1 / 45

FORMAT OTONOMI DAN PENYELENGGARAANNYA

Mata Kuliah HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH. Fakultas Hukum. FORMAT OTONOMI DAN PENYELENGGARAANNYA.

hans
Download Presentation

FORMAT OTONOMI DAN PENYELENGGARAANNYA

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Mata Kuliah HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH Fakultas Hukum FORMAT OTONOMI DAN PENYELENGGARAANNYA

  2. Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik yang terdiri dari provinsi-provinsi dan kabupaten/kota yang merupakan daerah otonom dan memiliki hak otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Hak otonomi bukan berarti untuk memecah daerah-daerah yang ada di Indonesia melainkan untuk lebih memajukan daerah dengan melibatkan peran aktif masyarakat daerah. Peran aktif masyarakat di daerah dapat dilakukan dengan cara pemberian otonomi tersebut.

  3. Sebagai daerah otonom yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, setiap daerah memiliki kewenangan menyusun Peraturan Daerah (Perda) sesuai dengan kebutuhan daerahnya. Perda sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dibahas bersama dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama.Dalam praktik perda itu bisa berasal dari eksekutif atau kepala daerah atau inisiatif dari anggota DPRD.

  4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur bahwa hakekat dari otonomi daerah adalah untuk kesejahteraan masyarakat dan dapat terlaksananya pembangunan kerjasama antar daerah Otonomi sendiri diharapkan dapat mempercepat laju pertumbuhan masyarakat di daerah dalam berbagai bidang, terutama dengan adanya asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan pembantuan sehingga kesejahteraan masyarakat dan kerjasama pembangunan di daerah semakin meningkat. Indonesia yang merupakan negara yang terdiri dari daerah-daerah baik provinsi, kabupaten/kota mempunyai hubungan yang erat dalam pelaksanaan otonomi. Otonomi yang melibatkan daerah-daerah diseluruh Indonesia diharapkan akan berdampak baik dalam menjalin hubungan kerjasama daerah di Indonesia, selain untuk memotivasi prestasi-prestasi daerah di bidang pembangunan daerahnya masing-masing.

  5. Hakekat Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Di dalam ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 1 ayat (1), menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Istilah Negara Kesatuan (bersusun tunggal), adalah bahwa susunan negaranya hanya terdiri dari satu negara. Dengan kata lain Indonesia tidak mengenal konsep negara bagian di dalam penyelenggaraan pemerintahan negaranya. Dengan demikian dalam “negara kesatuan” hanya ada satu pemerintah, yaitu Pemerintahan Pusat yang mempunyai kekuasaan serta wewenang tertinggi dalam bidang pemerintahan negara, menetapkan kebijaksanaan pemerintahan dan melaksanakan pemerintahan negara baik di pusat maupun di daerah-daerah.

  6. Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Kekuasaan negara kesatuan terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah, walaupun dalam implementasinya, negara kesatuan bisa berbentuk sentralisasi, yang segala kebijaksanaan dilakukan secara terpusat ataupun berbentuk desentralisasi, yang segala kebijaksanaan dalam penyelenggaraan negara (pemerintahan) dipencarkan. Ciri yang melekat pada negara kesatuan, yaitu (1) adanya supremasi dari parlemen atau lembaga perwakilan rakyat pusat dan (2) tidak adanya badan-badan bawahan yang mempunyai kedaulatan (the absencee of subsidiary soveriegn bodies). Kedaulatan yang terdapat dalam negara kesatuan tidak dapat dibagi-bagi, bentuk pemerintahan desentralisasi dalam negara kesatuan adalah sebagai usaha mewujudkan pemerintahan demokrasi, di mana pemerintahan daerah dijalankan secara efektif, guna pemberdayaan kemaslahatan rakyat.

  7. Makna berbentuk Republik dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, adalah ditujukan pada bentuk Pemerintahan Negara Indonesia. Republik adalah sebagai lawan dari Monarki. Perbedaan antara monarki dan republik, benar-benar mengenai perbedaan dari pada sistim pemerintahannya. Untuk membedakannya digunakan kriteria suatu pertanyaan tentang bagaimana terbentuknya “kemauan” negara Kemauan negara dipergunakan sebagai kriteria untuk mengklasifikasikan negara, oleh karena negara itu dianggap sebagai sesuatu kesatuan yang mempunyai dasar-dasar hidup dan dengan demikian negara itu mempunyai kehendak atau kemauan. Kemauan negara ini sifatnya abstrak, sedangkan dalam bentuknya yang kongkrit kemauan negara itu menjelma sebagai hukum atau undang-undang

  8. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. • Dalam menyelenggarakan pemerintahannnya dianut 3 (tiga) asas yaitu: • Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. • Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. • Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

  9. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sedangkan daerah otonom selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Istilah otonomi sendiri secara etimologi berasal dari kata bahasa Yunani, yaitu auto (sendiri), dan nomos (peraturan) atau “undang-undang”. Penguatan pelaksanaan otonomi daerah oleh Pemerintahan Daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia secara historis sudah ada sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 sampai lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai dampak dari reformasi konstitusi (Constitutional Reform) yang terjadi di Indonesia.

