1 / 53

KONFLIK HUKUM M. Hamidi Masykur

KONFLIK HUKUM M. Hamidi Masykur. HARAPAN/IDEAL: TIDAK ADANYA KONFLIK HUKUM DALAM SISTEM HUKUM. DIATASI DENGAN AZAS HUKUM DALAM SISTEM HUKUM. PRAKTIK: KONFLIK HUKUM. MACAM-MACAM KONFLIK. Konflik diantara sesama peraturan perundang-undangan

mohawk
Download Presentation

KONFLIK HUKUM M. Hamidi Masykur

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. KONFLIK HUKUMM. Hamidi Masykur

  2. HARAPAN/IDEAL: TIDAK ADANYA KONFLIK HUKUM DALAM SISTEM HUKUM DIATASI DENGAN AZAS HUKUM DALAM SISTEM HUKUM PRAKTIK: KONFLIK HUKUM

  3. MACAM-MACAM KONFLIK • Konflikdiantarasesamaperaturanperundang-undangan • Konflikantaraperaturanperundangandenganputusanpengadilan • Konflikantaraperaturanperundangandenganhukumadatdanhukumkebiasaan • Konflikantaraputusanpengadilandanhukumadat

  4. (A)KONFLIK SESAMA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

  5. (1). AZAS LEX SUPERIOR DEROGAT LEGI INFERIOR Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya mengenyampingkan berlakunya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya, apabila kedua peraturan perundang-undangan tersebut memuat ketentuan yang saling bertentangan

  6. KESIMPULAN: • Terdapat peringkat aturan • Apabila ada pertentangan, maka peraturan yang di atas mengenyampingkan peraturan yang di bawahnya • Adanya hak menguji peraturan perundangan • Hak menguji dilakukan untuk menentukan ada tidaknya pertentangan tersebut

  7. PERINGKAT ATURAN

  8. Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yaitu tentang Memorandum DPRGR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urut Perundangan Republik Indonesia. • Undang-Undang Dasar. • Ketetapan MPR. • Undang-Undang/Perpu. • Peraturan Pemerintah. • Keputusan Presiden. • Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri, dan lain-lain. TIDAK BERLAKU

  9. UU 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; • Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; • Peraturan Pemerintah; • Peraturan Presiden; • Peraturan Daerah.

  10. CONTOH PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERTENTANGAN DENGAN YANG ADA DI ATASNYA • TAP MPRS><UUD: • Tap MPRS: mengangkat presiden seumur hidup • Pasal 7 UUD: jabatan presiden 5 tahun dan sesudahnya dipilih kembali • UU><UUD 45 • Pasal 19 UU 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman: • demi kepentingan revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentingan masyarakat mendesak, Presiden dapat turun dan turut campur dalam soal-soal pengadilan Turun tangan: penghentian perkara yang diperiksa • Pasal 24 UUD 45: • Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut UU • Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman diatur dengan UU Penjelasan: kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka, terlepas dari campur tangan pemerintah

  11. HAK MENGUJI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (RECHTLIJKE TOETSINGRECHT)

  12. 2 MACAM HAK MENGUJI PERUNDANG-UNDANGAN • MengujiFormil: • WewenanguntukmenilaiapakahsuatuproduklegislatifterciptamelaluiCARA/PROSEDURsebagaimanaditentukandalam per-UU-an yang berlaku • Contoh: UU dibuatolehpresidenbersamadengan DPR • Menguji Materiel: • Wewenanguntukmenyelidikidanmenilai: • apakahsuatuperaturanperundanganISI nyasesuaiataubertentangandenganperaturan yang lebihtinggiderajadnya • apakahsuatukekuasaantertentuberhakmengeluarkansuatuperaturantertentu

