330 likes | 517 Views
Peran Pemerintah Minimal Saja (Penentuan Hari Raya). Lingkaran Survei Indonesia Agustus 2013. Soal Agama, Publik Ingin Peran Pemerintah Minimal (Kasus Penentuan Hari Raya).
E N D
Peran Pemerintah Minimal Saja (Penentuan Hari Raya) Lingkaran Survei Indonesia Agustus2013
Soal Agama, Publik Ingin Peran Pemerintah Minimal(Kasus Penentuan Hari Raya) • Perdebatan antar ormas Islam mengenai kapan seharusnya awal puasa dan lebaran sudah sering kita dengar. Polemik antar ulama mengenai metode yang sah untuk menentukan awal puasa dan lebaran juga sering kita baca. Namun kita belum pernah mengeksplorasi bagaimana persepsi mayoritas publik Indonesia mengenai polemik awal puasa dan lebaran. Selama ini publik adalah “silent mayority” yang tak bersuara. Persepsi publik ini penting diketahui pemerintah dan pimpinan ormas untuk kebijakan di kemudian hari. • Lingkaran Survei Indonesia mengadakan survei khusus mengenai penentuan Hari Raya Lebaran. Survei ini dilakukan melalui quick poll pada tanggal 13-14 Agustus 2013. Survei menggunakan metode multistage random sampling dengan 1200 responden dan margin of error sebesar +/- 2.9 %. Survei dilaksanakan di 33 propinsi di Indonesia. Untuk memperkuat data dan analisa, kami juga melengkapi survei dengan penelitian kualitatif dengan metode analisis media, FGD, dan in depth interview. • Ini adalah survei pertama tak hanya di Indonesia, mungkin juga di dunia, untuk mengeksplorasi persepsi publik khusus untuk polemik awal puasa dan hari raya. Di era modern, publik luas adalah stakeholder, bagian dari komunitas, yang terkena efek sebuah kebijakan, baik kebijakan pemerintah atau pimpinan ormas/ulama. Publik memiliki hak untuk ikut merespon aneka kebijakan yang mempengaruhi kehidupan mereka. • -o0o-
Sebanyak 52.05% publik menginginkan kepastian waktu awal puasa dan lebaran jauh hari semenjak pergantian kalender Masehi 1 Januari. Sebaliknya, hanya 34.10 % publik yang menginginkan kepastian Lebaran sehari sebelumnya (H-1) melalui sidang Isbat setelah magrib. Sementara sebanyak 13.85% publik menyatakan tidak tahu/tidak jawab. • Kalangan masyarakat menginginkan kepastian penetapan awal Puasa dan Lebaran sejak 1 Januari terdapat di lintas segmen masyarakat. Diantaranya mereka yang berpendidikan tinggi ( 68.20%), berdomisi di kota (59.19%), dan bergender perempuan (57.33%) menyetujui adanya kepastian penetapan tersebut jauh lebih awal. Untuk mereka yang berpendidikan rendah, warga kelas bawah, berdomisili di desa dan bergender laki-laki, rata-rata memiliki angka ketersetujuan dibawah sedikit lebih rendah. • Mengapa lebih banyak masyarakat menginginkan kepastian penetapan awal Ramadhan dan Lebaran lebih awal? Tiga alasan dikemukakan. Pertama, Lebaran lebih terencana dan pasti jika sudah diketahui sejak jauh hari. Ini akan memberi keleluasan bagi masyarakat untuk membuat perencanaan mengingat hari lebaran sangat penting bagi ritual pribadi, maupun bagi kumpul-kumpul keluarga dan komunitas. Semakin awal waktu puasa dan lebaran diketahui, akan semakin baik.