  10. Pengejawantahan desentralisasi adalah otonomi daerah dan daerah otonom. Baik dalam definisi daerah otonom maupun otonomi daerah mengandung elemen wewenang mengatur dan mengurus. Wewenang mengatur dan mengurus merupakan substansi daerah otonomi yang diselenggarakan secara konseptual oleh Pemerintah Daerah. • Dari pemaknaan asas desentralisasi tersebut dapat diklasifikasi dalam beberapa hal, diantaranya: • desentralisasi sebagai penyerahan kewenangan dan kekuasaan; • desentralisasi sebagai pelimpahan kekuasaan dan kewenangan; • desentralisasi sebagai pembagian, penyebaran, pemencaran, dan pemberian kekuasaan dan kewenangan; serta • desentralisasi sebagai sarana dalam pembagian dan pembentukan daerah pemerintahan.

  11. Bagir Manan berpandangan bahwa desentralisasi dilihat dari hubungan pusat dan daerah yang mengacu pada UUD 1945, maka: pertama, bentuk hubungan antara pusat dan daerah tidak boleh mengurangi hak-hak rakyat daerah untuk turut serta (secara bebas) dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Kedua, bentuk hubungan antara pusat dan daerah tidak boleh mengurangi hak-hak (rakyat) daerah untuk berinisiatif atau berprakarsa. Ketiga, bentuk hubungan antara pusat dan daerah dapat berbeda-beda antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Keempat, bentuk hubungan antara pusat dan daerah adalah dalam rangka mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial di daerah.

  12. Ada beberapa alasan ideal mengapa asas desentralisasi diterapkan bagi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, sebagaimana yang diungkapkan oleh The Liang Gie, diantaranya: • Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani. • Dalam bidang politik, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi. • Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan Pemerintahan Daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang dianggap lebih utama untuk diurus oleh pemerintah setempat, pengurusannya diserahkan kepada daerah. • Dari sudut kultur, desentralisasi perlu diadakan supaya adanya perhatian dapat sepenuhnya ditumpukan kepada kekhususan sesuatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi watak kebudayaan atau latar belakang sejarahnya. • Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan tersebut.

  13. Kompleksitas konsep desentralisasi tersebut, secara umum, dapat dikategorikan dalam 2 (dua) perspektif utama, yakni: political and administrative decentralisation perspectives (perspektif desentralisasi politik dan desentralisasi administrasi). Adapun yang menjadikan perbedaan mendasar dari dua perspektif ini terletak pada rumusan definisi dan tujuan desentralisasi itu sendiri. Perspektif desentralisasi politik mendefinisikan desentralisasi sebagai devolusi kekuasaan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Apabila pengertian desentralisasi ditinjau dari perspektif administrasi diartikan sebagai delegasi wewenang administrasi dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Adanya perbedaan diantara dua perspektif tersebut dalam mendefinisikan desentralisasi, tidak dapat dihindari, memiliki implikasi pada pebedaan dalam merumuskan tujuan utama yang hendak dicapai. Secara umum perspektif desentralisasi politik lebih menekankan tujuan yang hendak dicapai pada aspek politis, antara lain: untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan politik para penyelenggaraan pemerintah dan masyarakat, serta untuk mempertahankan integrasi nasional.

  14. Tujuan desentralisasi secara umum tidak terlepas dari upaya penyelenggaraan pemerintahan di daerah lebih disesuaikan dengan keadaan daerah masing-masing. Bahasan desentralisasi baik secara konseptual maupun aktualisasi tidak terlepas dari keberadaan suatu sistem yang lebih besar, mengingat asas desentralisasi bukan merupakan suatu sistem yang berdiri sendiri melainkan rangkaian dari sistem yang sudah terbangun sebelumnya, yaitu “sentralisasi”. Pendelegasian wewenang dalam desentralisasi juga berlangsung antara lembaga-lembaga di pusat dengan lembaga-lembaga otonom di daerah. Sementara, pendelegasian dalam dekonsentrasi berlangsung antara petugas perorangan pusat di pusat kepada petugas perorangan pusat di daerah.

  15. Kekuasaan (Kewenangan) Negara diberikan secara atributif oleh konstitusi, yang dijabarkan melalui peraturan perundang-undangan organik dalam rangka pendelegasian, delegasi menyentuh dalam aspek pembagian kewenangan antara lembaga-lembaga Negara dan antara pemerintahan pusat dengan pemerintah daerah. Delegasi kewenangan kepada daerah bisa berbentuk penyerahan (otonomi), pelimpahan (dekonsentrasi) dan penugasan (medebewind) bisa berwujud penyerahan secara penuh dan secara tidak penuh yang harus dilandasi suatu aturan supaya mendapat legitimasi formalistik dalam bingkai hukum, seperti kewenangan melalui undang-undang organik pemerintahan daerah, undang-undang pembentukan daerah serta peraturan pemerintah penyerahan kewenangan sebagai penjabaran dari amanat undang-undang.

