1 / 64

INTERAKSI OBAT-OBAT ANTI-INFLAMASI NONSTEROID (AINS)

INTERAKSI OBAT-OBAT ANTI-INFLAMASI NONSTEROID (AINS). Dibagi 2 golongan : penghambat siklooksigenase (COX)  pengobatan inflamasi penghambat nonsiklooksigenase  antirematik dan terapi GOUT. OBAT-OBAT AINS PENGHAMBAT COX.

tayten
Download Presentation

INTERAKSI OBAT-OBAT ANTI-INFLAMASI NONSTEROID (AINS)

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. INTERAKSI OBAT-OBAT ANTI-INFLAMASI NONSTEROID (AINS) Dibagi 2 golongan : • penghambat siklooksigenase (COX)  pengobatan inflamasi • penghambat nonsiklooksigenase  antirematik dan terapi GOUT

  2. OBAT-OBAT AINS PENGHAMBAT COX • COX inhibitor meliputi antipiretik, anti-inflamasi, analgesik dan analgesik nonnarkotik. • AINS hanya untuk terapi simptomatik  hanya menekan radang, panas atau nyeri  untuk mengobati nyeri ringan hingga sedang, demam, artritis dan gangguan berupa radang, termasuk gout dan hiperurikemia. • Sebagian besar AINS efektif untuk terapi artritis rematoid, osteoartritis dan sindroma muskuloskeletal lokal seperti kesleo, otot kaku dan nyeri punggung.

  3. Klasifikasi AINS

  4. Farmakodinamika • Prostaglandin : mediator kimia penting dalam proses inflamasi. • Penghambatan biosintesis PG  gangguan reaksi biokimia yang mengarah pada inflamasi. • Efek AINS : melalui penghambatan sintesis prostaglandin (PG), melalui penghambatan enzim siklooksigenase yaitu enzim yang mengkatalisis pembentukan PG endoperoksida PGG2 dan PGH2 dari asam arakidonat. •  Akibatnya sintesis semua PG dari endoperoksida ini dihambat. • Mekanisme anti-inflamasi yang lain adalah melalui penghambatan jalur lipoksigenase, tetapi bukan merupakan mekanisme kerja AINS.

  5. Pengontrolan suhu tubuh : di pusat termoregulatori di hipotalamus. • Pusat ini mengatur keseimbangan antara panas tubuh yang hilang dan panas yang diproduksi. Demam : keseimbangan ini terganggu karena produksi panas yang berlebih. • Proses inflamasi dan atau adanya endotoksin bakteri menyebabkan pelepasan interleukin-1 (IL-1) dari makrofag yang menginduksi sintesis PG tipe E di hipotalamus  kemudian menyebabkan peningkatan suhu tubuh. • Obat AINS menghambat enzim siklooksigenase sehingga menghambat sintesis PGE  dilatasi pembuluh darah diikuti turunnya suhu tubuh.

  6. Efek samping • biasanya terjadi bila seseorang minum dosis tinggi dalam waktu yang lama. • Efek samping berupa gangguan saluran cerna, kulit, ginjal dan yang agak jarang gangguan di hati, darah dan sumsum tulang. • Efek samping yang sering adalah dispepsia, diare atau konstipasi, mual dan muntah  berlanjut karena pemakaian kronis dapat terjadi erosi gastritis, tukak lambung dan perdarahan serius. • Mekanisme terjadinya efek samping adalah melalui penghambatan enzim siklooksigenase-1 sehingga menghambat sintesis PGE2 yang bertugas mengatur sekresi asam lambung dan perlindunganmukosa.