  13. SIAPA YANG BERHAK MENGUJI?

  14. LIHAT UUDS 50 Pasal 95 UUDS 50: (1). Sekalian usul UU yang telah diterima oleh DPR memperoleh kekuatan UU, apabila telah disahkan pemerintah (2). UU tidak dapat diganggu gugat KESIMPULAN: WALAUPUN UU ATAU PERATURAN YANG ADA DI ATASNYA BERTENTANGAN DENGAN UUD, TIDAK DAPAT DIUJI DENGAN KEKUASAAN NEGARA MANAPUN TERMASUK MA

  15. SEMINAR HUKUM NASIONAL II TAHUN ‘68 Beberapapendapattentanghakmenguji: • MahkamahAgung (MA): • Seluruhperaturan per-UU-an termasuk UU dan TAP MPR • Terbataspada UU danperaturandibawahnya • Per-UU-an dibawah UU • TAP MPR saja • MPR • Organ yang ditunjuk UUD atausetidak-tidaknya TAP MPR • Hakim untukmenyimpangi UU karenabertentangandengan UUD melaluiperkara yang dihadapinya

  16. HAK MENGUJI:A. UU KEKUASAAN KEHAKIMANB. UU MAHKAMAH AGUNGC. UU MAHKAMAH KONSTITUSI

  17. UU TIDAK BERLAKU UU NO. 14 TAHUN 1970 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN • Pasal 26 ayat (1) dan (2): • MA berwenang menyatakan tidak sah per-UU-an di bawah UU karena bertentangan dengan per-UU-an di atasnya • Putusan diambil dari pemeriksaan tingkat kasasi dan pencabutan dilakukan oleh instansi ybs Kes. 2: MA UJI DIBAWAH UU. UU TIDAK DAPAT DIGANGGU GUGAT Kes. 1: MA UJI MATERIEL KASASI

  18. KASASI • AdalahkekuasaanMahkamahAgunguntukmembatalkanputusandanketetapanpengadilan-pengadilan yang lebihrendahdarisemualingkunganpengadilandalamtingkatterakhir • Pihak yang dapatmengajukankasasiadalah, • dalamperkaraperdata para pihak yang berkepentingan, dan • dalamperkarapidanaadalahterpidana, ataupihakketiga yang dirugikan • Demi kepentinganumum, diajukanolehJaksaAgung • MA membatalkanputusandanketetapanpengadilankarena: • Tidakberwenangataumelampauibataswewenang • Salah menerapkanataumelanggarhukum yang berlaku • Lalaimemenuhisyarat yang diwajibkanper-UU-an

  19. Kasasi hanya dapat dilakukan apabila upaya biasa (verzet, banding) telah dilakukan, kecuali kasasi oleh Jaksa Agung • Praktik: • tidak semua perkara sampai tingkat kasasi, sehingga MA tidak dapat menguji secara materiel • Mis. Faktor waktu • Contoh: UU wajib militer dan perpres pelaksanaan UU. PN PT MA

  20. Peraturan MA no. 1 Tahun 1993 tentang Hak Uji materiel • Pasal 1: gugatan hak uji materiel terhadap per-UU-an yang lebih rendah dari UU yang ditujukan kepada badan/lembaga yang mengeluarkan, atau menerbitkan atau mengumumkan, setelah di ttd penggugat atau kuasanya, dapat diajukan • langsung ke MA atau • ke pengadilan tingkat pertama di wilayah hukum tergugat

  21. Putusanpengadilan: • vonis/putusan: adanyasengketa, diajukandengangugatan • Penetapan: tidakadasengketa, diajukandenganpermohonan Contoh kasus: -Pembatalan SIUPP Harian Prioritas -SURYA PALOH kpd MA untuk judicial review PERMENPEN No. 1/Per.menpen/1984 yang bertentangan dengan UU Pokok Pers (ps. 4: tidak dikenakan sensor dan pembredeilan; Kebebasan pers berkaitan dengan HAM dll) MA dengan keputusan no. 01/TN/1992 “tidak dapat menerima ”judicial review” yang diajukan dalam bentuk permohonan. Alasan: putusan yang inti petitumnya (terhadap permen)mengandung sanksi tidak dapat diputus begitu saja tanpa ada kesempatan bagi yang dibebani sanksi untuk membela Kesimp. Surat permohonan tsb. tidak sempurna Kesimpulan: Harusdiajukandalambentukgugatan