  16. Pedelegasian kewenangan dalam menjalankan NKRI ini mengalami pasang surut dalam implementasinya,yang disebabkan oleh beberapa hal berikut : • Penyerahan kewenangan secara formal, namun tidak ditangani sepenuhnya oleh daerah karena berbagai alasan; • Suatu kewenangan yang telah diserahkan secara formal, namun tidak ditangani sepenuhnya oleh daerah karena berbagai alasan; • Suatu kewenangan sudah diserahkan,baik secara formal maupun secara material. Daerah telah melaksanakan sebagaimana mestinya (sepenuhnya) tetapi dengan berbagai kebijakan pemerintah pusat mengakibatkan urusan tersebut ditarik secara tersirat; • Suatu kewenangan belum diserahkan kepada daerah sebagai wewenangnya, namun kenyataannya sudah lama diselenggarakan oleh daerah secara nyata,seolah-olah urusan itu sudah menjadi menjadi wewenang daerah; • Suatu wewenang sudah lama diserahkan secara formal kepada daerah, tetapi dengan adanya perubahan dengan perkembangan zaman, urusan tersebut sudah tidak sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan atau urusan tersebut tidak faktual lagi ditangan daerah; • Suatu kewenangan sesuai dengan perkembangan daerah sudah selayaknya menjadi urusan pemerintah pusat

  17. Kesejahteraan Masyarakat Dan Kerjasama Antar Daerah Desentralisasi (politik, administratif dan fiskal) adalah penyerahan kekuasaan, kewenangan, sumberdaya, keuangan dan tanggungjawab dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pemerintah daerah mempunyai “hak” jika berhadapan dengan pusat, sebaliknya ia mempunyai “tanggungjawab” mengurus barang-barang publik untuk dan kepada rakyat. Secara teoretis tujuan antara desentralisasi adalah menciptakan pemerintahan yang efektif-efisien, membangun demokrasi lokal dan menghargai keragaman lokal. Tujuan akhirnya adalah menciptakan kesejahteraan rakyat. Negara merupakan aktor pertama dan utama yang bertanggungjawab mencapai janji kesejahteraan. Pemerintah daerah, sebagai representasi negara, dapat menggandeng swasta (sektor kedua) untuk memacu pertumbuhan ekonomi sekaligus memfasilitasi elemen-elemen masyarakat lokal dalam menggerakkan ekonomi rakyat untuk menciptakan pemerataan. Pertumbuhan dan pemerataan itu merupakan dua skema untuk membangun kemakmuran. Di sisi lain pemerintah daerah dapat melancarkan reformasi pelayanan publik dan kebijakan (pembangunan) sosial untuk mencapai kesejahteraan sosial. Pelayanan publik yang paling dasar adalah pendidikan dan kesehatan, sementara pengurangan kemiskinan merupakan aksi mendasar dalam kebijakan sosial

  18. Kerjasama antar daerah dilakukan dalam rangka pengelolaan urusan pemerintahan yang memberikan dampak lintasdaerah, Dengan demikian masyarakat akan mendapatkan manfaat yang sebesar besarnya dari pengelolaan urusan pemerintahan secara bersama. Beberapa substansi penting yang diatur dalam pasal 2 PP 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah, antara lain : Kerjasama daerah dilakukan dengan prinsip: efesiensi, efektivitas, sinergi, saling menguntungkan, kesepakatan bersama, itikad baik, mengutamakan kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kesamaan kedudukan, transparansi, keadilan dan kepastian hukum. Obyek kerja sama daerah adalah seluruh urusan pemerintahan yang telah menjadi kewenangan daerah otonomi dan dapat berupa penyediaan pelayanan publik.

  19. Dalam pasal 5 PP 50 Tahun 2007 bahwa kerja sama daerah dituangkan dalam bentuk perjanjian kerja sama : • Dalam rangka membantu kepala daerah melakukan kerja sama dengan daerah lain yang dilakukan secara terus menerus atau diperlukan waktu paling singkat 5 (lima) tahun, kepala daerah dapat membentuk badan kerja sama. • Badan kerja sama sebagaimana dimaksud diatas adalah bukan perangkat daerah. • Sedangkan dalam pasal 24 PP 50 Tahun 2007 di atur mengenai • Pembentukan dan susunan organisasai badan kerja sama ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. • Badan kerja sama mempunyai tugas : (a)membantu melakukan pengelolaan, monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kerja sama, (b)memberikan masukan dan saran kepada kepala daerah masing-masing mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan apabila ada permasalahan; (c) melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala daerah masing-masing,

  20. Jika kita memperhatikan prinsip-prinsip pemberian dan penyelenggaraan Otonomi Daerah dapat diperkirakan prospek ke depan dari Otonomi Daerah tersebut. Untuk mengetahui prospek tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan. Salah satu pendekatan yang kita gunakan disini adalah aspek ideologi, politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Dari aspek ideologi , sudah jelas dinyatakan bahwa Pancasila merupakan pandangan, falsafah hidup dan sekaligus dasar negara. Nilai-nilai Pancasila mengajarkan antara lain pengakuan Ketuhanan, semangat persatuan dan kesatuan nasional, pengakuan hak azasi manusia, demokrasi, dan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat. Jika kita memahami dan menghayati nilai-nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan Otonomi Daerah dapat diterima dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui Otonomi Daerah nilai-nilai luhur Pancasila tersebut akan dapat diwujudkan dan dilestarikan dalam setiap aspek kehidupan bangsa Indonesia .