  7. NSAID – H2 bloker • H2 bloker (simetidin, famotidin, ranitidin) tidak mempengaruhi atau hanya sedikit mempengaruhi kadar serum asetosal, diklofenak, ibuprofen, piroksikam, ketoprofen, naproxen. • Interaksi penting justru karena H2 dapat melindungi mukosa lambung dari iritasi akibat efek samping NSAID

  8. NSAID – NSAID lain • Asetosal dilaporkan dapat meningkatkan, menurunkan, atau kadang tidak mempengaruhi kadar serum indometasin • Asetosal menurunkan kadar serum diklofenak, ibuprofen dan naproxen, tapi tidak mempengaruhi kadar serum piroksikam. • Efek interaksi berupa peningkatan efek samping iritasi lambung

  9. NSAID - probenesid • Probenesid menurunkan ekskresi ketoprofen, naproxen dan ketorolac  meningkatkan kadar serum  dikontraindikasikan • Data klinis : 500 mg probenesid 4 d.d selama 4 hari meningkatkan total AUC dosis tunggal 10 mg ketorolac pada 8 subjek hingga 3 x lipat, meningkatkan t ½ dari 6 menjadi 15 jam.

  10. Mekanisme : • Probenesid menghambat metabolisme (konjugasi) ketoprofen, glukuronidasi diflunisal dan menghambat ekskresi bentuk tak terion naproxen di urin. • Pengatasan : Signifikansi klinis kadang kecil, tapi perlu diperhatikan peningkatan efek samping. Dosis NSAID perlu diturunkan. Khusus ketorolac sudah dikontraindikasikan dengan probenesid

  11. Asetosal-Antasid • Kadar serum asetosal pada pasien yang minum asetosal dosis tinggi bersama antasid dapat turun hingga sub-terapetik

  12. Data klinis • Seorang anak menderita demam rematik, minum 0,6 g asetosal 5 d.d. kadar serumnya 8,2-11,8 mg/100ml saat juga minum suspensi Maalox (Al & Mg hidroksida). • Pada saat Maalox dihentikan, pH urin turun dari 7-8 menjadi 5-6,4, sementara kadar serum salisilat meningkatkan menjadi 38mg/100ml  perlu penurunan dosis.

  13. Mekanisme • Asetosal bersifat asam dan diekskresikan lewat tubuli ginjal dalam bentuk terion. Dalam larutan basa bentuk terion semakin banyak sehingga mengurangi jumlah yang tereabsorpsi. • Jika urin terasamkan, sebagian obat berada dalam bentuk tak terion sehingga tereabsorpsi sehingga ekskresi menurun dan berada lebih lama dalam tubuh • MgO juga meng-adsorpsi asetosal dan Na-salisilat

  14. Pengatasan • Interaksi ini penting pada pengobatan kronis dengan dosis tinggi asetosal karena kadar serum asetosal turun hingga sub-terapeutik. Interaksi bisa terjadi dengan antasid sistemik maupun non sistemik. • Perlu dimonitor kadar serum salisilat pada saat dimulai atau dihentikannya pemberian antasida

  15. Asetosal – penghambat diuretik penghambat karbonik-anhidrase • Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi CO2+H2OH2CO3. Dalam tubuh H2CO3 berada dalam keseimbangan dengan H+ & HCO3-, yang sangat penting dalam sistem bufer darah dan reabsopsi ion dalam tubuli ginjal. • Penghambatan enzim ini menyebabkan sekresi H+ berkurang sehingga pertukaran Na+ dengan H+ terhambat  akibatnya meningkatkan ekskresi HCO3-, Na+ dan K+  urin menjadi lebih banyak dan alkalis

  16. Asetosal – penghambat diuretik penghambat karbonik-anhidrase • Dengan bertambahnya ekskresi HCO3- dan Na+ dalam urin maka kadarnya dalam cairan ekstrasel menurun  asidosis metabolik. • Toksisitas yang cukup parah bisa terjadi bila asetosal dosis tinggi digunakan bersama penghambat karbonat-anhidrase

  17. Data klinis • Pasien geriatri (85 th) yang mendapat aspirin 3,9 g/hari koma setelah dosis asetazolamid (sebagai terapi glaukoma)ditingkatkan dari 0,5 menjadi 1 g. • Toksisitas berupa gangguan SSP terjadi pada pasien geriatri yang mendapa kombinasi kedua obat ini (bingung, mengantuk, kecemasan). Pasien juga mengalami dehidrasi sehingga butuh hidrasi iv.