  22. PRAKTIK: MA TIDAK KONSEKWEN PADA PASAL 26 UU 14/1970 JO PASAL 31 UU 14/1985 • MA mengeluarkan SEMA 3 Tahun 1963: mencabut beberapa pasal BW • MA melewatkan kesempatan menguji materiil PP 49 Tahun 1963 tentang Peradilan Perumahan • Isi: mengatur wewenang sengketa perumahan oleh Kantor Urusan Perumahan • Putusan MA yang mengkuatkan bertentangan dengan UU 14 Tahun 1970

  23. Peraturan MA no. 1 Tahun 1999 tentang Hak Uji materiel • Mengubah PERMA no. 1 Tahun 1993 • Hak uji materiil dapat dilakukan dengan: • Gugatan • Permohonan keberatan • Gugatan maupun permohonan keberatan dapat diajukan dengan cara: • Langsung ke MA • Melalui PN di wilayah hukum tempat kedudukan tergugat

  24. Pasal 12 PERMA 1 TAHUN 1999: AKIBAT HUKUM • Upaya melalui Class Action

  25. BAGAIMANA JIKA TERDAPAT PERTENTANGAN ANTARA UU/DIATASNYA DENGAN UUD?Penjelasan pasal 26 UU 14 Tahun 1970: • DalamUUD’45hakujiterhadap UU dan per-UU-an dibawahnyaTIDAK TERDAPAT PADA MA, • sehinggaTIDAK DENGAN SENDIRINYAhakmengujiUU terhadap UUDoleh MA DAPATdapatdiletakkandalam UU ini • Apabilahendakdiberikankepada MA harusmerupakanketentuankonstitusional apabila ma diberiwewenangmengujiuu, makaharusdiaturdalamuu

  26. UU NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UU DIUBAH Pasal 31: (1). MA mempunyai wewenang menguji secara materiel per-UU-an di bawah UU (2). MA berwenang menyatakan tidak sah semua per-UU-an yang lebih rendah dari UU karena bertentangan dengan per-UU-an yang lebih tinggi (3). Putusan pernyataan tidak sah per-UU-an tersebut dapat diambil dalam pemeriksaan tingkat kasasi. Pencabutan dilakukan oleh instansi ybs. MA: UJI MATERIEL DI BAWAH UU

  27. UU NO. 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN MA: UJI MATERIEL DI BAWAH UU • Pasal 11 (2) huruf b dan (3): • MA berhak menguji per-UU-an di bawah UU terhadap UU; • Pernyataan tidak berlaku per_UU-an dapat diambil dari pemeriksaan tingkat kasasi maupun permohonan langsung kepada MA • Pasal 12(1): • Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 MK: UJI MATERIEL UU Thd UUD

  28. UU NO. 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN UU NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG • Pasal 31 • (1) MA berwewenang menguji per-UU-an di bawah UU terhadap UU • (2) MA menyatakan tidak sah per-UU-an di bawah UU dengan alasan bertentangan dengan per-UU-anyang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. • (3) (4) Per-UUPutusan tidak sahnya per-UU-an dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun permohonan langsung pada MA. • Per-UU-an yang dinyatakan tidak sah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. • (5) Putusan wajib dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan diucapkan.

  29. Lanjutan UU no. 5 Tahun 2004 • Pasal 31A (1) Permohonanpengujian per-UU-an dibawah UU terhadap UU diajukanlangsungolehpemohonataukuasanyakepada MA, secaratertulisdalambahasa Indonesia. (2) Permohonansekurang-kurangnyaharusmemuat: • nama dan alamat pemohon; • uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan, dan wajib menguraikandenganjelasbahwa: 1) materimuatanayat, pasal, dan/ataubagianper-UU-andianggapbertentangandengan per-UU-an yang lebihtinggi; dan/atau 2) pembentukanperaturanperundang-undangantidakmemenuhiketentuan yang berlaku. c. hal-hal yang diminta untuk diputus.