  21. Dari aspek politik , pemberian otonomi dan kewenangan kepada Daerah merupakan suatu wujud dari pengakuan dan kepercayaan Pusat kepada Daerah. Pengakuan Pusat terhadap eksistensi Daerah serta kepercayaan dengan memberikan kewenangan yang luas kepada Daerah akan menciptakan hubungan yang harmonis antara Pusat dan Daerah. Selanjutnya kondisi akan mendorong tumbuhnya dukungan Derah terhadap Pusat dimana akhirnya akan dapat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Kebijakan Otonomi Daerah sebagai upaya pendidikan politik rakyat akan membawa dampak terhadap peningkatan kehidupan politik di Daerah. Dari aspek ekonomi, kebijakan Otonomi Daerah yang bertujuan untuk pemberdayaan kapasitas daerah akan memberikan kesempatan bagi Daerah untuk mengembangkan dan meningkatkan perekonomiannya. Peningkatan dan pertumbuhan perekonomian daerah akan membawa pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat di Daerah. Melalui kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, daerah akan berupaya untuk meningkatkan perekonomian sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan. Kewenangan daerah melalui Otonomi Daerah diharapkan dapat memberikan pelayanan maksimal kepada para pelaku ekonomi di daerah, baik lokal, nasional, regional maupun global.

  22. Dari aspek sosial budaya, kebijakan Otonomi Daerah merupakan pengakuan terhadap keanekaragaman Daerah, baik itu suku bangsa, agama, nilai-nilai sosial dan budaya serta potensi lainnya yang terkandung di daerah. Pengakuan Pusat terhadap keberagaman Daerah merupakan suatu nilai penting bgi eksistensi Daerah. Dengan pengakuan tersebut Daerah akan merasa setara dan sejajar dengan suku bangsa lainnya, hal ini akan sangat berpengaruh terhadap upaya mempersatukan bangsa dan negara. Pelestarian dan pengembangan nilai-nilai budaya lokal akan dapat ditingkatkan dimana pada akhirnya kekayaan budaya lokal akan memperkaya khasanah budaya nasional. Dari aspek pertahanan dan keamanan , kebijakan Otonomi Daerah memberikan kewenangan kepada masing-msing daerah untuk memantapkan kondisi Ketahanan daerah dalam kerangka Ketahanan Nasional. Pemberian kewenangan kepada Daerah akan menumbuhkan kepercayaan Daerah terhadap Pusat. Tumbuhnya hubungan dan kepercayaan Daerah terhadap Pusat akan dapat mengeliminir gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia .

  23. Memperhatikan pemikiran dengan menggunakan pendekatan aspek ideologi, politik, sosal budaya dan pertahanan keamanan, secara ideal kebijakan Otonomi Daerah merupakan kebijakan yang sangat tepat dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Hal ini berarti bahwa kebijakan Otonomi Daerah mempunyai prospek yang bagus di masa mendatang dalam menghadapi segala tantangan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent secara proporsional antara Pemerintah, Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota maka disusunlah kriteria yang meliputi: (i) eksternalitas, (ii) akuntabilitas, dan (iii) efisiensi dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan.

  24. Pertama, kriteria eksternalitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak/akibat yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan kabupaten/kota, apabila regional menjadi kewenangan provinsi, dan apabila nasional menjadi kewenangan Pemerintah. Kedua, Kriteria akuntabilitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih langsung/dekat dengan dampak/akibat dari urusan yang ditangani tersebut. Dengan demikian akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin. Ketiga, kriteria efisiensi adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personil, dana, dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian, dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan. Ukuran dayaguna dan hasilguna tersebut dilihat dari besarnya manfaat yang dirasakan oleh masyarakat

  25. Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar; sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah. Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara yang penyelenggaraannya diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan kepada Daerah untuk perlindungan hak konstitusional, kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat, serta ketenteraman dan ketertiban umum dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional.