  18. Mekanisme • Penghambat karbonik anhidrase mempengaruhi pH plasma sehingga salisilat lebih banyak berada dalam bentuk tak terion  memasuki jaringan SSP  toksik. • Salisilat menghambat atau menggeser ikatan asetazolamid dengan protein plasma  lebih banyak asetazolamid berada dalam bentuk bebas  meningkatkan toksisitas asetazolamid

  19. Pengatasan • Pemakaian penghambat Karbonik anhidrase bersama asetosal dosis tinggi harus dihindari. • Jika harus dipakai bersama pasien harus dimonitor kemungkinan toksisitas (gangguan SSP dan dehidrasi) karena interaksi berjalan lambat dan individual • Bisa dipilih NSAID lain misalnya naproxen, atau metazolamid sebagai pengganti asetazolamid

  20. Asetosal - kortikosteroid • Pemakaian bersama keduanya sudah biasa, dimana sering terjadi peningkatan efek samping tukak & perdarahan lambung • Kadar serum salisilat diturunkan oleh kortikosteroid  pada penghentian kortikosteroid kadar serum salisilat sering meningkat hingga batas toksik

  21. Mekanisme • Kortikosteroid (prednison, prednisolon, hidrokortison, dll) meningkatkan laju filtrasi glomerulus sehingga ekskresi atau klirens asetosal meningkat  penurunan kadar serum • Penghentian kortikosteroid menyebabkan klirens kembali normal sehingga kadar serum asetosal meningkat  perlu penyesuaian dosis dan monitor efek samping tukak lambung

  22. Asetosal - Probenesid • Probenesid sering digunakan untuk terapi antipirai, bekerja dengan meningkatkan ekskresi asam urat lewat urin. • Pemakaian bersama asetosal bersifat antagonis  mengakibatkan turunnya jumlah asam urat yang diekskresikan via urin

  23. Mekanisme • Diduga terjadi kompetisi pengikatan dengan albumin plasma • Selain itu juga terjadi interaksi pada sekresi tubulus ginjal. • Pengatasan : interaksi hanya terjadi pada dosis tinggi asetosal  hindari pemakaian bersama asetosal dosis tinggi dengan probenesid

  24. Indometasin – Probenesid • Kadar serum indometasin meningkat 2x lipat pada pemakaian bersama probenesid. • Hal ini menguntungkan bagi pasien artritis tapi harus diwaspadai efek samping indometasin, terutama pada pasien dengan fungsi ginjal kurang sempurna • Efek urikosurik probenesid tidak terpengaruh

  25. Kejadian klinis • Studi terhadap 28 pasien penderita osteoartritis yang mendapat 50-150 mg indometasin/hari menunjukkan bahwa pemakaian probenesid 0,5-1 g.hari melipatgandakan kadar serum indometasin  tampak peningkatan efek. • Beberapa pasien mengalami toksisitas indometasin (mual, sakit kepala, bingung, tukak lambung)

  26. Mekanisme • Indometasin dan probenesid berkompetisi dalam mekanisme sekresi tubular yang sama  mengakibatkan turunnya ekskresi indometasin • Pengatasan : perlu penurunan dosis indometasin, terutama pada pasien dengan fungsi ginjal kurang sempurna

  27. Diklofenak • Diklofenak adalah derivat asam fenilasetat yang efek analgesik, antipiretik dan anti-inflamasinya sebanding dengan indometasin. • Kerjanya bukan saja melalui penghambatan enzim siklooksigenase tapi juga mampu menurunkan bioavailabilitas asam arakidonat dengan meningkatkan konversinya menjadi trigliserida.