Kedua, keilmuan (science) sudah bisa memprediksi waktu secara akurat. Di era kini, ilmu sudah bisa memprediksi gerhana bulan dan matahari secara sangat akurat yang sudah teruji. Sebanyak 53.66% publik beranggapan bahwa kelimuan saat ini sudah bisa menentukan awal Ramadhan dan Lebaran jauh hari sebelumnya. Hanya 31.71% publik yang beranggapan sebaliknya bahwa keilmuan saat ini masih belum bisa menentukan awal Ramadhan dan Lebaran sejak jauh hari. Sehingga sistem kalender itu masih perlu ditest di H-1 melalui observasi langsung. Sementara sebanyak 14.63% publik menyatakan tidak tahu / tidak jawab. • Ketiga, lebih banyak publik yang percaya bahwa menentukan awal puasa dan lebaran sejak jauh hari juga sah secara agama. Sebanyak 58.76% publik menilai penetapan awal Ramadhan dan Lebaran di tentukan jauh sebelumnya tidak bertentangan dengan agama. Dan sebaliknya hanya 24.30% publik yang menyatakan bahwa penetapan tersebut bertentangan dengan agama. Sementara sebanyak 16.94% publik menyatakan tidak tahu / tidak jawab. • Mayoritas publik lebih memilih metode hisab (kalender) dibandingkan rukyat di H-1 karena metode hisab dianggap lebih sesuai dengan dunia modern yang sudah bisa memprediksi waktu secara akurat dan masyarakat bisa mengetahui awal puasa dan lebaran jauh lebih cepat. Namun publik menghormati perbedaan yang ada di antara ormas dan ulama. -o0o-
Soal peran pemerintah dalam hal awal puasa dan lebaran, mayoritas publik menginginkan peran pemerintah yang minimal saja. Mayoritas publik 51.08% menyatakan pemerintah tak perlu lagi terlibat dalam sidang Isbat menentukan awal puasa atau Lebaran di H-1. Sebaliknya, hanya 36.50 % publik yang ingin pemerintah tetap membuat sidang Isbat untuk menentukan awal puasa dan Lebaran di H-1. Sementara sebanyak 12. 42 % publik menyatakan tidak tahu / tidak jawab. • Hal ini diperkuat tiga alasan penyebab . Pertama, Hari Raya Lebaran adalah kepercayaan warga yang tak perlu dicampuri pemerintah. Biarkan masyarakat menentukan sendiri waktu awal puasa dan lebarannya sesuai dengan keyakinannya. Selama ormas meyakini metode yang berbeda dalam menentukan dimulainya awal puasa dan lebaran, selama ini pula mereka selalu mungkin merayakannya di waktu yang berbeda. Seharusnya tak ada masalah dengan keberagaman itu karena masalah keyakinan agama tak bisa diseragamkan oleh pemerintah dan dilindungi oleh konstitusi. • Kedua, untuk isu yang antar ormasi Islam sendiri berbeda pendapat, seharusnya keterlibatan pemerintah minimal saja dan kosnsiten. Pemeritah hanya teribat dalam kasus yang memang pemerintah sudah tak bisa menghindarinya lagi . Pemerintah sudah menyetujui tanggal merah Hari Lebaran di Kalender Masehi 1 Januari. Ini tak terhindari karena memang kalender sudah harus dikeluarkan paling lambat taggal 1 Januari di tahun itu.
Dalam kalender itu juga tak terhindari sudah harus ada tanggal merah untuk hari lebaran. Pemerintah harus konsisten saja dengan peran minimal dalam penanggalan merah hari lebaran itu. Seraya tetap membiarkan warga untuk merayakan awal puasa dan hari lebarannya sesuai dengan keyakinannya masing-masing. • Ketiga, Sidang Isbat sebaiknya dilakukan organ masyarakat sendiri. Tak semua ormas Islam setuju dengan sidang Isbat untuk menentukan awal puasa dan lebaran. Karena itu sebaiknya Sidang isbat dilakukan oleh masyarakat yang menyetujuinya saja, dan untuk masyarakat yang juga menyetujuinya saja, tanpa dana APBN (Anggaran Pembelanjaan Belanja Negara). Apalagi hasil Sidang Isbat itu tidak mengikat warga negara yang tidak menyetujuinya. Dana APBN untuk kegiatan yang kontroversi di mata umat Islam sendiri justru bisa meruncingkan kecemburuan antar ormas. -o0o- • Walau menghormati perbedaan, ada kerinduan umat Islam Indonesia untuk merayakannya awal puasa dan lebaran bersama secara nasional. Sebanyak 74.78% publik berharap ingin Indonesia merayakan Hari Raya di hari yang sama di seluruh Indonesia.
