510 likes | 1.25k Views
PERADILAN AGAMA. MOH. SALEH ISMAIL. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NAROTAMA 2009-2010. SEKILAS SEJARAH PERADILAN AGAMA. VOC masuk nusantara 1602-1800 M. untuk berdagang dan sebagai badan pemerintahan berdasarkan pemberian kekuasaan dari pemerintah Belanda
E N D
PERADILAN AGAMA MOH. SALEH ISMAIL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NAROTAMA 2009-2010
SEKILAS SEJARAH PERADILAN AGAMA VOC masuk nusantara 1602-1800 M. untuk berdagang dan sebagai badan pemerintahan berdasarkan pemberian kekuasaan dari pemerintah Belanda VOC mendirikan badan-badan peradilan dengan menerapkan hukum belanda. Akan tetapi tidak efektif karena bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat di bidang hukum Islam. Atas dasar teori resepcio komplexu dari Van den Berg, maka dikeluarkan Statuta Batavia 1942 yang pada Intinya penegasan bahwa “Mengenai soal hukum kewarisan orang Indonesia yang beragama Islam, harus dipergunakan hukum Islam yakni hukum yang dipakai oleh rakyat sehari-hari”.
Sebagai tindak lanjut dari Statuta Batavia, maka VOC memerintahkan DW. Freijer untuk menyusun kitab hukum yang dikenal dengan Compendium Freijer yang kemudian menjadi rujukan hukum oleh pengadilan dalam penyelesaikan sengketa masyarakat Islam. Compendium Freijer berakhir saat VOC menyerahkan kekuasaannya kepada Hindia Belanda pada 1800 M. Karena pengaruh receptie theorie, maka Pada 1922 Pemerintah Belanda membentuk Komisi untuk meninjau kembali wewenang Raad Agama yang dibentuk di Jawa dan Madura melalui S. 1882 No. 152 yang secara resmi berwenang mengadili perkara perkawinan dan kewarisan. Maka melalui Pasal 2a ayat (1) S. 1937 No. 116 wewenang mengadili terhadap perkara kewarisan dicabut.
Pada tahun 1882 dibentuk Peraturan tentang Peradilan Agama di Jawa dan Madura dengan S. Th. 1882 Nomor 152 dihubungkan dengan S. Th. 1937 No. 116 dan 610. • Pada Tahun 1937, kemudian dibentuk S. 1937 No. 638 dan No. 639 tentang Kerapatan Qadi dan Kerapatan Qadi Besar untuk sebagian Residen Kalimantan Selatan dan Timur. • Setelah Merdeka : PP No. 45 Th. 1957 tentang Pembentukan Peradilan Agama/Mahkamah Syariah di Luar Jawa dan Madura
Rapat Kerja teknis Gabungan MA dan Ketua Pengadilan Tinggi semua lingkungan peradilan di Yagyakarta pada 21-23 Maret 1985 memutuskan bahwa “Kewenangan mengadili warisan bagi mereka yang beragama Islam di luar jawa dan dan Madura dan sebagian residensi kalimantan timur (afdeling banjarmasin kecuali onderafdeling Pulau Laut dan Tanah Bambu) adalah menjadi kewenangan peradilan agama dan hukum warisan yang diterapkan adalah hukum faroidh. • Masih terbentang dualisme kewenangan terhadap perkara kewarisan berdasarakan geografis karena S. 1937 N0. 166 dan PP No 45 Tahun 1957.
dalam rapat kerja juga dihasilkan bahwa satu-satunya jalan ke arah penyatuan keseragaman kewenangan yurisdiksi peradilan agama di seluruh Indonesia diperlukan dua perangkat Undang-Undang : Undang-undang tentang susunan kekuasaan badan peradilan agama. Hukum waris nasional bagi mereka yang beragama Islam yang akan direalisasi lewat penandatanganan Surat Keputusan Bersama Ketua MA dan Menteri Agama tentang Pelaksanaan Proyek Pembangunan Hukum Islam.
Pada tanggal 29 Desember 1989 terbitlah UU No. 7 Th 1989 tentang Peradilan Agama, yang menghapus adanya dualisme kewenangan mengenai perkara kewarisan.
Tujuan utama pembentukan UU Peradilan Agama : Mempertegas kedudukan dan kekuasaan peradilan agama sebagai kekuasaan kehakiman Sesuai dengan UU No. 14 Th. 1970 Menciptakan kesatuan hukum peradilan agama khususnya terkait perkara kewarisan c. Menciptakan kesatuan hukum peradilan agama Putusan PA tidak lagi dikukuhkan (executoir verklaaring) oleh PN
Peradilan Agama hanya diperuntukkan bagi orang2 Islam • Menerapkan opsi hukum dalam perkara kewarisan • Kompetensi Absolut Peradilan Agama : Perkawinan Kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam c.Wakaf dan shadaqah • Kompetensi relatif Peradilan Agama terkait dengan Peradilan Agama mana yang berwenang.
Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini • Sidang pemeriksaan dilakukan secara terbuka, kecuali karena alasan UU atau perintah hakim, dapat dilaksanakan secara tertutup.
SENGKETA PERKAWINAN Cerai Talak Permohonan oleh suami kepada pengadilan untuk menyaksikan ikrar talak. Diajukan pada pengadilan tempat kediaman termohon, kecuali meninggalkan kediaman bersama tanpa izin pemohon. Jika termohon tinggal di luar negeri, diajukan pada PA tempat kediaman Pemohon. Jika Suami Istri tinggal di luar negeri, diajukan pada PA tempat dilangsungkan pernikahan atau pada PA Jakarta Pusat.
Lanjutan cerai talak……………. Permohonan perkara penguasaan anak, nafkah istri, dan harta bersama dapat diajukan bersama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak. Sidang pemeriksaan cerai talak dilakukan secara tertutup. Perceraian hanya dapat terjadi jika perdamaian tidak tercapai, maka hakim memberikan penetapan dan penyaksian ikrar talak ditentukan sidang berikutnya.
b. Cerai Gugat Gugatan diajukan oleh Istri kepada pengadilan tempat kediaman Istri, kecuali meninggalkan kediaman bersama tanpa izin tergugat. Jika penggugat tinggal di luar negeri, diajukan pada PA tempat kediaman tergugat. Jika Suami Istri tinggal di luar negeri, diajukan pada PA tempat dilangsungkan pernikahan atau pada PA Jakarta Pusat. Perceraian dapat terjadi jika proses perdamaian tidak tercapai
Sidang pemeriksaan cerai gugat dilakukan secara tertutup. Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat hukumnya terhitung sejak putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat,Pengadilan dapat : menentukan nafkah yang ditanggung oleh suami; menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak; menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri.
c. Cerai dengan alasan Zina • Menganut asas in flagrante delicto, jika tidak maka penggugat/pemohon qadzaf (tanpa bukti) – An Nur : 4, 6, 7. • Upaya li’an dapat dilakukan jika suami qadzaf • Penggugat/pemohon lepas dari beban pembuktian jika ada pengakuan sebagai alat bukti yang sempurna, mengikat dan menentukan (volledig, bindende en beslissende bewijskracht) – Psl. 174 HIR & 311 RBG & Psl. 1925, 1925, 1927 KUH Perdata.
MEKANISME DAN AKIBAT UPAYA LI’AN • Suami bersumpah yang berisi tuduhan zina sebanyak 4 kali dan diikut sumpah kelima “Laknat Allah atas dirinya apabila tuduhan tersebut dusta”. dan istri punya hak untuk menolak tuduhan dengan sumpah juga. • Jika istri bersumpah juga, maka terjadi li’an yang berakibat pada : perkawinan putus, anak yang dikandung dinasabkan pada istri, dan suami terbebas dari kewajiban nafkah. Biaya perkara dalam perkara perceraian dibebankan kepada pemohon atau penggugat
KOMPILASI HUKUM ISLAM • Pada tanggal 10 Juni 1991 keluar Instruksi Presiden No. 1 Th. 1991 kepada Menteri agama untuk menyebarluaskan KHI yang diterima dalam Lokakarya Ulama’ Indonesia pada tanggal 2 sampai 5 Februari 1988 di Jakarta. • Pada tanggal 22 Juli 1991 keluar Keputusan Menteri Agama No. 154 Th. 1991 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 tenggal 10 Juni 1991. • KHI terdiri dari Buku I tentang Hukum Perkawinan, Buku II tentang Hukum Kewarisan, Buku III tentang Hukum Perwakafan.
Pada tanggal 20 Maret 2006 keluar UU No. 3 Th. 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. • Beberapa Perubahan Pokok dalam UU No. 3 Th. 2006 : Di lingkungan Peradilan Agama dapat diadakan pengkhususan pengadilan yang diatur dengan Undang-Undang.
Kompetensi absolut : perkawinan; waris; wasiat; hibah; wakaf; zakat; infaq; shadaqah; dan ekonomi syari'ah (Pasal 49). Sengketa hak milik antar orang Islam diputus bersama perkara Pasal 49 Opsi hukum dalam perkara kewarisan dihapus
Pada Tanggal 29 Oktober 2009 keluar UU No. 50 Th. 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Perubahan ini dilatarbelakangi oleh Putusan MK No. 005/PUU-IV/2006, tanggal 23 Agustus 2006 Bahwa Pasal 34 ayat (3) UU No. 4 Th. 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan ketentuan pasal-pasal yang menyangkut mengenai pengawasan hakim dalam UU No. 22 Th. 2004 tentang Komisi Yudisial bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. UU Kekuasaan Kehakiman yang berlaku sekarang adalah UU N0mor 48 Th. 2009 tentag Kekuasaan Kehakiman
SUKRON JAZILAN……..!!!