  28. Interaksi Diklofenak – kolestiramin/kolestipol • Absorpsi diklofenak dikurangi oleh kolestiramin. • Data klinis : 8 g kolestiramin menurunkan AUC pemakaian oral dosis tunggal 100mg diklofenak hingga 62%. • Mekanisme : kolestiramin adalah resin penukar ion yang diharapkan mengikat asam empedu, tapi ternyata jugamengikat obat lain yang ada di saluran cerna  menurunkan absorpsinya • Pengatasan : dipisah pemberian keduanya hingga 2 jam,tapi kadang masih diperlukan peningkatan dosis diklofenak

  29. Ketoprofen - metoklopramid • Metoklopramid mengurangi bioavailabilitas ketoprofen. • Data klinis : 4 subjek yang mendapat 50 mg ketoprofen menunjukkan penurunan AUC bila diberikan bersama 10mg metoklopramid. • Mekanisme : metoklopramid mempercepat pengosongan lambung sehingga ketoprofen yang sukar larut tidak sempat terserap maksimal di lambung. • Pengatasan : ketoprofen (dan juga NSAID lain) diminum 1-2 jam sebelum metoklopramid

  30. Interaksi Asetaminofen-alkohol • Kerusakan hati yang parah dapat terjadi pada peminum alkohol yang mengkonsumsi parasetamol • Data klinis : Sekitar 30 peminum alkohol yang mengkonsumsi parasetamol pada dosis wajar mengalami kerusakan hati. Kerusakan hati diperparah pada kondisi puasa • Pada pemakaian dosis tinggi parasetamol oleh peminum alkohol bahkan bisa terjadi koma hepatik hingga kematian.

  31. Mekanisme • Parasetamol pada kondisi normal dimetabolisme di hati melalui konjugasi dengan glukuronida dan sulfat. • Metabolisme alkohol juga membutuhkan glukuronida dan sulfat dalam jumlah besar  kompetisi dengan parasetamol • Bentuk tak termetabolisme dari alkohol maupun parasetamol terikat secara kovalen pada makromolekul hati  nekrosis

  32. Pengatasan • Hindari pemakaian parasetamol dosis tinggi bagi orang-orang yang mengkonsumsi alkohol. • Resiko nekrosis hati akibat pemakaian bersama parasetamol – alkohol ini jarang terjadi pada peminum alkohol jumlah kecil dan jarang

  33. Interaksi Asetaminofen-antikonvulsan • Efekparasetamoldikurangiolehantikonvulsan (karbamazepin, fenitoin, fenobarbital) • Kadar serum antikonvulsantidakterpengaruholehparasetamol. • Data klinis : Klirensparasetamolditingkatkanolehfenitoindankarbamazepin • Pasienepilepsi yang menerimafenobarbital 100mg/harimengalamigangguanhatisetelahmengkonsumsiparasetamol 1g/hari. Duaminggusetelahparasetamoldihentikangangguanhatihilang

  34. Mekanisme • Peningkatan klirens parasetamol disebabkan aktivitas induksi enzim oleh antikonvulsan  meningkatkan metabolisme (konjugasi glukuronidasi & oksidasi) parasetamol  ekskresi • Induksi enzim oleh fenobarbital menyebabkan pembentukan metabolit oksidasi parasetamol yang hepatotoksik dalam jumlah berlebih dibanding kapasitas pengikatan oleh glutation  kerusakan hati

  35. Pengatasan • Parasetamol menjadi kurang efektif bila dipakai bersama antikonvulsan • Resiko nekrosis hati akibat pemakaian bersama parasetamol – antikonvulsan cukup tinggi terutama pada pemakaian jangka panjang  hindari.

  36. Interaksi parasetamol - kolestiramin • Reduksi absopsi parasetamol hingga 60% terjadi bila parasetamol-kolestiramin digunakan bersama, tapi bisa dikurangi dengan pemberian selang 1 jam. • Interaksi ini juga terjadi antara NSAID lain dengan kolestiramin tapi mudah diatasi dengan mencegah pertemuan keduanya di saluran cerna

  37. Interaksi parasetamol – kontrasepsi oral • Parasetamol diekskresikan lebih cepat pada wanita yang mengkonsumsi kontrasepsi oral  efek analgesik antipiretik turun • Parasetamol meningkatkan absorpsi etunilestradiol dari usus hingga 20%