  26. Elaborasi dari urusan wajib yang harus dilakukan oleh Pemda meliputi: • Perencanaan dan pengendalian pembangunan; • perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; • penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; • penyediaan sarana dan prasarana umum; • penanganan bidang kesehatan; • penyelenggaraan pendidikan; • penanggulangan masalah sosial; • pelayanan bidang ketenagakerjaan; • fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; • pengendalian lingkungan hidup; • pelayanan pertanahan; • pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; • pelayanan administrasi umum pemerintahan; • pelayanan administrasi penanaman modal; • penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan • urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

  27. Urusan wajib dalam pelaksanaan otonomi daerah akan berkonsekuensi pada, pertama, penentuan organisasi perangkat daerah dan kedua, standar pelayanan minimal. Dua hal tersebut saling berkaitan, dimana bidang-bidang yang menjadi kewajiban pemda dilaksanakan oleh perangkat daerah dan dilain pihak pelaksanaan tugas perangkat daerah harus dilakukan dengan memenuhi standar pelayanan minimal. Perangkat daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Satuan Polisi Pamong Praja sesuai dengan kebutuhan daerah. Organisasi Perangkat Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan; (i) kewenangan pemerintah yang dimiliki oleh Daerah, (ii) karakteristik, potensi, dan kebutuhan Daerah, (iii) kemampuan keuangan Daerah, (iv) ketersediaan sumber daya aparatur, dan (v) pengembangan pola kerja sama antar Daerah dan/atau dengan pihak ketiga. Dalam melaksanakan urusan (wajib) pemerintah harus memenuhi standar pelayanan minimal yaitu ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.

  28. Pelayanan dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan. Dengan demikian otda dan penyelenggaran urusan wajib pemda ditujukan agar warga masyarakat memperoleh pemenuhan kebutusan sosial, ekonomi dan pemerintahan. Prinsip standar pelayanan minimal yang dilaksanakan oleh pemda harus menjami akses dan mutu pelayanan masyarakat secara merata. Partisipasi publik memiliki peran penting untuk menjaga pelaksanaan otda dapat memenuhi standar pelayanan minimal.

  29. Faktor-faktor dan strategi dalam pelaksanaan otonomi daerah antara lain : 1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Otonomi Daerah Banyak faktor dan variabel yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan ontomoni daerah. Tidak sedikit pula para pakar yang mengidentifikasikan faktor-faktor dan variabel-variabel yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah itu. Disamping terdapat perbedaan-perbedaan dalam mengidentifikasikan faktor-faktor dan variabel-variabel itu. Pada umumnya faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan otonomi daerah adalah kemampuan keuangan (finansial), kemampuan manajemen, kondisi sosial budaya masyarakat dan karakteristik ekologis.

  30. 2. Keefektifan Strategi Pelaksanaan Otonomi Daerah. Strategi dikatakan sebagai karakteristik yang paling mendasar dan terpadu dari apa yang ingin dicapai organisasi terhadap nilai-nilai dan sumber daya yang ada dari lingkungannya. Paling tidak ada empat kriteria untuk mengukur keefektifan suatu pemerintahan daerah,diantaranya: • Kebutuhan masyarakat secara implisit dapat dikontrol. • Adanya program layanan khusus yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. • Mengukur kualitas layanan pemerintahan daerah terutama dengan ukuran kepuasan dan persepsi masyarakat. • Pemberian pelayanan harus dapat menyesuaikan diri dengan masalah-masalah yang ada di masyarakat.

  31. Tujuan Pembangunan Milennium yang diterapkan di Indonesia meliputi 8 tujuan (Laporan Perkembangan Pencapaian Millennium Development Goals Indonesia 2005: 45) yaitu : • Menanggulangi Kemiskinan Dan Kelaparan. Dengan target : Menurunkan proporsi penduduk yang tingkatannya di bawah $ 1 per hari menjadi setengahnya antara tahun 1990-2015, Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara tahun 1990-2015 • Mencapai Pendidikan Dasar Untuk Semuanya. Dengan target : Memastikan pada tahun 2015 semua anak di manapun, laki-laki maupun perempuan, dapat menyelesaikan pendidikan dasar. • Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan. Dengan target : Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005 dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015 • Menurunkan Angka Kematian Anak Dengan target : Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya, antara tahun 1990 dan 2015 • Meningkatkan Kesehatan Ibu. Dengan target : Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara tahun 1990-2015 • Memerangi HIV / AIDS dan Penyakit Menular Lainnya Dengan target : Mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan mulai menurunnya jumlah kasus baru pada 2015, Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaria dan penyakit lainnya. • Memastikan Keberlanjutan Lingkungan Hidup Dengan target : Memadukan prisip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional. Penurunan sebesar separuh penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada tahun 2015. Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di pemukiman kumuh pada tahun 2020 • Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan

  32. Format Ideal Kerjasama Pembangunan Antar Daerah Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tujuan utama penyelenggaraan pemerintahan daerah, sesungguhnya adalah pengembangan semangat demokrasi, peningkatan peran serta dan pemberdayaan masyarakat, dan pemerataan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Demikian andasan filosofi yang melatarbelakangi lahirnya UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah. Namun harus diakui bahwa penyusunan UU tersebut dipengaruhi euforia demokrasi yang tidak terkendali dan dipacu perubahan kondisi politik yang begitu cepat. Akibatnya, upaya mengatur kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah kurang sempurna, baik dalam menafsirkan isi dan substansi UU tersebut, maupun pada implementasinya di lapangan. Dari pelaksanaan di lapangan, muncul berbagai persoalan yang cenderung kompleks dan multidimensional. Berbagai kalangan telah memprediksi akan terjadi kesimpangsiuran pemahaman dan pengkotak-kotakan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan inefisiensi pengelolaan pemerintahan daerah, kemudian hubungan serasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota tidak terpelihara. Akhirnya persatuan dan kesatuan bangsa melemah dan menimbulkan disintegrasi bangsa.