Kerinduan merayakan awal puasa dan lebaran dalam hari yang sama secara nasional merata di semua segmen. Dengan prosentase antara 65% - 85% kerinduan itu dirasakan oleh pria atau wanita, penduduk desa atau kota, pendidikan rendah atau tinggi, bahkan juga keluarga besar NU dan Muhammadiyah. • Sebanyak 70.30% meyakini suatu saat ulama/pimpinan ormas bersepakat menentukan awal puasa dan lebaran sejak jauh hari. Syarat yang dibutuhkan adalah kesepakatan pimpinan ormas, ahli fiqih dan ilmuwan di masing-masing ormas itu untuk menyamakan metode dengan menggunakan sebanyak mungkin kemampuan ilmu pengetahuan yang sudah bisa memprediksi waktu. Sementara peran pemerintah yang minimal, yang konsisten hanya terlibat dalam penentuan tanggal merah di sistem kalender 1 Januari, akan ikut mempercepat kesepakatan itu. • Keterlibatan pemerintah dalam menentukan hari lebaran di era reformasi dianggap yang paling heboh dan sekaligus paling buruk. Hanya 12.42% yang menganggap keterlibatan pemerntah di era reformasi baik. Jauh lebih banyak (51.08%) yang menganggap peran pemerintah ORDE BARU lebih baik dalam keterlibatan menentukan awal puasa dan hari lebaran. Bahkan peran pemerintah di ORDE LAMA dianggap lebih baik (36.50
Saran berdasarkan temuan : • Keterlibatan pemerintah sebaiknya minimal saja dalam perbedaan dan keberagaman penentuan waktu awal puasa dan lebaran. Pemerintah sebaiknya berperan dalam kasus yang memang tak terhindari. Yaitu sudah harus menetapkan tanggal merah untuk dua hari lebaran dalam kalender masehi yang sudah sampai di tangan masyarakat sejak tanggal 1 Januari tahun itu. Sebaiknya pemerintah konsisten hanya terlibat sampai di level itu saja, sambil menghormati warga negara yang mengambil sikap berbeda soal waktu awal puasa dan lebaran sesuai keyakinannya. • Ulama masing-masing ormas harus juga mendengar suara umatnya. Walau menghargai perbedaan, mayoritas umat Islam tetap merindukan merayakan awal puasa dan lebaran bersama dalam satu waktu secara nasional. Kepastian dan penetapan awal puasa dan lebaran sebaiknya dilakukan jauh hari sejak awal kalender masehi tanggal 1 Januari. Mayoritas publik percaya bahwa ilmu pengetahuan sudah bisa memprediksi jatuhnya 1 Ramadhan dan 1 syawal secara akurat. Mayoritas publik juga percaya bahwa penetapan hari raya sejak jauh hari (melalui hisab) juga sesuai dengan hukum agama.