  30. Lanjutan pasal 31 A (3) Dalam hal MA berpendapat bahwa pemohon atau permohonannya tidak memenuhi syarat, maka permohonan tidak diterima (4) Dalam hal MA berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan (5) Dalam hal permohonan dikabulkan, amar putusan menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari per-UU-an yang bertentangan dengan per-UU-anyang lebih tinggi. (6) Dalam hal per-UU-antidak bertentangan dengan per-UU-an yang lebih tinggi dan/atau tidak bertentangan dalam pembentukannya, permohonan ditolak. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengujian per-UU-an di bawah UU diatur oleh MA

  31. UU MA: UJI MATERIEL dan UJI FORMIL DI BAWAH UU 3. DIATUR PERMOHONAN LANGSUNG 4. UJI UU OLEH MK

  32. UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI • Pasal 1 angka 1 a: Permohonan adalah permintaan yang diajukan secara tertulis kepada Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 • Pasal 10 (1 a) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

  33. PENGAJUAN PERMOHONAN • Pasal 29: • Tertulis • Dalam bahasa Indonesia • Pasal 52 (1): Pemohon adalah • perorangan warga negara Indonesia; • kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; • badan hukum publik atau privat; atau • lembaga negara.

  34. Lanjutan…… Pasal 52 (3): Dalampermohonansebagaimanadimaksudpadaayat (2), pemohonwajibmenguraikandenganjelasbahwa: • pembentukanundang-undangtidakmemenuhiketentuanberdasarkanUndang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan/atau • materimuatandalamayat, pasal, dan/ataubagianundang-undangdianggapbertentangandenganUndang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  35. (2). AZAS LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALIS Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus (spesial)mengenyampingkan berlakunya peraturan perundang-undangan yang bersifat umum (general), apabila kedua peraturan perundang-undangan tersebut memuat ketentuan yang saling bertentangan (konflik)

  36. Keterangan: • Hanya berlaku antar UU (sederajad); apabila tidak sederajad berlaku azas lex superior • Contoh: • KUHPerdata dengan KUHDagang • 1338 KUHP: azas kebebasan berkontrak • 22 KUHD: Tiap-tiap perseroan Firma harus didirikan dengan akta otentik….

  37. (3). AZAS LEX POSTERIOR DEROGAT LEGI PRIORI Peraturan perundang-undangan yang kemudian (baru)mengenyampingkan berlakunya peraturan perundang-undangan yang terdahulu (lama), apabila kedua peraturan perundang-undangan tersebut memuat ketentuan yang saling bertentangan (konflik)

  38. Keterangan: • Hanya berlaku antar UU (sederajad); apabila tidak sederajad berlaku azas lex superior. Misalnya konflik antara UU dengan PP, meskipun PP merupakan peraturan baru, tetapi tetap UU lama mengenyampingkan PP. • Diterapkan apabila per-UU-an yang baru tidak secara tegas mencabut berlakunya per-UU-an yang lama. Karena pada umumnya ada pernyataan tegas mencabut yang lama.

  39. Contoh: • UUPA mencabut tegas pasal-pasal buku II KUHP sepanjang yang mengatur bumi, air dan kekayaan alam • UU Hak Tanggungan, mencabut pasal tentang hipotik atas tanah • UU perkawinan mencabut KUHP tentang perkawinan, HOCI dll • KUHAPidana mencabut HIR

  40. (B)KONFLIK ANTARA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN PUTUSAN HAKIM/ PENGADILAN

  41. AZAS “RES YUDICATA PRO VERITATE HABITUR” apabila terdapat putusan pengadilan/ hakim bertentangan dengan ketentuan yang termuat dalam per-UU-an, maka putusan hakimlah yang dianggap benar