  33. UU Nomor 32 Tahun 2004 sesungguhnya telah memberikan peluang kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peranserta masyarakat serta peningkatan daya saing daerah. Dalam kaitan dengan upaya tersebut, undang-undang memfasilitasi dilakukannya kerjasama antarpemerintah daerah dan dengan pihak ketiga, sejauh kerjasama itu dilakukan dan didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan yang dapat diwujudkan dalam bentuk badan kerjasama yang diatur dengan Keputusan Bersama. Di samping itu pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas Daerah dan untuk menciptakan efisiensi, Daerah wajib mengelola pelayanan publik secara bersama dengan Daerah sekitarnya untuk kepentingan masyarakat.

  34. Kerja sama antar daerah dapat terealisasi dengan setidaknya memperhatikan dua motovasi utama dalam perwujudannya, yaitu: • Pertama, sebagai usaha untuk mengurangi kemungkinan adanya kemajuan pembangunan yang pesat di satu daerah dengan membawa akibat distruktif terhadap daerah-daerah sekitarnya, langsung maupun tidak langsung. Dalam hubungan ini titik berat perhatian ditujukan pada usaha untuk mewujudkan keserasian perkembangan wilayah dari daerah-daerah yang berdekatan. • Kedua, sebagai usaha untuk memecahkan maslah bersama dan atau untuk mewujudkan tujuan-tujuan bersama, terlepas dari kenyataan apakah daerah-daerah itu secara geografis berdekatan atau tidak. Jadi motivasi yang pertama dientuk melalui kenyataan tidak seimbangnya kemampuan daerah yang satu terhadap yang lain, sehingga perlu langkah-langkah penyesuaian. Motivasi yang kedua dibentuk melalui kesadaran bahwa suatu tujuan tertentu yang hendak diwujudkan tidak mungkin tercapai secara berdaya guna dan hasil guna tanpa melalui kerja sama antar daerah.

  35. Dalam konteks yuridis, amanat UU No.32/2004 tersebut kendati baru ditindaklanjuti pengaturannya dengan Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah, namun demikian secara empiris telah cukup banyak daerah yang melaksanakan kerjasama ini, bahkan termasuk kerjasama dengan Luar Negeri karena terlebih dahulu telah diatur dalam UU No.24/2000 tentang Perjanjian Internasional. Dalam PP dimaksud di atas, yang dimaksud dengan kerjasama daerah adalah “...kesepakatan antara gubernur dengan gubernur atau gubernur dengan bupati/walikota atau antara bupati/wali kota dengan bupati/wali kota yang lain, dan atau gubernur, bupati/wali kota dengan pihak ketiga, yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban.” (Ps.1). Selanjutnya, berdasarkan PP tersebut kerjasama dimaksud haruslah didasarkan pada prinsip-prinsip: efisiensi, efektivitas, sinergi, saling menguntungkan, kesepakatan bersama, itikad baik, mengutamakan kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, persamaan kedudukan, transparansi, keadilan, dan kepastian hukum (Ps.2); yang dilaksanakan pada objek kerja sama daerah yang mencakup seluruh urusan pemerintahan yang telah menjadi kewenangan daerah otonom dan dapat berupa penyediaan pelayanan publik. (Ps.4).

  36. Dengan terbitnya PP No.7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, pemerintah provinsi pun dapat memberikan penugasan dari pemerintah provinsi kepada kabupaten, atau kota dan/atau desa, untuk melaksanakan tugas tertentu dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan (Ps.11). Melalui mekanisme tugas pembantuan ini maka paling tidak pelaksana dan pelaksanaan pekerjaan dapat semakin dekat dengan pengguna/pemanfaat kegiatan sehingga discrepancy antara hasil kegiatan dengan kebutuhan pengguna dapat relatif diminimalisir. Selain itu, tugas pembantuan dapat lebih mengikat hubungan antara yang menugaskan dengan yang diberi tugas sehingga hasil-hasil pekerjaan dapat lebih terukur, tepat guna dan berhasil guna.