Pemerintah sebaiknya juga menghormati perbedaan perlu atau tidaknya sidang isbat antar ormas di satu hari sebelum puasa dan lebaran. Cara pemerintah menghormatinya adalah dengan tidak melibatkan diri atas pertentangan itu. Biarkan sidang isbat oleh dan untuk masyarakat sendiri. Biarkan masyarakat sendiri yang mengorganisir dan membiayai sidang isbat itu. Pemakaian dana APBN dalam sidang isbat yang tidak disetujui oleh semua ormas Islam justru bisa memperuncing kecemburuan antar ormas. Minggu, 18 Agustus 2013 Lingkaran Survei Indonesia No HP Rully Akbar: +628568049040 No HP Fitri Hari: +6281380140260
REKOR MURISurvei Paling AkuratdanPresisi • 6 Rekor terbaru MURI • ( Museum Rekor Indonesia) • Paling Presisi • Quick Count yang diumumkan tercepat (1 jam setelah TPS ditutup) • Quick Count akurat secara berturut-turut sebanyak 100 kali • Quick Count dengan selisih terkecil dibandingkan hasil KPUD yaitu • 0,00 % (Pilkada Sumbawa, November 2010) • Prediksi Paling Akurat • Survei prediksi pertama yang akurat mengenai Pilkada yang diiklankan • Survei prediksi akurat Pilpres pertama yang diiklankan • Survei prediksi akurat Pemilu Legislatif pertama yang diiklankan
METODOLOGI SURVEI Metode sampling : multistage random sampling Jumlah responden awal : 1200responden Wawancara Handset (Quick Poll) Margin of error : ± 2.9% Pengumpulan Data : 13– 14 Agustus 2013 • Survei dilengkapi dengan Riset Kualitatif • FGD di tujuh ibu kota propinsi terbesar • In Depth Interview • Analisis media nasional
Background Selama ini hanya elit agama/ulama yang bersuara soal kontroversi waktu awal puasa dan lebaran Publik luas perlu juga didengar suaranya soal waktu awal puasa dan lebaran Ini survei pertama, di seluruh dunia, eksplorasi suara publik soal waktu awal puasa dan lebaran
MayoritasPublikMenginginkanKepastianTanggal 1 Ramadhandan 1 Syawal Q : Apakah anda menginginkan kepastian 1 ramadhan dan 1 syawal (awal puasa dan lebaran) sudah diketahui dari 1 Jan tahun itu (awal pergantian kalender biasa) atau mendekati pelaksanaannya (1 hari sebelum puasa dan lebaran)? ? 52,05% publik menginginkan penentuan Ramadhan dan Lebaran dari jauh-jauh hari (Pergantian Kalender) 13
SEGMEN JENIS KELAMIN Apakah anda menginginkan kepastian 1 ramadhan dan 1 syawal (awal puasa dan lebaran) sudah diketahui dari 1 Jan tahun itu (awal pergantian kalender biasa) atau mendekati pelaksanaannya (1 hari sebelum puasa dan lebaran)? ? Q : Segmen Perempuan mendominasi sebesar 57,33% menginginkan penentuan Puasa dan Lebaran lebih awal.
SEGMEN WILAYAH Q : Apakah anda menginginkan kepastian 1 ramadhan dan 1 syawal (awal puasa dan lebaran) sudah diketahui dari 1 Jan tahun itu (awal pergantian kalender biasa) atau mendekati pelaksanaannya (1 hari sebelum puasa dan lebaran)? ? Penduduk kota lebihmenginginkan penentuan Puasa dan Lebaran lebih awal (59.19%).
SEGMEN PENDIDIKAN Makin tinggi tingkat pendidikan, makin menginginkan kepastian penentuan puasa dan Lebaran
Apa yang menjadi penyebabpublikmenginginkankepastianRamadhan & Lebaran?
1. Lebaran lebih terencana dan pasti sejak jauh hari Ramadhan dan Lebaran yang sudah bisa dipastikan sejak jauh hari, jelas akan menguntungkan banyak pihak. Perencanaan akan waktu libur, waktu kerja, transportasi, serta perekonomian akan lebih teratur. Perdebatan atau polemik mengenai jadwal Ramadhan juga dapat diminimalisir.
2. Sistem kalender dianggap juga sah berdasarkan hukum agama Q : Menurut anda jika awal ramadhan dan lebaran ditentukkan jauh sebelumnya, apakah bertentangan dengan agama? 19
3. Ilmu Pengetahuan (Science) sudah bisa memprediksi waktu Q : Menurut anda apakah dengan keilmuan saat ini, sudah bisa ditentukan awal ramadhan dan lebaran jauh jauh hari sebelumnya?
Peran Pemerintah Minimal Saja Q : Menurut anda perlukah/tidak perlukah pemerintah terlibat menentukan waktu puasa/lebaran melalui Sidang Isbat di H-1 sebelum puasa/lebaran? 51,08% publik menginginkan pemerintah tak perlu terlibat dalam Sidang Isbat di H-1 21
Apa yang menjadi penyebabpublik berpendapat pemeritah tak perlu terlibat Sidang Isbat di H-1 ?