  42. Lanjutan..... Lihat: Pasal 27 UU no. 14 tahun 1970: Pasal 28 (1) UU no. 4 tahun 2004: Hakim wajibmenggali, mengikuti, danmemahaminilai-nilaihukumdan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat Hukum tertulis bersifat statis, tidak berubah sepanjang tidak diubah oleh pembuatnya, berbeda dengan hukum kebiasaan yang dinamis

  43. Contoh 1: • Pasal 108 dan 110 KUHperdata: seorang perempuan yang terikat dalam suatu perkawinan, menjadi tidak cakap melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan ijin dari suaminya • SEMA 3 Tahun 1963 (menyatakan perempuan menikah tetap cakap melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan suami)

  44. Contoh 2: • Pasal 209KUHPerdata:alasan perceraian: • Zina • Meninggalkantempatbersamadengansengaja • Hukumanpenjara 5 tahunataulebih • Melukaiberatataumenganiayasuami/istrisehinggamembahayakanjiwa, ataumenyebabkanluka yang berbahaya • Putusan hakim: • Memutuskanperceraiandengandasarputusankarenaadanyakeretakanataupercekcokanantarasuamiistri yang tidakdapatdipulihkankembali

  45. Kesimpulan: • Hakim dapat (atau bahkan wajib) menyimpangi ketentuan per-UU-an yang sudah tidak sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat • Hakim memiliki kebebasan yang luas untuk menyimpangi ketentuan per-UU-an. Pembatasan kebebasan hakim untuk menyimpangi adalah pada per-UU-an peninggalan pemerintah kolonial Belanda

  46. (C)KONFLIK ANTARA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN HUKUM ADAT DAN HUKUM KEBIASAAN

  47. PEDOMAN: • Apakah per-UU-an tersebut bersifat memaksa/ imperatif/ dwingenrecht atau bersifat pelengkap/ mengatur/ anfullenrecht. Keterangan: • Memaksa/imperatif/dwingenrecht: • dapat dilihat dari per-UU-an itu sendiri. • Semua per-UU-an yang bersifat publik (dibuat untuk kepentingan umum) • Pelengkap/mengatur/anfullenrecht: • Masuk dalam lingkup hukum privat (perdata)

  48. Yang dipergunakan: • Apabila konflik antara per-UU-an yang bersifat dwingenrecht dengan hukum adat atau hukum kebiasaan: • PER-UU-AN MENGENYAMPINGKAN HUKUM ADAT ATAU HUKUM KEBIASAAN • Apabila konflik antara per-UU-an yang bersifat anfullenrecht dengan hukum adat atau hukum kebiasaan: • HUKUM ADAT ATAU HUKUM KEBIASAAN MENGENYAMPINGKAN PER-UU-AN

  49. CONTOH: KONFLIK ANTARA PER-UU-AN YANG BERSIFAT DWINGENRECHTDENGAN HUKUM ADAT • Pasal 19 PP 10 Tahun 1961 tentang pendaftaran tanah: • Setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan tanah, memberikan hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan HAT sebagai tanggungan haris dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh mentri agraria…. (ket. Dalam hal ini adalah PPAT) • Hukum adat: • Perjanjian yang menyebabkan peralihan hak harus bersifat “terang”, artinya dilakukan dihadapan ketua adat (kades/lurah), jika tidak maka belum sah secara hukum.

  50. CONTOH: KONFLIK ANTARA PER-UU-AN YANG BERSIFAT ANFULLENRECHT DENGAN HUKUM ADAT ATAU KEBIASAAN • Pasal 1560 KUHPerdata: • Penyewa punya 2 kewajiban utama: • Memakai barang yang dipergunakan sebagai bapak rumah tangga yang baik sesuai dengan tujuan yang diberikan pada barang itu menurut persetujuan sewanya …. • Membayar uang sewa pada waktu yang telah ditentukan Uang sewa harus diantar diantar oleh penyewa kepada pemilik • Hukum kebiasaan: • Hukum adat atau kebiasaan di suatu daerah, uang sewa tidak diantar, tetapi pihak pemilik yang menagih uang sewa kepada penyewa

More Related