  37. Yurisdiksi administrasi pemerintahan tidak sama dengan wilayah fungsional, maka seringkali bisa diobservasi ketergantungan antar daerah. Ketergantungan ini bisa dikenali dari jenis-jenis interaksi antar daerah, seperti: arus barang, arus keuangan masyarakat, arus keuangan pemerintah, ketergantungan administrasi, mobilitas penduduk, ketergantungan fisik geografis, ketergantungan kultural, dsb. Salah satu langkah penting pertama dalam mendorong sinergi sektoral dan daerah adalah monitoring perkembangan sektoral dan daerah. Hasil monitoring adalah informasi keadaan daerah. Monitoring memerlukan kerangka yang harus disusun berdasarkan orientasi untuk mendorong sinergi sektoral dan daerah. Lebih spesifik, yang harus dimonitor adalah indikator-indikator agregat keadaan sektoral (nilai tambah ekonomi, jumlah tenaga kerja, pertumbuhan, dsb.), indikator disagregat (struktur skala), struktur sektoral (peran pemerintah, peran swasta, peran lokal, peran daerah lain/hubungan antar daerah, peran luar negeri, keterkaitan intersektoral dan inter sub-sektoral, dsb.), permasalahan sektoral, kedudukan tiap sektor dalam perkembangan daerah, dsb. Termasuk yang perlu dimonitor adalah aspek-aspek perilaku sosial, seperti commuting, migrasi, pola wisata, mobilitas tahuan atau semitahunan (mudik dan implikasi sosial-ekonominya, dsb.), disamping produk-produk dan dampak tata pemerintahan.

  38. Analisis kebutuhan kerjasama sektoral dan daerah ditujukan untuk menghasilkan informasi pada tingkat lebih bernilai, dalam konteks perumusan kebijakan, dibanding nilai informasi hasil monitoring. Analisis ini untuk memperoleh informasi mengenai; • persoalan atau potensi ketidakserasian sektoral dan daerah; • pemahaman permasalahan ketidakserasian tsb.; • potensi atau peluang untuk menggunakan instrumen kerjasama sektoral dan daerah dalam rangka mengatasi persoalan atau meningkatkan sinergi. • Kerjasama antar daerah meliputi berbagai skema sangat luas. Mulai dari kerjasama bersifat mikro (misalnya penempatan TPA di daerah lain), transfer fiscal antar daerah (telah ada contoh, misalnya antara Denpasar dan Kabupaten Badung dengan beberapa daerah disekitarnya; hal ini disebabkan oleh kesadaran eksternalitas ekstra yurisdiksi kegiatan pariwisata), kerjasama ekonomi antar daerah (misalnya kasus kerjasama antar provinsi se-Sumatra), hingga kerjasama tata pemerintahan antar daerah (misalnya pembentukan Supra DPRD dengan kewenangan tertentu pada tingkat regional/beberapa daerah, akan tetapi belum pernah terjadi hingga saat ini di Indonesia).

  39. Koordinasi sektoral untuk keserasian antar daerah bisa dilakukan oleh pemerintahan pada tingkat lebih tinggi, sepanjang tersedia kerangka analisis dan instrumennya. Contohnya adalah kerangka Multiregional Input-Output dan kewenangan perencanaan dan alokasi anggaran sektoral oleh Bappenas pada masa lalu.Kerjasama antar daerah sering tidak terjadi dengan sendirinya, meskipun terdapat potensi sinergi. Hal ini terjadi karena ada satu atau lebih hambatan. Salah satu bentuk hambatan paling nyata yang sering dijumpai adalah infrastruktur perhubungan antar daerah. Stimulan sektor infrastruktur bisa merupakan langkah awal untuk mendorong perkembangan kerjasama antar daerah pada tahap berikutnya. Tetapi stimulan ini juga bisa berupa sesuatu yang tidak fisik, melainkan bantuan teknis dalam tata pemerintahan, misalnya mendorong skema transfer fiskal antar daerah untuk menyerasikan wilayah pinggiran perkotaan.

  40. Berdasarkan beberapa ketentuan diatas, sesungguhnya terdapat pilihan-pilihan yang dapat diambil oleh provinsi guna mengoptimalkan kinerja pembangunannya, khususnya dalam mencapai target-target makro pembangunan daerah sebagaimana tertuang dalam dokumen RPJMD 2007-2012, yaitu: • Membentuk kerjasama daerah uni-sektoral guna melakukan drilling terhadap satu atau lebih isu strategis dalam bidang/sektor tertentu. Misalnya isu strategis rendahnya tingginya buta aksara, hingga isu sekolah roboh atau bangunan pendidikan rusak di daerah tertentu, atau isu strategis tingginya kematian bayi/ibu melahirkan di daerah tertentu, tingginya balita gizi buruk, dll; dapat ditangani melalui kerjasama uni-sektoral antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Sebagai forum kerjasama, maka dalam prakteknya diikat oleh kesepakatan tertentu (MoU) antar kepala daerah, yang diinisiasi dan difasilitasi oleh satuan kerja terkait. Kemudian mengingat sifat kerjasama yang uni-sektoral, maka kerjasama ini dilakukan pada sektor tertentu mulai dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan. Perencanaan dilakukan oleh salah kedua level pemerintahan daerah, sementara pembiayaan dan pelaksanaan kegiatan dapat di-share berdasarkan urusan daerah atau berdasarkan komitmen politik tertentu. Mekanisme pelaksanaannya dapat saja dilakukan melalui mekanisme hibah untuk tujuan tertentu (spesific grants), melalui tugas pembantuan (bila domain urusan ada pada level pemerintahan yang lebih tinggi), atau melalui sharing peran dan pembiayaan antarpemerintahan daerah. Dengan bentuk kerjasama ini, maka pengentasan masalah-masalah pada sektor tertentu yang terkait dengan penurunan atau peningkatan indikator tertentu dapat secara terukur dan feasible dilakukan secara efisien dan efektif.

