasi c. lipofilisitas
Effective Partition Coefficient: Effective K o/w = X Fraction unionized at pH 7.4 K o/w of unionized drug
b. Penetrasiobatmenembus BBB BLOOD BRIAN BARRIER: • Selendotelialmelapisikapiler • Strukturantarasangatrapat, sedikitsekaliporiantarsel • Kapilerdilapisijaringansyaraf • Astrocytes : Selkhususpendukungjaringan yang adadimembranendotelial • BBB: memisahansirkulasidarahdancairansererospinal