10 likes | 264 Views
Menelisik Jejak Migrasi Purba Pulau Sumatera secara geografis terletak di posisi yang sangat strategis bagi jalur migrasi fauna dan manusia pada zaman Pleistosen. Namun, di pulau ini jejak manusia purba yang mampu bertahan hidup di zaman es masih menjadi teka-teki.
E N D
Menelisik Jejak Migrasi Purba Pulau Sumatera secara geografis terletak di posisi yang sangat strategis bagi jalur migrasi fauna dan manusia pada zaman Pleistosen. Namun, di pulau ini jejak manusia purba yang mampu bertahan hidup di zaman es masih menjadi teka-teki. Dari Padang Bindu, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Provinsi Sumatera Selatan, desa terakhir yang bisa dicapai dengan kendaraan, sekelompok ilmuwan dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional berjalan kaki menuju perbukitan karst. Mereka harus melalui jembatan gantung menyeberangi Sungai Ogan, menembus hutan lebat dan mendaki bukit terjal untuk sampai Goa Harimau, situs purbakala yang digali sejak 2010. Di goa itu, tim peneliti yang berjumlah 12 orang mencoba mengumpulkan jejak hunian purba sejak masa 60.000-10.000 tahun lalu, hingga masa yang lebih tua, yaitu zaman es. "Kami terus mencari untuk mengisi kekosongan data di Sumatera," kata Wahyu Saptomo, salah satu peneliti. Dibandingkan wilayah Indonesia lain, jejak hunian manusia purba di Sumatera termasuk paling muda, rata-rata berusia di bawah 10.000 tahun lalu. Peneliti belum menemukan jejak hunian manusia modern (Homo sapiens) di Sumatera yang hidup 60.000-10.000 tahun lalu. Antara 60.000 dan 10.000 tahun lalu, Bumi dihuni manusia dari jenis Homo sapiens alias "manusia modern". Sebelum masa itu, Bumi dihuni oleh manusia dari jenis Pythecantropus erectus atau Homo erectus yang masanya terentang antara 1,5 juta dan 100.000 tahun lalu. Beberapa jejak hunian prasejarah yang berusia sekitar 10.000 tahun ditemukan di pesisir timur Sumatera Utara hingga ke Aceh, Nias, dan Tianko Panjang. Temuan goa di daerah Padang Bindu, seperti Goa Putri, Goa Silabe, Goa Pandan, dan Goa Akar, berusia lebih muda, 9.000-2.000 tahun lalu, menandakan peradaban manusia modern awal. "Ada garis yang terputus. Di Sumatera, kita hanya menemukan 'manusia modern kemudian', tetapi belum menemukan 'manusia modern awal'. Ini menjadi tanda tanya besar di kalangan peneliti. Apakah pada masa itu Sumatera tidak berpenghuni?" kata Wahyu. Goa Harimau menarik perhatian karena berdekatan dengan sungai. Di pinggir sungai, menurut Wahyu, ditemukan sejumlah benda pada masa kebudayaan paleolitik, seperti kerakal yang dipangkas sederhana untuk mendapatkan tajaman, kapak genggam. Sungai menjadi bagian vital manusia prasejarah. Pada masa kehidupan tertua, manusia bergantung pada ketersediaan pangan dari lingkungan sekitarnya. Tahapan berikutnya, yaitu masa kebudayaan neolitik, manusia mulai mengolah sumber daya lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Di Goa Harimau, peneliti menemukan areal kubur dan berbagai temuan logam dan tembikar. Didapatkan 35 orang dewasa dan anak-anak yang dikubur tunggal ataupun bersama- sama. Di goa juga ditemukan lukisan dinding yang menjadi temuan pertama. Selama ini, Sumatera dianggap tidak memiliki peninggalan prasejarah berbentuk lukisan goa. Menurut Wahyu, temuan di Goa Harimau merupakan jejak manusia modern Austronesia yang hidup 4.000 tahun lalu. Setelah memindahkan temuan dan membuat cetakan hasil temuan, para peneliti tetap menggali untuk mencari hunian tertua pada masa kehidupan Homo erectus. Spesies penting Homo erectus menduduki posisi penting dalam evolusi manusia karena merupakan pendahulu langsung dari Homo sapiens (manusia modern) saat ini. Menurut Harry Widianto dari Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, dalam jalur proses evolusi, Homo erectus dikenal memiliki perkembangan kebudayaan yang pesat. Manusia ini merupakan pencipta dan pengguna alat batu yang andal. Mereka mengembangkan teknologi tertentu, seperti kapak genggam. Homo erectus juga memiliki ketangguhan dalam beradaptasi dengan alam. Mereka merupakan spesies pertama yang meninggalkan tempat leluhur mereka di Afrika 1,8 juta tahun lalu. Mereka mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim di dunia, mulai dari iklim dingin di Eropa hingga iklim panas di sepanjang khatulistiwa. Homo erectus bermigrasi melalui jembatan darat yang terbentuk karena menyusutnya air laut. Penyusutan ini menghilangkan Laut China Selatan dan Laut Jawa sehingga dasar laut menjadi lembah. Lembah itu yang menjadi jalur migrasi Homo erectus ke Indonesia. "Mereka tidak melalui Pulau Sumatera dan Kalimantan karena pada masa itu kedua pulau tersebut merupakan dataran tinggi," kata Harry. Di Indonesia, Homo erectus hanya ditemukan di Pulau Jawa. Hal ini disebabkan karena Pulau Jawa merupakan 'jalan buntu' bagi manusia untuk bermigrasi ke arah timur. Di sebelah timur, Homo erectus dihadang oleh palung antara Bali dan Lombok yang dalamnya mencapai 8.000 meter dan masih berupa lautan. Sementara Sumatera masih berupa dataran tinggi yang sulit didaki. Saat ini, peneliti terus mencari jejak untuk menemukan hunian tertua manusia itu.