  41. 2) Membentuk forum kerjasama daerah multi-sektoral guna melakukan drilling terhadap satu atau lebih isu strategis lintas bidang/sektor. Misalnya isu strategis rendahnya IPM di daerah tertentu. IPM merupakan isu strategis lintas sektor mengingat indeks pembangunan manusia merupakan hasil dari indikator pembangunan bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Realisasi forum kerjasama ini dapat dilakukan secara massal (seluruh kabupaten/kota dan provinsi) maupun terbatas (sebagian), melalui kesepakatan kerjasama dalam bentuk forum kerjasama daerah.Wujud nyata dari kerjasama ini dapat diwujudkan dalam bentuk forum kerjasama tahunan di luar agenda Musyawarah Perencanaan Pembangunan (musrenbang), seperti yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Sebagaimana kerjasama uni-sektoral di atas, output kerjasama multi-sektoral dapat diwujudkan dalam bentuk spesific grants maupun tugas pembantuan.

  42. Guna memfasilitasi terlaksananya kedua hal di atas, pemerintah daerah perlu memfasilitasi pengaturannya melalui Peraturan Daerah, yang akan menjadi payung hukum bagi setiap pelaksanaan kerjasama daerah, khususnya memfasilitasi terwujudnya spesific grants untuk menangani isu uni-sektoral maupun multi-sektoral. Pilihan pada spesific grants, secara obyektif sesungguhnya paling akuntabel dan rasional, mengingat dengan hibah spesifik tersebut maka target kinerja pencapaian prioritas daerah provinsi dapat lebih terarah, terukur, dan terpadu; sejauh beberapa prakondisinya terpenuhi, yaitu: • perencanaan pekerjaan/kegiatan pada sektor prioritas dan menjadi isu strategis di kabupaten/kota, dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan; • hasil perencanaan disampaikan, dimatangkan, dan diputuskan bersama dalam forum kerjasama daerah yang difasilitasi pemerintah provinsi; • pelaksanaan pekerjaan diserahkan/dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota (bila menjadi urusan kabupaten/kota), namun bila kegiatan tersebut adalah urusan provinsi maka dapat diwujudkan melalui tugas pembantuan;

  43. Penyaluran block grants seperti yang selama ini dilakukan sesungguhnya kurang fokus dan terukur, kurang akuntabel, dan kurang mencerminkan keadilan mengingat persoalan proporsionalitas pasti akan selalu muncul dan diklaim sebagai sebuah keniscayaan. Block grants itu sendiri bukan tidak dapat dilakukan, namun tentu dengan besaran yang terbatas dan cenderung bersifat charity, sehingga secara normatif tidak boleh dijadikan agenda tetap melainkan temporer, guna membantu mengatasi permasalahan yang muncul sewaktu-waktu dan temporer sifatnya, seperti: bencana alam, wabah penyakit, dll. Otonomi daerah seperti yang di atur dalam Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan dan mencapai kesejahteraan rakyat, termasuk pelaksanaan kerjasama luar negeri oleh pemerintah daerah. Salah satu cara pemecahan masalah pensejahteraan rakyat dan pemberdayaan daerah, tentu harus ada bentuk dan sistem wewenangnya.

  44. Kerjasama luar negeri merupakan salah satu bentuk kerjasama internasional dengan kata lain berarti ikut meletakkan kerjasama luar negeri sebagai salah satu unsur wewenang pemerintah eksekutif, termasuk daerah dapat berwenang untuk itu. Kerjasama dimaksud bisa berupa kerjasama di Bidang ekonomi, seperti: Perdagangan, kerjasama ekonomi regional/sub-regional, pinjaman luar negeri, penanaman modal asing, ekspor inpor investasi, ketenagakerjaan, kelautan dan perikanan, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan lain-lain. Kerjasamasosial dan budaya: kerjasama di bidang pendidikan, kesehatan, bantuan kemanusiaan, kepemudaan dan lain-lain. Kerjasama kota kembar (Sister city), kerjasama tehnik dan masih banyak bentuk kerjasama serupa lainnya termasuk dalam kategori hubungan atau urusan dan bidang atau objek ranah treaty of contract, termasuk pula semua urusan, bidang-bidang atau objek yang telah menjadi wewenang daerah otonom/otonomi daerah.

  45. SEKIAN TERIMA KASIH

More Related