Apa yang menjadi penyebabpublik berpendapat pemeritah tak perlu terlibat Sidang Isbat di H-1 ? Pertama, Awal puasa/ Hari Raya Lebaran adalah kepercayaan warga yang tak perlu dicampuri pemerintah. Biarkan masyarakat menentukan sendiri waktu awal puasa dan lebarannya sesuai dengan keyakinannya
Apa yang menjadi penyebabpublik berpendapat pemeritah tak perlu terlibat Sidang Isbat di H-1 ? Kedua, Pemerintah sudah menetapkan Tanggal merah hari lebaran di kalender masehi yang beredar di masyarakat sejak 1 Jan tahun itu. Pemerintah konsiten saja.
Apa yang menjadi penyebabpublik berpendapat pemeritah tak perlu terlibat Sidang Isbat di H-1 ? Ketiga, Sidang Isbat sebaiknya dilakukan organ masyarakat sendiri Dari masyarakat, untuk masyarakat, tanpa dana APBN
ERA PEMERINTAHAN YANG DIANGGAP BAIK MENENTUKAN AWAL RAMADHAN DAN LEBARAN Q : Menurut anda pada pemerintahan era manakah yang paling anda sukai dalam menentukan awal ramadhan dan lebaran? Era Reformasi dianggap era yang paling heboh dan paling buruk dalam menentukan awal puasa/lebaran 26
Publik Merindukan (74.78%) Merayakan Hari Raya Serentak (1) Q : Menurut anda apakah kedepan diharapakan semua umat muslim di indonesia serentak dalam memulai puasa dan berlebaran?
Publik Merindukan (74.78%) Merayakan Hari Raya Serentak (2) Q : Menurut anda apakah kedepan diharapkan semua umat muslim di indonesia serentak dalam memulai puasa dan berlebaran? • Antara 65% - 85% • Kerinduan merayakan puasa serentak • menonjol di aneka segmen • laki/perempuan • Pendidikan tinggi/rendah • Ekonomi tinggi/rendah • Desa/kota • NU/Muhammadiyah/Ormas lain
Bagaimana agar ke depan umat Islam merayakan awal puasa dan lebaran bersama secara nasional?
Bagaimana agar ke depan umat Islam merayakan awal puasa dan lebaran bersama secara nasional? Pertama, Kesediaan ulama/ilmuwan/ Pimpinan Ormas Islam menyatukan parameter waktu awal puasa dan lebaran Mendaya-gunakan ilmu pengetahuan secara maksimal karena ilmu sudah bisa memprediksi WAKTU secara akurat
Bagaimana agar ke depan umat Islam merayakan awal puasa dan lebaran bersama secara nasional? kedua, Pemerintah konsisten saja dengan penanggalan merah lebaran di kalender masehi yang beredar Di masyarakat sejak 1 Jan tahun itu Mayoritas publik akan pimpinan ormas pada waktunya akan ikut.
Bagaimana agar ke depan umat Islam merayakan awal puasa dan lebaran bersama secara nasional? ketiga, Publik luas terus menerus mendorong pimpinan ormas/ulama/ Ilmuwan masing-masing untuk menyatukan parameter awal puasa/ Hari lebaran
Kesimpulan dan Rekomendasi • Walau menghormati perbedaan, mayoritas publik merindukan merayakan awal puasa dan lebaran di satu hari secara nasional • Saatnya ormas Islam menyatukan parameter awal puasa dan lebaran agar waktu awal puasa/lebaran bisa diputuskan sejak jauh hari • Peran pemerintah sebaiknya minimal saja dalam perbedaan keyakinan masyarakat, hanya terlibat dalam penentuan tanggal merah hari lebaran di kalender masehi 1 Jan • Sidang Isbat H-1, sebaiknya dari masyarakat, untuk masyarakat, tanpa campur tangan pemerintah, tanpa dana APBN