  38. Data klinis • Pada tujuh wanita yang mengkonsumsi oral kontrasepsi, klirens parasetamol lebih besar hingga 63% dibanding pada wanita yang tidak mengkonsumsi kontrasepsi oral • Parasetamol dosis 1g meningkatkan AUC etunilestradiol hingga 21%

  39. Mekanisme • Kontrasepsi oral meningkatkanmetabolisme (oksidasidanglukuronidasi) parasetamol ekskresidipercepat • Peningkatanabsorpsietinilestradioldisebabkankarenaparasetamolmenghambatmetabolismeolehdindingususselamaabsorpsi • Pengatasan : perlupeningkatandosisparasetamolbiladipakaiolehwanita yang mengkonsumsikontrasepsi oral

  40. INTERAKSI OBAT-OBAT ANTIMIKROBA

  41. Interaksi penting golongan sefalosporin • Sefalosporin + furosemid : Efek nefrotoksisitas cefaloridin meningkat. Diduga furosemid meningkatkan insiden nekrosis tubuler, sehingga terjadi penurunan klirens dan peningkatan kadar plasma cefaloridin. Sedangkan cefaloridin sendiri nefrotoksik.

  42. Pengatasan • Kombinasi Sefalosporin + furosemid harus diikuti monitoring terhadap fungsi ginjal. Usia dan kegagaln ginjal merupakan faktor predisposisi yang penting • Bila pemakaian keduanya tidak bisa dihindari  jangan berikan furosemid 3-4 jam sebelum sefalosporin

  43. Interaksi Sefalosporin + probenesid • Kadar plasma beberapa sefalosporin (cefalotin, cefalexin, cefamandol, cefazolin, dll) ditingkatkan oleh probenesid. Probenesid menghambat ekskresi via ginjal sebagian besar sefalosporin dengan kompetisi mekanisme ekskresi. Sefalosporin tertahan ditubuh sehingga resiko nefrotoksik meningkat

  44. Pengatasan • Perlu pemantauan fungsi ginjal pada kombinasi sefalosporin-probenesid • Kadang peningkatan kadar serum sefalosporin oleh probenesid ini justru dimanfaatkan, yaitu pada terapi GO dimana dibutuhkan kadar serum sefalosporin yang tinggi  menurunkan biaya pengobatan

  45. Interaksi penting golongan azol • Ketokonazol + antikonvulsan : Kadar serum ketokonazol diturunkan oleh fenitoin (suatu induktor enzim) sehingga meningkatkan metabolisme dan klirens ketokonazol  perlu peningkatan dosis ketokonazol.

  46. Ketokonazol + inhibitor pompa proton : Omeprazol menurunkan asiditas lambung sehingga menurunkan bioavailabilitas ketokonazol. Ketokonazol adalah suatu basa sukar larut yang harus diubah oleh asam menjadi garam HCl yang larut. Senyawa yang mengurangi sekresi gastrin seperti inhibitor pompa proton, antagonis H2 dan antasid, meningkatkan pH lambung sehingga kelarutan dan absorpsi ketokonazol berkurang. Sebaliknya terjadi peningkatan kadar plasma omeprazol karena hambatan metabolisme omeprazol.

  47. Ketokonazol + rifampisin : Kadar serum ketokonazol berkurang 50-90%, sedangkan kadar serum rifampisin berkurang 50%. Tapi interaksi tidak terjadi bila keduanya diberikan selang waktu 12 jam. Mekanisme : terjadi peningkatan laju metabolisme di hati karena keduanya adalah induktor enzim.

  48. Interaksi golongan poliena • Amfoterisin + kortikosteroid : terjadi kehilangan K dan retensi garam & air  efek samping terhadap fungsi jantung. Data klinis : 4 pasien yang mendapat amfoterisin bersama 25-40 mg hidrokortison per hari menunjukkan pembengkakan jantung & gejala gagal jantung. Ukuran jantung mengecil & kondisi gagal jantung menghilang 2 minggu setelah hidrokortison dihentikan.

More Related